Negara-negara
Besar ”Kekanak-kanakan”
Simon Saragih ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
15 Desember
2017
Negara-negara besar anggota Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) bertindak aneh-aneh. India dan AS misalnya
mengusulkan ide yang mengernyitkan dahi 164 negara anggota lainnya. Sikap
kekanak-kenakan negara-negara besar anggota WTO juga jelas terlihat dari
pertemuan tingkat menteri ke-11 oleh 164 negara anggota. Maka tidak heran
jika pertemuan sudah bubar sebelum waktunya.
Hal ini tertangkap dari pertemuan di Buenos
Aires, Argentina, yang berlangsung periode 10-13 Desember. Meski demikian,
Dirjen WTO Roberto Azevedo menegaskan perdagangan dunia tidak akan
terhentikan. “Sistem begitu kuat,” katanya.
Namun, sangat disayangkan sikap
negara-negara besar. Pertemuan berakhir tanpa ada kesepakatan tentang apa
pun. Ini termasuk karena ulah India, lewat Menteri Perdagangan Suresh Prabhu.
Dia datang dengan niat agar para menteri WTO menyetujui kesepakatan tentang
ketahanan pangan.
Prabhu menegaskan tidak akan ada
kesepakatan lain di WTO jika tidak ada kesepakatan tentang ketahanan pangan
dunia. Sesungguhnya tidak ada yang tertarik dengan tawaran India.
Walaupun ketahanan pangan perlu tetapi
momentum dan lokasi India menuntut sangat tidak pas. Usulan India ditanggapi
dingin dan memang tidak membumi dan gagal.
Prabhu mengatakan walau usulan gagal
tetapi, “India menang, sebab sekaligus berhasil menggagalkan kesepakatan
sementara atas isu lain seperti subsidi perikanan dan program tentang
perdagangan digital”.
Prabhu sendiri dicerca oleh media di
negaranya. “Di WTO, tidak jelas mengapa Suresh Prabhu memperjuangkan stok
pangan, sebuah isu yang tidak berguna,” demikian dituliskan di situs
Financial Express edisi 13 Desember.
Sebuah situs lain di India, FirstPost,
edisi 15 Desember, juga mengkritik usulan Prabhu. Mendag India ini dianggap
mengajukan isu usang. FirstPost menuliskan, “Bahkan tidak bisa dipungkiri
program nasional soal pengamanan pangan yang diimplementasikan di India tidak
menguntungkan petani dan keluarga yang miskin akut”.
Dilanjutkan, haruskah India manganulir
kesepakatan-kesepakatan lain karena kegagalannya soal ketahanan pangan?
Bukankah India suatu saat diuntungkan dengan kesepakatan lain yang menjadi
kepentingannya? Selain pertanian, India juga unggul dalam teknologi
informasi.
Meninggalkan
pertemuan
Hal yang paling menjengkelkan pada
pertemuan tingkat menteri WTO ini adalah tindakan kasar Kepala Perwakilan
Dagang AS Robert Lighthizer. Datang dengan niat melemahkan sistem hukum WTO
yang menangani sengketa dagang, AS misalnya tidak kunjung menyetujui
pengisian kekosongan posisi hakim di Dispute Settlement Body (DSB).
Lighthizer malah tak segan menuduh WTO kehilangan fokus padahal WTO sedang
mencoba fokus.
Gagal dengan tujuannya secara resmi lewat
WTO, Lighthizer langsung meninggalkan pertemuan pada hari Selasa (12/12).
Pertemuan yang berakhir pada hari Rabu pun langsung seperti bubar sendiri.
WTO memiliki sistem aklamasi saat memutuskan sesuatu. Hengkangnya AS membuat
semangat untuk mencari aklamasi tidak bisa diwujudkan.
Sama seperti India, AS pun dikritik
medianya sendiri. “Dulu merupakan pendukung terbesar WTO. Kini AS menjadi
pihak yang paling skeptis dengan WTO,” demikian harian The New York Times,
edisi 10 Desember.
Demikian pula Uni Eropa (UE) lewat Ketua
Komisi Perdagangan UE Cecilia Malmstrom. Dia menuduh China sebagai negara
non-pasar, sebuah ucapan yang bertujuan memojokkan China. Jepang dan AS
sama-sama sepakat menekankan hal ini untuk menekan China, yang dimulai UE.
Bai Ming, seorang peneliti di Akademi China
tentang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi (Chinese Academy of
International Trade and Economic Cooperation), menyatakan kejengkelan lewat
harian China, The Global Times, edisi 10 Desember. “UE dan AS telah bertindak
tidak rasional dan tidak bertanggung jawab dengan menolak status China
sebagai negara pasar. Padahal ini adalah janji yang sudah mereka nyatakan
bahwa China akan diberi status negara pasar. Mereka telah mengabaikan
peraturan WTO,” lanjut Bai.
Tampaknya semua orang, khususnya negara
besar, membenci WTO. Akan tetapi, para anggota WTO ini tidak mampu menawarkan
solusi terbaik ketimbang mengutamakan niat sepihak. “Setiap negara di dunia
membenci WTO, mereka juga membenci alternatifnya. Lalu adakah solusi lain,”
kata Rufus Yerxa, Presiden National Foreign Trade Council, yang juga mantan
Wakil Dirjen WTO .
Memang negara-negara besar anggota WTO
tidak salah jika dikatakan “kekanak-kanakan”. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar