GA-Nose
GeNose Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos |
DISWAY, 16
Agustus 2021
JARANG ada pejabat baru
yang hari kerja pertamanya seperti komisaris utama Garuda Indonesia ini:
Timur Sukirno. Hari ini, Senin 16 Agustus
2021, Garuda menghadapi putusan pengadilan pailit. Inilah hari kerja pertama
Dewan Komisaris Garuda. Yang baru diangkat Jumat lalu. Untung Timur Sukirno ahli
di bidang perkara pailit. Itulah spesialisasinya selama ini –sebagai
pengacara senior di kantor hukum HHP (Hadiputranto, Hadinoto, & Partner). Perkara pailit Garuda kali
ini sebenarnya tidak terlalu berat. Nilai ''utang'' Garuda yang dipersoalkan
''hanya'' sekitar USD 3 juta. Atau setara dengan Rp 45 miliar. Itu tidak
membahayakan keseluruhan keuangan Garuda. Namun bila pengadilan
memutuskan Garuda harus membayar sekarang dampaknya akan besar: semua pemilik
piutang ke Garuda akan menempuh cara yang sama: mengajukan gugatan pailit. Gugatan pailit itu
diajukan oleh PT My Indo Airlines (MYIA). Itu perusahaan cargo. Yang punya
kontrak carter pesawat Garuda. Dengan demikian, putusan
pengadilan hari ini akan sangat penting bagi Garuda. Juga bagi semua pemilik
piutang yang tak kunjung dibayar. Sebenarnya, Garuda bukan
baru kali ini mengalami kesulitan besar. Hanya saja kali ini beda: ada
pandemi. Dulu, di tahun 2007-2008, Garuda juga sulit. Tapi begitu dilakukan
pembenahan besar langsung membaik. Sekarang ini, Garuda
melakukan apa pun sulit mengharapkan hasil: begitu sedikit orang yang
naik pesawat. Yang sedikit itu pun
menyakitkan perasaan Garuda. Begitu ada yang mau naik pesawat, mereka harus
melakukan PCR lebih dulu: mengidap Covid atau tidak. Melakukan PCR itu
sendiri tidak seberapa berat. Tapi biayanya itu! Yang lebih mahal dari harga
tiketnya. Ibarat kita mau makan di
restoran dengan harga menu Rp 500.000. Kita harus PCR dengan biaya Rp
600.000. Betapa sakit hati si pemilik restoran. Untuk apa capai-capai bikin
restoran, pendapatan terbesarnya untuk pengusaha PCR. Saya pernah berharap
banyak pada penemuan anak bangsa bernama GeNose. Yang diciptakan Prof Dr Ir
Kuwat Triyana dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Yang biayanya begitu
murah. Hanya Rp 15.000. Yang proses tesnya begitu cepat: 3 menit. Caranya
juga sangat mudah: hanya meniupkan napas ke kantong plastik. Tapi sambutan pada GeNose
begitu mengecewakan. Saya belum pernah mendengar adanya dukungan nyata yang
berarti bagi GeNose. Seolah semua tersedot ke PCR dan rapid test. Padahal bayangan saya
dulu: di bandara-bandara akan berjajar ratusan GeNose. Ini karya anak bangsa.
Yang dipakai secara masal. Betapa bangga ya. Lalu terlihatlah semua
penumpang melakukan tes dengan alat temuan anak bangsa sendiri. Bangga.
Terharu. Kenyataannya jauh panggang
dari api. Pemakai GeNose sekarang ini hanya kurang 1 persen dari keseluruhan
test PCR/Rapid. Saya pun bertanya-tanya:
mengapa perusahaan sebesar Garuda tidak langsung tertarik kepada GeNose.
Mungkin memang masih ada kelemahan. Tapi semua proses penciptaan tentu melewati
kelemahan. Seandainya Garuda, sebagai
perusahaan, pun sampai membeli hak cipta GeNose tetap akan sangat berarti.
Baik bagi Garuda maupun bagi iklim penciptaan teknologi anak bangsa. Atau, setidaknya, Garuda
membeli 5 ribu GeNose. Untuk dipasang di terminal Garuda. Anggap saja seperti
membeli alat kerja. Toh tidak mahal. Kenyataannya sangat
mengenaskan. Sampai sekarang ini yang tes Covid melalui GeNose tidak sampai 1
persen! Bahkan GeNose sempat
dituduh sebagai penyebab menyebarnya Covid. Tanpa ada pemecahan jalan keluar
bagaimana mengatasinya. Prof Kuwat seperti segan
saya ajak bicara soal GeNose. Beberapa WA saya tidak direspons. Guru besar
UGM itu kelihatan begitu tidak semangat. "Penggunaan GeNose
sempat dihentikan. Dianggap menyebarkan Covid. Ternyata tanpa GeNose, Covid
berkembang lebih cepat belakangan ini," jawab Prof Kuwat kepada saya
kemarin. Begitu berat tantangan
yang dialami GeNose. Tidak dipercaya. Kini Prof Kuwat berharap dari
Singapura, Malaysia, dan Filipina. Yang lagi melakukan testing GeNose di
sana. Hiburan: sedikit kabar
baik datang minggu lalu. Anggota DPR-RI –yang akan bersidang hari ini–
dites dengan GeNose. Tentu Garuda adalah salah
satu yang paling berkepentingan dengan teknologi seperti GeNose. Bagaimana
bisa, untuk naik pesawat orang harus menjalani tes dengan biaya lebih mahal
dari tiket. Mengapa Garuda tidak
mengakuisisi perusahaan GeNose milik UGM itu. Lalu menerjunkan ahli-ahli di
GMF. Bisa juga menggunakan fasilitas GMF yang begitu canggih. Untuk menjadi
satu tim produksi bersama Gadjah Mada. Saya yakin GMF bisa mengatasi semua
kelemahan GeNose, kalau masih ada kelemahan. Pasti GMF bisa
menyesuaikan GeNose dengan keperluan riil Garuda. Lalu lobilah pemerintah.
Agar Garuda boleh menggunakan GeNose. Jangan sampai Garuda kalah lobi terus
dengan penerbangan swasta. (Dahlan Iskan) ● |
Sumber :
https://www.disway.id/r/1429/ga-nose-genose
Tidak ada komentar:
Posting Komentar