Terorisme
Maritim dan Panglima Baru
Aminuddin Albek ; Komandan KRI Diponegoro-365
|
KOMPAS,
15 Desember
2017
Ditunjuknya Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai
Panglima TNI menjadi angin segar bagi upaya penebalan kekuatan TNI. Betapa
tidak, dinamika global, regional, dan nasional kini menghadapkan Indonesia
pada tantangan baru: terorisme di kawasan maritim. Isu ini mengemuka, tetapi
seperti angin lalu. Faktanya, terorisme di kawasan maritim luput dari
rancangan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Terorisme.
Ancaman nyata situasi keamanan nasional,
terutama kawasan maritim, tak bisa diabaikan. Fakta ancaman ini telah
terlihat jelas sejak ditemukannya dokumen dari markas Osama bin Laden yang
mengungkapkan ketertarikannya untuk menargetkan industri maritim sebagai
metode terorisme dalam memprovokasi krisis ekonomi ekstrem di Barat
sebagaimana diberitakan surat kabar Inggris, Guardian (20/5/2011).
Melihat kemungkinan itu, TNI mengambil
berbagai inisiatif. Salah satunya, pada 2014 dibentuk Tim Western Fleet Quick
Response (WFQR) untuk merespons ancaman keamanan di Selat Malaka, termasuk
terhadap kemungkinan aksi terorisme maritim. Inisiatif ini membukukan
kesuksesan dengan menurunnya tindak kejahatan di Selat Malaka sehingga desain
operasi ini kemudian diterapkan sebagai model untuk seluruh perairan
Indonesia, termasuk perbatasan.
Desain operasi ini lahir tidak lepas dari
menguatnya kesadaran bahwa konstelasi geografisnya menjadikan Indonesia
negara maritim. Hal ini dipertegas dengan bertambahnya luas wilayah laut
sampai 100 mil laut berdasarkan ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2017 tentang
pengesahan persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Filipina mengenai
penetapan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Selain itu, Indonesia memiliki posisi
strategis bagi poros aktivitas maritim regional dan global. Tentu kondisi ini
sangat menguntungkan di sisi ekonomi karena Indonesia harus hadir sebagai
penyedia akses jalur perdagangan di laut. Namun, di sisi lain, posisi itu
berpotensi menimbulkan kompleksitas ancaman dan tantangan bagi stabilitas
keamanan nasional, terutama kelangsungan pengelolaan sumber daya alam dan
keamanan akses itu. Sebut saja, pencurian ikan, pembajakan dan perompakan di
laut, penyelundupan barang, manusia, dan narkotika, pencemaran lingkungan
laut, keselamatan navigasi, bencana alam, dan terorisme. Hal ini tentu
menjadi tantangan prioritas yang akan dihadapi TNI saat ini maupun di masa
yang akan datang.
Terorisme
maritim
Salah satu bentuk ancaman pada domain
maritim yang terkadang luput dari perhatian publik adalah terorisme maritim.
Kompleksitas ancaman terorisme di laut sering kali diabaikan, padahal
probabilitasnya semakin meningkat. Masih segar dalam ingatan kita, betapa
paniknya pemerintah saat 10 kru kapal Brahma 12 berkebangsaan Indonesia
menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf pada 26 Maret 2016.
Setelah itu, menyusul anak buah kapal
Henry, Charles 00, dan dua kapal ikan Indonesia kembali menjadi sasaran
penculikan oleh kelompok militan yang beroperasi di Laut Sulu, Filipina.
Meskipun akhirnya dapat dibebaskan, ancaman dari kelompok teroris yang
melaksanakan penculikan terhadap kru kapal masih sangat nyata dan terus
berlanjut selama keberadaan mereka masih eksis.
Meskipun beberapa pihak berpendapat
tindakan serangan terhadap kapal-kapal yang berlayar di Laut Sulu merupakan
tindakan pembajakan murni karena bermotif ekonomi sebab pelaku meminta
sejumlah uang tebusan sebagai ganti pembebasan para sandera, tindakan
kriminal di laut dengan penggunaan kekerasan oleh kelompok teroris atau
berafiliasi dengan kelompok teroris tertentu akan semakin kompleks, terutama
dari aspek tindakan hukum ataupun dampak yang ditimbulkan.
Bagi TNI, untuk menghadapi ancaman ini,
beberapa opsi unilateral maupun multilateral dengan bekerja sama dengan
negara-negara tetangga atau satu kawasan telah dilaksanakan. TNI telah
melaksanakan pengerahan kapal perang untuk berpatroli di wilayah tersebut.
Hal ini sebagai tindakan preventif dan represif terhadap setiap ancaman yang
akan dan telah terjadi.
