Korupsi
dan Malaadministrasi
Ahmad Suaedy ; Anggota Ombudsman Republik Indonesia
|
KOMPAS,
29 Desember
2017
Langkah
pertama untuk melakukan reformasi dan perbaikan adalah dengan mengakui adanya
penyakit pada birokrasi (”bureaupathologies”) dan menganggap itu sebagai
sesuatu yang serius. Tanpa itu, salah kelola pemerintahan akan terus
berlangsung dan membuat kerusakan.
Gerald
E Caiden
Di depan forum perayaan
Hari Antikorupsi, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengakui
Indonesia belum serius dalam pemberantasan korupsi (Kompas, 10/12/17).
Presiden juga mengakui
bahwa penataan pelayanan publik dan birokrasi merupakan hal yang penting
untuk pencegahan korupsi. Meskipun indeks prestasi antikorupsi Indonesia naik
tahun ini, fenomena korupsi justru tampak marak dengan contoh banyaknya
kepala daerah serta anggota DPR dan DPRD yang ditangkap karena korupsi.
Pemberantasan korupsi dan
juga pemberantasan pungli tidak bisa berdiri sendiri meskipun secara
kelembagaan bisa saja dipisah. Sebagai kata majemuk pun bisa dimaklumi bahwa
”pemberantasan korupsi” hanya mengejar target apa yang sudah terjadi dengan
menyisihkan aspek-aspek penyebab dasarnya.
Hal ini wajar mengingat
pemberantasan korupsi dan khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru
dibentuk pada awal era Reformasi ketika korupsi sudah begitu menggurita,
bukan hanya besaran korupsinya, melainkan juga jejaring dan aktor-aktornya.
Oleh karena itu, meskipun telah dilakukan penangkapan dan pemenjaraan serta
penyitaan harta hasil korupsi dan mungkin pemiskinan, fenomena korupsi masih
terus marak.
Awal
dan akar
Kutipan dari Caiden dalam
tulisannya berjudul ”What Really is Public Maladministration?” di atas
menunjukkan bagaimana malaadministrasi dan korupsi yang merusak harus
ditangani dari akar dan sejak awal, tidak bisa hanya dicegat di tengah jalan,
apalagi di ujung jalan. Sebab, dari titik awal berangkat ke tengah perjalanan
telah terbangun suatu jejaring, aktor-aktor
dan bahkan tradisi terjadinya korupsi yang tidak mudah diurai.
Hal ini tentu saja tidak
mengurangi pentingnya pemberantasan yang diperankan oleh KPK selama ini.
Jika hendak serius
menangani korupsi dan memperkuat antikorupsi—tentu saja tanpa mengabaikan pentingnya
peran KPK—pemerintah dan juga masyarakat mesti memulai dari hal dasar dan
awal yang menyebabkan itu terjadi, yaitu gejala terjadinya malaadministrasi.
Dalam rumusan Ombudsman RI, ada sepuluh jenis malaadministrasi dan bisa
dikatakan kesepuluhnya mengarah atau menjadi penyebab terjadinya korupsi.
Kesepuluh jenis
malaadministrasi tersebut adalah tidak memberikan pelayanan, penundaan
berlarut, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur,
permintaan imbalan, tidak patut, berpihak, diskriminasi, dan konflik
kepentingan.
Dari sepuluh hal tersebut,
ada beberapa malaadministrasi yang tidak bisa dijangkau oleh antikorupsi dan
antipungli, tetapi menjadi penyebab sangat penting terjadinya korupsi.
Diskriminasi, berpihak, dan tidak patut adalah contoh untuk itu. Namun, yang
terpenting di sini adalah semua
malaadministrasi harus menjadi perhatian bagi pencegahan oleh setiap
penyelenggara pelayanan publik.
Kultur
dan sistemik
Berbeda dengan proses
hukum atau peradilan pidana di dalam antikorupsi yang efektivitas dan
sanksinya mengarah kepada pelaku individu, maka efek dari sanksi produk
Ombudsman tidak hanya kepada individu, melainkan bersifat sistemik dan
organisasional.
Sanksi dan efektivitas
produk Ombudsman tidak berada di Ombudsman, melainkan di dalam struktur
institusi pelayanan publik itu sendiri. Peran kepemimpinan, atasan, dan
sistem sanksi yang efektif penting di sini.
Dengan kata lain,
penegakan integritas, pengawasan sejak dini dalam penyimpangan sekecil apa
pun, penegakan sanksi secara efektif, serta pembangunan tradisi sejak awal
dalam institusi pelayanan publik itu sendiri menjadi kunci bagi terbangunnya
tradisi dan sistem antikorupsi.
Perlu ada semacam
pembahasan dan pendekatan komprehensif bahwa seluruh perilaku itu sebagai
bagian dari akar korupsi serta strategi pencegahan dan pengawasannya sehingga
terbangun kultur, mekanisme, dan sistem sejak semula.
Di samping itu, pemerintah
perlu mendorong agar semua penyelenggara pelayanan publik menjadikan semua
jenis malaadministrasi sebagai sistem pencegahan dan pengawasan yang efektif
di dalam institusi itu.
Lebih jauh dari itu,
penting bagi institusi penyelenggara pelayanan publik untuk membuat aturan
bahwa pelaku malaadministrasi yang tidak melaksanakan produk Ombudsman RI, baik
melalui konsiliasi, mediasi, rekomendasi, maupun saran, memperoleh sanksi
tegas dari atasan dan organisasi. ●
|
||Satu Akun semua jenis Game ||
BalasHapusGame Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan, Casino
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
WhastApp : 0852-2255-5128