APBD
DKI, Pilkada Langsung,
dan
Amendemen UUD 1945
Prijanto ; Aster KSAD 2006-2007; Wakil Gubernur DKI 2007-2012
|
KORAN
SINDO, 14 Desember 2017
TOPIK ILC TVOne, 29 November 2017 “RAPBD DKI: Serangan Pertama
untuk Anies-Sandi” cukup seksi. Patut diprediksi, akan ada serangan
berikutnya. Padahal, dari dulu APBD selalu menjadi sorotan, namun tidak
setajam di tahun 2018. Prijanto ketika Wagub DKI, pernah menyorotinya
dalam tiga buku.
Komentar Andrinof A Chaniago, dalam buku Mengintip APBD dan Pembangunan Jakarta (Oktober 2009): “.... perkembangan terkini pembangunan Jakarta dalam buku ini selayaknya disambut oleh para pemangku amanah, terutama legislatif dan aparat eksekutif.” Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni: “Hanya datang dari seseorang yang memiliki tekad mewujudkan clean and good governance yang mau menganalisis sekaligus mengkritik proses perjalanan pembangunan Jakarta melalui APBD, dst.” Buku Andaikan Aku atau Anda Gubernur Kepala Daerah (Oktober 2011) dikomentari Laode Ida (Wakil Ketua DPD): “Bagi kalangan praktisi dan pengambil kebijakan pembangunan dan anggaran, buku ini seharusnya menjadi referensi. Pengelolaan anggaran sebagaimana penulis idealisasikan menjadi hal penting dst.” Mengawal Uang Rakyat merupakan buku yang ditulis di akhir jabatan Prijanto. Buku dibedah oleh Effendi Gazali, Wanda Hamidah (DPRD) dan Ridwan Saidi (tokoh Betawi) pada 12 Desember 2012 di Hotel Borobudur. Buku ini berisi langkah-langkah yang sebaiknya diambil agar publik terlibat sehingga APBD transparan dan akuntabel. Buku tersebut diterima Ahok yang hadir pada acara tersebut. Cerita di atas dimaksudkan sebagai bukti kisruh APBD DKI sudah sejak dulu. Salah satu buku dikomentari J Kristiadi, peneliti senior CSIS secara tajam: “....buku ini dapat dikatakan ‘melawan arus banalisasi kemungkaran’... dst.” Walau begitu, polemik di era Gubernur Foke tidak ada aroma politik atau ketidakpuasan pilkada. Mengapa, kala itu patut diduga tidak ada kekuatan yang menunggangi PKS yang kalah dalam Pilkada 2007. Berbeda dengan itu, di era Gubernur Jokowi dan Anies ada aroma politik. “Melihat anggaran Pemda DKI, saya kangen Ahok” salah satu contoh kritik saat ini. Media juga ada yang bermain, memuji Ahok, menyerang Anies-Sandi. Ada indikasi APBD dimanfaatkan sebagai alat membunuh karakter lawan politik, sehingga indikasi perpecahan saat pilkada terus bergulir. Persoalan RAPBD dan APBD DKI Jakarta Kisruh RAPBD itu di seputar alokasi dana dan macam program di SKPD karena ada kepentingan komisi-komisi di DPRD. Rancangan dari eksekutif perlu dikoreksi karena berbagai kepentingan campur aduk. Mekanisme koreksi lewat pembahasan di DPRD. Tidak bisa hanya membaca website DKI tentang anggaran lalu mengkritik lewat media, tanpa mendengar penjelasan. Sebagai ilustrasi, dalam website anggaran terlihat ada kenaikan belanja modal. Tidak benar jika terus berprasangka negatif, tanpa mendengar penjelasan. Mengapa besar, pasti ada penjelasan eksekutif. Ketika membaca PAUD dapat anggaran APBD, padahal PAUD dapat anggaran APBN, buruk sangka muncul, duplikasi. Setelah dijelaskan, ternyata dari APBN untuk operasional, sedangkan dari APBD untuk honor guru. Sesungguhnya, sudah ada sistem yang melibatkan publik, agar anggaran transparan, tepat guna, berdaya guna, dan akuntabel. Publik mengontrol melalui website, menanyakan dan saran lewat pembahasan di DPRD DKI. Jurus politik yang umum adalah (1) memuji tokoh sendiri (2) kill the meseger/membunuh karakter lawan politik (3) mengacak sistem dan merusak situasi. Hendaknya jurus-jurus ini tidak menggunakan APBD sebagai wahana ketidakpuasan hasil pilkada langsung. Pilkada Langsung dan Amandemen UUD 1945 UUD 1945, terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan, memiliki 16 bab. Setelah diamendemen, UUD 1945 hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Walau tertulis sama 16 bab, tetapi ada keanehan, Bab IV hasil amendemen kosong melompong. Dari berbagai diskusi dan kajian, undang-undang dasar (UUD) hasil amendemen diketemukan banyak hal yang patut dinilai menyimpang dari cita-cita para founding fathers. Bambang Wiwoho, jurnalis senior, dalam artikelnya “Perbaiki Sistem Ketatanegaraan yang Amburadul” memvisualisasikan UUD 1945 bagaikan pohon kehidupan, di mana seluruh denyut kehidupan bangsa dan negara tergantung kepadanya. UUD 1945 hasil amendemen 2002 saat ini menjadi sumber segala produk hukum dan aturan berbangsa dan bernegara bak pohon beracun, benih, sampai buahnya beracun. Mengamandemen UUD 1945 telah merusak sistem, melahirkan berbagai aturan yang memunculkan ancaman krisis moral. Demikian B Wiwoho. Secara faktual, persatuan dan kerukunan masyarakat hampir di semua lapisan kehidupan terganggu akibat pilpres dan pilkada langsung. Stigmatisasi anti-Pancasila, antikebinekaan, tuduhan intoleran, ujaran kebencian dan tindakan permusuhan, menjamur dengan alamat yang tidak jelas. Walau pilpres dan pilkada sudah usai, suasana bersaing dan beda pendapat berlangsung sampai ketemu pilpres dan pilkada berikutnya. Pilpres diatur dalam Bab VIIB UUD hasil amendemen dan pilkada langsung jabaran dari Pasal 22E (6) Bab VIIB. Pertanyaan kritisnya, apakah sistem pemilu tersebut disengaja pihak asing karena melihat kemajemukan bangsa Indonesia bisa dieksploitasi menjadi konflik? Mengapa asing kita curigai? Karena proses amendemen UUD 1945 patut diduga kuat didanai lembaga keuangan internasional dan LSM asing ikut campur (John Mempi, Di Balik Amandemen UUD 1945 ). Rekomendasi Apabila sinyalemen Bambang Wiwoho juga kaum intelektual dan praktisi yang mengkaji UUD hasil amendemen merupakan “pohon beracun” yang bisa menghancurkan NKRI benar, apa salahnya jika rakyat kecil hingga presiden berpikir untuk “Kembali ke UUD 1945 asli untuk disempurnakan”. Pikiran, ajakan, dan gerakan ini bukan bermaksud makar, tetapi gerakan moral dan intelektual dengan hati jujur dan lempang agar NKRI tidak hilang dari peta dunia. Kembali ke UUD 1945 asli ibarat kembali ke titik pangkal ketika tersesat di jalan. Penyempurnaan dengan cara adendum merupakan langkah orientasi ke depan, dengan tidak meninggalkan nilai-nilai konstitusi asli ketika Indonesia merdeka didirikan. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila, yang tidak otoriter, tidak militeristik, tidak liberalistik, dengan presiden orang Indonesia asli yang masa jabatannya dibatasi. Di samping itu, juga mewujudkan pemerintahan yang mengimplementasikan kedaulatan rakyat dalam wadah MPR, menegakkan HAM, mengelola kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat, dan sistem politik serta ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Demokrasi yang dibangun bukan individualistik yang dapat merobek persatuan bangsa. Mengingat Konstitusi Negara sebagai “soko guru” NKRI, kiranya MPR secara bertahap, bertingkat, dan berkelanjutan menyelenggarakan dialog dengan kaum intelektual dan praktisi yang memiliki pemikiran dan niat seperti di atas, secara terbuka sehingga rakyat paham, sebagai bagian dari pendidikan politik. Pujian asing bahwa Indonesia sebagai negara demokratis yang besar karena konstitusi saat ini kiranya tidak meninabobokan kita, karena itulah kehendak mereka yang tidak ingin Indonesia stabil dan besar. Belum terlambat, jangan sampai asing menguasai negeri kita. Semoga Tuhan memberikan jalan terbaik. ● |
**** ANAPoker ***
BalasHapusTIDAK DI RAGUKAN LAGI HANYA DI SINI KAMU BISA MAIN SEPUASNYA
DENGAN satu ID Sudah Bisa Bermain Semua Games
||POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10 ||
+ Bonus Extra 10% (New Member)
+ Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
+ Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
+ Bonus 20.000 (ALL Members)
Tunggu Apa lagi Gabung Main dan Menangkan Uang Tunai Setiap Harinya,
Karena Semua bisa menang disini.
Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
WhatsApp | 0852-2255-5128 |