Trump
Mempersatukan Dunia untuk Melawannya
Ikhwanul Kiram Mashuri ; Penulis Kolom RESONANSI Republika
|
REPUBLIKA,
18 Desember
2017
Setiap
keputusan tentu ada sisi positif dan negatif. Termasuk keputusan Presiden
Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota
Israel. Sebagai bentuk pengakuan itu, Trump juga akan memindahkan Kedubes AS
dari Tel Aviv ke Kota Suci itu. Lalu di manakah sisi positifnya? Jawabannya
adalah seluruh dunia kini untuk pertama kalinya bangkit bersatu melawan
Zionis Israel dan sekutunya, Amerika Serikat. Dan, yang mempersatukan dunia
itu adalah Presiden Trump.
Posisi
AS-Israel di satu sisi dan seluruh dunia di sisi lain tentu bukan biasanya,
alias luar biasa. Lihatlah, sidang Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) beberapa hari setelah keputusan Trump itu. Sejumlah 14 negara
anggota DK PBB bersatu melawan Washington yang sendirian. Keputusan mengenai
Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak ada yang mendukung kecuali AS
sendiri. Inilah yang semestinya membuka mata si Trump.
Apalagi,
kondisi dalam negeri AS sendiri sedang memburuk. Begitu juga Israel. Bahkan
sebelum keputusan Si Trump tersebut. Sikap congkak tentu bukan pintu
kemenangan bagi AS. Bisa saja negara itu justru terjerumus dalam bahaya bila
salah perhitungan. Di pihak Palestina memang harus membayar dengan darah.
Namun,
mereka akan mendapatkan ganti yang lebih banyak. Mantan direktur intelijen
Israel, Ami Ayalon, telah menyampaikan tentang ‘kondisi eksplosif’ yang akan
dihadapi negaranya. Sementara itu, para pimpinan militer Israel juga telah
memperingatkan otoritas politik negara itu mengenai situasi keamanan yang
memburuk.
Semua
itu terjadi seiring dengan perubahan sikap masyarakat Eropa terhadap konflik
Palestina-Israel. Gambaran tentang penderitaan, ketidakadilan, pelecehan, dan
penghinaan yang dihadapi warga Palestina setiap hari yang beredar di media
sosial telah membuka mata mereka.
Juga
keberadaan komunitas Arab dan Muslim di Eropa yang terus bertambah, baik
karena kelahiran maupun imigrasi. Kemarahan mereka, terutama anak-anak muda,
akan sangat membahayakan keamanan nasional di negara-negara Eropa.
Apalagi,
mereka pun masih menghadapi bahaya penyebaran terorisme, terutama dari
anak-anak muda yang telah bergabung dengan kelompok-kelompok teroris di Timur
Tengah. Beberapa bom dan aksi bunuh diri telah membuat para pemimpin Eropa
lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Mendukung keputusan Trump justru
bisa mempersubur kelompok-kelompok ektremis dan radikalis.
Keberadaan
generasi ketiga para imigran Arab dan Muslim juga telah membuat suara
Palestina terdengar nyaring di Eropa. Mereka sangat aktif membela dan
mempromosikan kepentingan Palestina. Antara lain dalam bentuk aksi-aksi unjuk
rasa di depan sejumlah Kedubes AS di negara-negara Eropa. Aksi-aksi
demonstrasi mereka ini tidak kalah penting dengan aksi-aksi serupa di
negara-negara (mayoritas) Muslim.
Apa
yang kita sampaikan ini adalah fakta. Menurut Susan al-Abtah, pengamat Timur
Tengah dan dosen di Universitas Lebanon, pada 1970-an, orang-orang Eropa
banyak yang tidak tahu letak Palestina itu. Berbagai media -- aktu itu media
cetak dan televisi-- lebih banyak menulis atau menyiarkan dokumentasi tentang
penyiksaan Nazi terhadap orang-orang Yahudi di Eropa. Tak mengherankan bila
kemudian mereka cenderung mendukung Zionis Israel.
Dengan
gambaran seperti itu, AS dan Israel sebenarnya tidak sekuat yang kita
bayangkan, hingga berani mengambil keputusan sepihak mengenai Yerusalem. Di
tangan Presiden Trump, AS justru akan semakin terkucilkan dari pergaulan
dunia.
Apalagi,
sebelum keputusan tentang Yerusalem ini, AS telah keluar dari Kesepakatan
Iklim Paris dan menarik diri dari keanggotaan perjanjian perdagangan
Kemitraan Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP). Trump juga telah
menerapkan larangan masuk ke AS bagi sejumlah negara berpenduduk mayoritas
Muslim, yang kemudian menuai berbagai kecaman.
Konflik
Palestina-Israel sebenarnya adalah masalah politik. Namun, para pemimpin
Israel kemudian membawa konflik ini ke dimensi agama, terutama ketika ingin
merampas dan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota negara mereka. Mari kita
simak pidato Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon saat sidang DK PBB
pascakeputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Danon
mengatakan,"Raja Daud yang mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota orang
Yahudi sejak 3.000 tahun lalu dan, karena itu, akan tetap menjadi ibu kota
Israel."
Dia
menambahkan, Yerusalem disebutkan dalam Alkitab sebanyak 660 kali, "dan
ingatlah orang-orang Yahudi saat lahir dan menikah, dan saat mereka berdoa
tiga kali sehari…" Tidak hanya itu, Danon juga menunjukkan uang logam
yang dia katakan ditemukan di Kota Suci dan tertulis kata Yerusalem dalam
bahasa Ibrani. Ia mengklaim uang logam itu dibuat 67 tahun sebelum Masehi
(SM).
Pada
sidang yang sama, Duta Besar AS untuk PBB Neki Hailey menyatakan, orang-orang
Yahudi sangat sabar karena mereka telah menunggu 3.000 tahun. AS, kata dia,
tidak bisa bersabar untuk menunggu lebih lama lagi. Yerusalem telah menjadi
ibu kota Israel selama 70 tahun.
Amerika
hanya mengakui kenyataan tersebut, yang ditolak oleh orang lain. Yang lebih
buruk lagi, Hailey menggambarkan organisasi internasional tersebut memusuhi
Israel dengan cara yang memalukan.
Pernyataan
Danon dan Hailey tentu hanya klaim sepihak. Sebab, Yerusalem merupakan kota
suci bagi tiga agama. Umat Islam dan Kristiani tentu bisa membuktikan secara
sah dan sahih bahwa Yerusalem merupakan kota suci mereka, baik secara
historis maupun menurut kitab suci.
Bagi
umat Islam, Yerusalem disebut sebagai al-Quds al-Syarif. Masjid al-Aqsa yang
berada di kota itu merupakan kiblat pertama dan tempat suci ketiga umat Islam
setelah Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi.
Itulah
sebabnya DK PBB beberapa kali mengeluarkan resolusi yang menganggap
pembangunan permukiman Yahudi di Yerusalem dan wilayah-wilayah Palestina yang
dijarah Israel sejak 1967 ilegal alias tidak sah. Bahkan UNESCO beberapa
bulan lalu memutuskan,"pendudukan Israel atas Yerusalem sebagai tidak
memiliki wewenang hukum".
Kini
keputusan Presiden Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel
telah membangkitkan sebuah generasi dunia yang selama ini kurang peduli
kepada Palestina. Mereka bangkit untuk melakukan aksi-aksi unjuk rasa melawan
keputusan Presiden Trump dan Zionis Israel.
Mereka
bangkit untuk membela bangsa Palestina yang selama ini terzalimi. Di antara
mereka banyak yang tidak mengerti arti penderitaan atas sebuah penjajahan.
Namun,
kini keputusan dari seorang Trump telah membangkitkan mereka untuk memahami
sejarah dan peduli pada penderitaan bangsa lain. Tidak terbayangkan
sebelumnya, sebuah pidato singkat telah bisa mempersatukan bangsa-banga di
dunia untuk melakukan demonstrasi besar-besaran dari Jakarka, Kuala Lumpur,
hingga Washington dan kota-kota besar lainnya di lima benua.
Karena
itu, keputusan Trump untuk melawan dunia sungguh keberanian yang tiada tara,
yang tidak dimiliki oleh seorang pemimpin dunia mana pun sejak puluhan tahun
lalu. Setiap Presiden AS bahkan harus menunda ‘bom waktu Yerusalem’ hingga
tercapai perjanjian damai Palestina-Israel, khawatir bom itu meledak dan
mengenai wajah mereka, kecuali Presiden Trump.
Ya,
si Trump yang oleh sebab-sebab tidak jelas mengambil keputusan gila.
Keputusan yang akan mengucilkan AS dari kehendak dunia. Kita harus terus
melawan keputusan Trump hingga bangsa Palestina memperoleh kemerdekaan dengan
ibu kotanya, al-Quds (Yerusalem Timur). ●
|
PROMO WOW..... ANAPoker
BalasHapus+ Bonus Extra 10% (New Member)
+ Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
+ Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
+ Bonus 20.000 (ALL Members)
BERLAKU UNTUK SEMUA GAME PERSEMBAHAN DARI IDNPOKER
POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10
BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON
Semua Hanya bisa didapatkan di ANAPoker
- Minimal Deposit Yang terjangakau
- WD tanpa Batas
Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
WhatsApp | 0852-2255-5128 |