Bekerja sama dengan angkatan bersenjata
Filipina dan Malaysia, TNI telah menggelar operasi laut terkoordinasi bernama
”Indomalphi” sejak 19 Juni 2017. Inisiatif ini pendekatan yang sangat relevan
dan diharapkan membuahkan hasil signifikan dengan menurunnya serangan aktual
oleh kelompok militan terhadap kapal-kapal di perairan Laut Sulu dan
sekitarnya.
Namun, upaya ini masih bersifat insidental
dan belum dapat mengatasi ancaman terorisme maritim yang sesungguhnya. Tujuan
utama kelompok teroris adalah menyampaikan pesan politik dan memaksa
pemerintah atau negara melakukan sesuatu sebagai sasaran akhir yang ingin
dicapainya. Perusakan terhadap instalasi atau obyek vital maritim serta
penyerangan dengan kekerasan terhadap kapal dan krunya hanyalah cara untuk
menyampaikan pesan politik tersebut.
Namun, tindakan ini berdampak signifikan
mengingat infrastruktur publik yang berada di kawasan maritim kian beragam,
seperti pelabuhan laut, pipa minyak dan gas, kabel komunikasi serat optik,
fasilitas eksplorasi lepas pantai, dan obyek wisata, yang akan berdampak luas
secara global.
RUU
Terorisme
Bukti luputnya perhatian pemerintah
terhadap kejahatan terorisme di kawasan maritim ini terlihat dari tidak dimasukkannya
kejahatan di kapal menjadi delik dari tindak pidana terorisme. Ketentuan
Pasal 8 dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme hanya memasukkan delik kejahatan terorisme di pesawat udara.
Meski demikian, publik mafhum jika pembuat
UU pada 2003 belum memasukkan delik kejahatan di kapal laut, pelabuhan, dan
kawasan maritim sebagai bagian dari tindak pidana terorisme karena saat itu
ancaman terorisme belum meluas seperti saat ini. Namun, upaya untuk melakukan
perubahan terhadap UU Nomor 15 Tahun 2003 karena dianggap sudah tak bisa
mengikuti perkembangan kejahatan terorisme global saat ini harus dilakukan
secara komprehensif.
Tak adanya penambahan delik pidana pada
obyek vital strategis di kawasan maritim hanya akan membuat kejahatan
terorisme terus menemukan celahnya dan tidak pernah terselesaikan.
Kompleksitas penanganan kejahatan di kawasan maritim sejatinya tak bisa hanya
diselesaikan dengan pendekatan pidana konvensional. Penambahan delik pidana
kejahatan di kapal, pelabuhan, dan kawasan maritim sebagai bagian dari tindak
pidana terorisme mutlak dilakukan.
Tak pelak, perubahan UU Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme yang saat ini sedang dilakukan di DPR menjadi
momentum tepat untuk memasukkan ketentuan terorisme maritim sebagai bagian
dari delik tindak pidana terorisme.
Publik tentu memiliki harapan besar
terhadap Panglima TNI yang baru. Komitmen kuat untuk menjaga kedaulatan dan
integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia kini mutlak menjadi tugas utama
TNI. Untuk menjawab kompleksitas kejahatan di kawasan maritim saat ini,
dibutuhkan suatu pedoman, strategi, dan prioritas dalam tataran strategis,
operasional, dan taktis nasional, khususnya dalam menghadapi ancaman
kejahatan terorisme maritim.
Kondisi ini tentu kian menuntut TNI sebagai
alat pertahanan negara untuk beradaptasi dan mencari strategi yang inovatif
yang mampu menjawab atau mengatasi berbagai tantangan itu. Tentu menjadi
tantangan baru bagi TNI dalam memformulasikan cara bertindak terbaik untuk mengatasinya,
terutama untuk melihat kembali aturan hukum tentang penanggulangan terorisme
maritim di Indonesia.
Akhirnya, ancaman terorisme maritim sudah
saatnya diantisipasi dan dicarikan strategi terbaik untuk menghadapinya. Pada
salah satu aspek inilah TNI dipandang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang
utama dalam upaya penanggulangan terorisme, terutama pada domain dirgantara.
Harapannya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga mulai memberikan
perhatian yang lebih terhadap keamanan maritim nasional, khususnya terorisme
maritim.
Hal ini dapat dilihat pada desain operasi
dan upaya modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) seperti apa
yang akan dilakukan ke depan bagi TNI serta keterlibatan TNI sebagai salah
satu alat negara dalam penanggulangan terorisme. Kita tunggu apa yang akan
dilakukan oleh Panglima TNI ke depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar