Malam
Sunyi
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
24 Desember
2017
Inilah awal dari sebuah
cerita. Di suatu masa, ketika Kekhalifahan Utsmaniyah (Kesultanan Ottoman) berkuasa
atas Tanah Palestina, kisah ini dimulai. Ottoman menguasai Palestina selama
400 tahun, 1517-1917. Ottoman membagi wilayah Palestina menjadi dua: bagian
utara, yakni Distrik Acra dan Nablus, menjadi bagian dari Provinsi Beirut.
Sementara bagian selatan,
yakni Distrik Jerusalem (yang di dalamnya termasuk Bethlehem), langsung di
bawah kekuasaan Istanbul karena arti pentingnya secara internasional kota
Jerusalem serta Bethlehem. Kedua kota menjadi pusat keagamaan bagi umat
Yahudi, Kristen, dan Muslim.
Menurut catatan Ottoman,
pada 1878, ada 462.465 penduduk yang mendiami Distrik Jerusalem, Nablus (yang
sebelumnya bernama Sichem, tempat Allah menampakkan diri kepada
Abraham/Ibrahim, Bapak Umat beriman, patriark tiga agama monoteis), dan Acra.
Dari jumlah tersebut, 403.795 Muslim (termasuk Druze), 43.659 Kristen, dan
15.011 Yahudi. Selain mereka, sebenarnya masih ada sekitar 10.000 orang
Yahudi berkewarganegaraan asing (imigran) dan beberapa ribu Bedouin Muslim
yang hidup nomaden. Mereka tidak dihitung oleh Pemerintah Ottoman; tidak
menjadi subyek hukum.
Pada awal abad ke-20,
ketika Kesultanan Ottoman mulai melemah, kekuasaan Eropa memperkuat kuku
kekuasaannya di kawasan Timur Tengah, termasuk Palestina. Ketika PD I
berkobar (1915-1916), Komisioner Tinggi Inggris di Mesir Sir Henry McMahon
secara diam-diam berhubungan dengan pemimpin keluarga Hashemit dan Gubernur
Ottoman untuk Mekkah serta Madinah, Husayn ibn ‘Ali.
Kepada Husayn ibn ‘Ali,
McMahon berjanji jika mendukung Inggris melawan Ottoman dan Jerman,
Pemerintah Inggris akan mendukung pembentukan negara Arab merdeka di bawah
kekuasaan keluarga Hashemit di wilayah Arab, termasuk Palestina, yang
sebelumnya adalah Provinsi Ottoman (Lawrence of Arabia). Namun, di masa yang
berdekatan, pada 1917, Menlu Inggris Lord Arthur Balfour mengeluarkan
deklarasi yang kemudian disebut Deklarasi Balfour. Deklarasi ini menyatakan,
Pemerintah Inggris mendukung pembentukan a Jewish national home in Palestine.
***
Selain dua janji itu, ada
janji ketiga yang disepakati antara Inggris dan Perancis lewat Perjanjian
Sykes-Picot (Mei 1916), yang ditandatangani oleh Sir Mark Sykes dan Francois
Georges Picot. Mereka bersepakat untuk membagi Provinsi Arab Ottoman menjadi dua.
Setelah PD I selesai (Ottoman kalah), Perancis atas persetujuan Liga
Bangsa-Bangsa mendapatkan mandat atas wilayah Suriah dan wilayah Lebanon
sekarang ini serta Cicilia Turki atau sering disebut Galilea Raya. Inggris
mendapatkan mandat atas Irak, termasuk wilayah yang sekarang disebut Israel,
Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jordania.
Inggris lalu membagi
wilayah mandatnya menjadi dua: sebelah timur Sungai Jordan menjadi Emirat
Transjordan diperintah oleh Abdullah I bin al-Hussein, anaknya Husyn ibn
‘Ali. Sebelah barat Sungai Jordan, menjadi yang kemudian disebut Mandat
Palestina. Inilah kali pertama, dalam sejarah modern, Palestina menjadi
entitas politik bersatu.
Setelah Inggris berkuasa
atas Palestina, mengalirlah imigran Yahudi ke Palestina (sesuai janji
Deklarasi Balfour). Konflik antara Yahudi dan Arab, penduduk Palestina, sejak
itu, mulai terjadi karena urusan tanah (1920 dan 1921), lalu menjadi konflik
komunal di Jerusalem (1928). Pergolakan terus terjadi, imigran Yahudi terus
mengalir, dan puncaknya pecah perang kemerdekaan (bagi Yahudi) atau Nakba
(bencana) bagi Arab-Palestina.
***
Menjelang berakhirnya
Mandat Palestina (29 September 1923 hingga tengah malam 14 Mei 1948), pada 29
November 1947, Majelis Umum PBB menerbitkan Resolusi Nomor 181/1947. Resolusi
ini membagi Palestina menjadi dua negara: Yahudi (56 persen) dan Palestina
(43 persen) dengan menjadikan Jerusalem dan Bethlehem sebagai corpus
separatum (bagian tersendiri), zona internasional. Pihak Zionis Yahudi
menerima resolusi itu; sebaliknya Arab Palestina dan negara-negara sekitar
menolak. Mereka menganggap suara PBB mengkhianati kehendak internasional dan
memberikan tempat hanya kepada orang Yahudi.
Sejak saat itu, perang
terus berkecamuk. Ribuan orang Palestina dipaksa keluar dan meninggalkan
kampung halaman mereka. Pada Desember 1947-1949, hampir 800.000 orang
Palestina-belasan ribu di antaranya Kristen Palestina-mengungsi. Misalnya,
pada 1948, ada 71.000 orang Palestina di Jaffa-sekitar 16.000 orang di
antaranya Kristen Palestina-terpaksa menjadi pengungsi.
Lahirnya Israel (1949)
juga menjadi Nabka bagi orang-orang Kristen Palestina. Banyak di antara
mereka tak bisa lagi merayakan Natal di kampung halaman. Kamis, 25 Desember
1947, misalnya, menjadi perayaan Natal terakhir bagi komunitas Kristen
Palestina yang tinggal di En Karem, Beisan, Al-Bassa, Suhmata, Safad, a
l-Birwa, Safad, Mansoura, dan Ma’lul (Xavier Abu Eid: Desember 2016). Sejak
saat itu, setiap kali Natal tiba, mereka dan keturunannya hanya bisa
mengenang kampung halaman; kampung yang lebih dari 2.000 tahun silam bisa
jadi pernah dikunjungi oleh Yesus Isa Almasih yang setiap tanggal 25 Desember
diperingati tanggal kelahiran-Nya.
Hari raya Natal, yang
semestinya menjadi hari kebahagiaan, hari cinta, hari persaudaraan, hari
persatuan, hari keadilan, hari kebaikan hati, dan hari perdamaian, seperti
hilang dari Tanah Palestina (dan juga di banyak tempat lain). Di mana-mana,
kuasa kebencian, kekuatan ketidakadilan, semangat permusuhan, semangat
pemecah-belahan, dan juga kuasa ketidakpedulian terhadap sesama semakin
menguat.
Bukankah semangat
persaudaraan, toleransi, kedamaian, saling menghormati, saling peduli, saling
tenggang rasa, dan kebaik-hatian telah berbilang tahun, bahkan abad
ditunjukkan oleh bersandingnya Gereja Kelahiran dan Masjid Umar ibn
al-Khattab di Bethlehem (atau antara Gereja Makam Kristus dan Masjid Umar ibn
al-Khattab di Jerusalem). Apakah semua itu akan runtuh karena hilangnya rasa
cinta, rasa saling mengasihi, rasa kepedulian, toleransi, semangat saling
menghormati sesama anak-anak Abraham? Padahal, bukankah Natal sebenarnya
adalah kesunyian yang memancarkan cinta kepada sesama? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar