Belajar
dari Grenfell
Neli Triana ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
26 Desember
2017
Kelalaian hampir selalu
berujung musibah. Kelalaian menata kota terbukti memicu bencana kemanusiaan. Jangan
mau terus terulang. Mari belajar dari tragedi di sepanjang 2017 ini.
Menara Grenfell di
Kensington North, London barat, Inggris, terbakar hebat di pertengahan tahun
ini. Kompleks apartemen milik pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah itu dilalap api dan menewaskan sekitar 80 penghuninya.
Saat ini, para penghuni
yang selamat didukung sebagian masyarakat Inggris dan pemerhati masalah
keamanan publik memperjuangkan penegakan hukum atas tragedi Grenfell. Tragedi
yang diyakini disebabkan oleh kelalaian pengelolaan, pembangunan, juga
pengawasan terhadap kelaikan gedung tinggi untuk hunian publik itu.
Bukti kelalaian itu antara
lain dipaparkan dalam artikel ”Building
Regulations Unfit for Purpose, Grenfell Review Finds” di The Guardian, 18
Desember lalu, yang membahas laporan ”Building a Safer Future, Independent
Review of Building Regulations and Fire Safety: Interim Report” oleh Dame
Judith Hackitt. Laporan Hackitt yang baru saja dipublikasikan bulan ini
merupakan sebuah tinjauan peraturan bangunan yang dilakukan setelah kebakaran
di Grenfell. Hackitt menemukan bahwa sistem di London berjalan tak sesuai
dengan tujuan dan terbuka terhadap penyalahgunaan oleh ”mereka” yang berusaha
menghemat uang. Mereka yang dimaksud adalah kontraktor, pengelola, pengawas,
dan instansi pemerintah terkait.
Menara Grenfell didirikan
tahun 1974 dan baru selesai direnovasi dengan biaya sekitar 10 juta
poundsterling tahun 2016. Diyakini, kontraktor menggunakan bahan yang tidak
aman, seperti pelapis fasad yang justru meningkatkan intensitas jalaran api.
Para penghuni, mayoritas imigran, yang mendiami 120 unit apartemen Grenfell
tercatat sudah berkali-kali menyampaikan keluhan kepada manajemen soal
kekhawatiran akan risiko kebakaran.
Puncaknya, pada 14 Juni
2017 subuh itu, api sedemikian cepat merambat dari lantai 2 ke lantai 24 dan
sangat sulit dipadamkan. Gedung ini ternyata juga hanya memiliki satu pintu
masuk dan keluar sehingga menyulitkan evakuasi.
Dalam kata pengantar
laporannya, Hackitt mengatakan terkejut terhadap beberapa praktik yang telah
dia temukan. ”Pola pikir melakukan hal-hal semurah mungkin dan melemparkan
tanggung jawab atas masalah dan kekurangan kepada orang lain harus
dihentikan,” tulisnya.
Penggunaan pelapis tembok
seperti di Grenfell juga ditemukan di beberapa gedung tinggi lain di London.
Hal ini mengundang tekanan kepada pemerintah pusat dan kota untuk berbenah.
Korban Grenfell yang selamat didukung masyarakat terus mendesak hingga
akhirnya pemerintah pusat memutuskan ada investigasi publik atas bencana
mengerikan ini.
Perjalanan mungkin masih
panjang bagi korban Grenfell untuk mendapatkan keadilan. Namun, warga kota
London yang paham hak dan tanggung jawabnya tak lelah berupaya agar
masyarakat, khususnya mereka yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah,
tidak terus jadi korban ketidakadilan kebijakan pemerintah.
Tragedi
Kosambi
Bagaimana dengan
Indonesia, khususnya metropolitan Jakarta dan sekitarnya?
Tragedi tak kalah buruk
menimpa pada Kamis, 26 Oktober 2017, sekitar pukul 09.00. Pabrik pembuatan
kembang api di Desa Belimbing, Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang terletak
tak jauh dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, meledak dan membunuh sedikitnya 48
pekerja serta melukai 46 orang lainnya. Sebagian korban tewas adalah pekerja
usia remaja.
Penyebab peristiwa ini,
menurut penyelidikan polisi, adalah aktivitas tukang las di atap tepat di
atas timbunan bahan utama kembang api. Percikan api dari alat las memicu
ledakan dan kebakaran hebat yang nyaris meluluhlantakkan keseluruhan bangunan
pabrik seluas lebih dari 500 meter persegi dengan lebih dari 100 pekerja itu.
Getaran ledakan dirasakan oleh warga yang bermukim di sekitar pabrik produsen
puluhan hingga ratusan ton kembang api per hari tersebut.
Polisi menetapkan tiga
tersangka atas kasus Kosambi. Pemilik pabrik, direktur operasional, dan
tukang las. Dua tersangka kini diproses hukum, sementara tukang las turut
menjadi korban meninggal dalam kobaran api.
Tiga bulan berlalu usai
bencana Kosambi. Tak terdengar lagi kelanjutan investigasi kasus itu.
Padahal, kasus ini diyakini merupakan dampak kesemrawutan pemerintah daerah
dalam mengelola dan menerbitkan izin di sentra industri. Di luar pabrik yang
hangus terbakar, PT Panca Buana Cahaya Sukses tetap menjalankan aktivitasnya
di kantor pusat dan pabrik cabang yang disebut-sebut berada di Jakarta Barat.
Padahal, perusahaan itu terbukti lalai menjaga keselamatan pekerjanya, bahkan
merekrut pekerja di bawah umur. Di samping itu, tidak ada tuntutan hukum bagi
aparat pemerintah yang tidak menyediakan infrastruktur memadai di wilayahnya.
Catatan Kompas
menunjukkan, dalam 17 tahun terakhir terjadi 10 kali kebakaran besar di
Kecamatan Kosambi. Di Desa Belimbing saja, hingga saat ini terdapat 75 pabrik
dan 30 gudang. Belum pabrik dan gudang di desa-desa lain di Kosambi juga
kawasan lain yang berbatasan dengannya yang masuk wilayah kota tetangga, Kota
Tangerang. Karena itu, sebagian warga berpindah mata pencarian dari petani
menjadi buruh pabrik. Penduduk pendatang dari daerah lain berdatangan ke
Kosambi dan sekitarnya. Hal itu ditandai menjamurnya rumah petak kontrakan.
”Saya melihat pelayanan
pemerintah daerah sangat minim. Kapasitas jalan di sentra industri kurang.
Apakah pemda hanya mengambil pemasukan dari penerbitan izin?” kata anggota
Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka, seperti dikutip harian ini pada Senin, 30
Oktober 2016.
Mursan (55), warga Desa
Belimbing, yang tinggal di wilayah itu selama 30 tahun, mengatakan, tidak
pernah ada pencegahan kebakaran dari pemilik pabrik dan gudang ataupun
pemerintah daerah. Padahal, sebagian besar pabrik dan gudang di desa ini
berbatasan langsung dengan permukiman warga. Selain itu, pipa aliran gas ke
Bandara Soekarno-Hatta juga ditanam di sini. Hanya ada beberapa papan
peringatan bahaya kebakaran di bahu Jalan Salembaran Pipa, Desa Belimbing.
Prosedur administrasi
perizinan pabrik kembang api pun nyaris tak disentuh untuk diinvestigasi.
Bahan utama kembang api yang jelas mudah meledak bisa begitu banyak terkumpul
di satu tempat dan tak terjelaskan berasal dari mana.
Penataan kawasan Kosambi
dan kawasan sekitarnya yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta,
tepatnya dengan Jakarta Barat, juga dipertanyakan. Bagaimana kawasan pabrik
dan pergudangan menyatu dengan permukiman yang kelengkapan infrastruktur
seperti akses jalan sempit dan peralatan antisipasi kebakaran minim.
Presiden Joko Widodo
pernah menitahkan agar ada penyelidikan tuntas atas musibah ini. Di akhir
tahun ini, baru ada kabar rencana penataan ruang kembali di pesisir Pantai
Utara Kabupaten Tangerang, termasuk Kosambi. Apakah ini reaksi atas musibah
Kosambi dan upaya antisipasi pertumbuhan kota agar lebih terkendali?
Sepertinya, masih belum jelas.
Perjuangkan
hak
Ketidakjelasan pengelolaan
kota ini sebelumnya telah mengemuka ketika pusat perbelanjaan Cinere Bellevue
Mall, Kota Depok, terbakar pada 4 Oktober 2017. Api berasal dari ruang trafo
di lantai basement yang merambat ke lantai dasar dan lantai 1 serta
berpotensi menjalar ke apartemen. Api baru bisa diatasi setelah sekitar 24
jam petugas pemadam berjuang di lokasi.
Terhitung hingga di
pengujung tahun ini, Jakarta dengan 10 juta jiwa penduduknya dan bertaburan
gedung jangkung dengan ketinggian di atas 100 meter baru memiliki satu mobil
tangga pemadam dengan tinggi maksimal 90 meter. Peralatan pemadam lainnya pun
terbatas jumlahnya, apalagi di kota-kota di sekitarnya.
Di luar keamanan gedung
tinggi, pemadaman di perumahan atau kampung tak luput dari kekurangan.
Ruas-ruas jalan sempit susah ditembus mobil pemadam dan keterbatasan sumber
air untuk pemadaman. Juga minim sanksi atas kurangnya kesadaran masyarakat
dan instansi terkait dalam pemasangan dan perawatan instalasi listrik nyaris
tak berubah sejak 5-10 tahun lalu. Rata-rata terjadi 1-3 kebakaran tiap hari
di Jakarta.
Kerugian, keluhan, dan
ketidakpuasan warga terkait tipisnya upaya antisipasi kebakaran tidak pernah
maksimal tertangani. Belum muncul kesadaran massal menuntut
pertanggungjawaban pihak berwenang.
Jadi, inilah wajah
metropolitan kita. Begitu cemerlang dengan kehadiran bangunan-bangunan tinggi
menjulang berlapis dinding kaca, jalan-jalan tol mulus terus dibangun,
kawasan-kawasan elite bermunculan hampir di setiap sudut Jabodetabek. Di
kawasan sekitar Bandara Soekarno-Hatta, misalnya, direncanakan menjadi aerocity
atau aetropolis, kota berbasis pengembangan bandara.
Namun, di depan mata pula,
ketidakseimbangan berlangsung. Infrastruktur mendasar penjamin keselamatan
warga belum terbangun. Antisipasi kebakaran hanyalah satu dari sekian banyak
infrastruktur pelayanan kebutuhan warga sekaligus menjamin keamanannya.
Padahal, Shakespeare,
seperti dikutip dalam buku The City
Reader, menulis ”the people are the city". Masyarakat yang dimaksud
jelas merujuk pada semua orang penghuni kota, tak peduli latar belakangnya.
Kebutuhan merekalah yang mutlak harus dipenuhi oleh pengelola kota. Saatnya
berani bersuara, perjuangkan hak. Jangan kalah dengan korban Grenfell. ●
|
||Satu Akun semua jenis Game ||
BalasHapusGame Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan, Casino
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
WhastApp : 0852-2255-5128