Kunjungan
Jokowi dan Dialog Papua
Neles Tebay ; Dosen STFT Fajar Timur;
Koordinator Jaringan Damai Papua di Abepura
|
KOMPAS,
27 Februari 2015
Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Papua, Desember
2014, menyampaikan pentingnya dialog dalam menyelesaikan berbagai macam
persoalan di ”Bumi Cenderawasih”. Pernyataan tentang dialog Papua perlu
ditindaklanjuti Presiden Jokowi dalam kunjungan berikutnya. Sebab, tanpa ada
tindak lanjut, Jokowi akan disamakan dengan presiden-presiden sebelumnya yang
mengobral janji kepada rakyat Papua, tetapi kurang memenuhi janjinya.
Rakyat Papua tahu bahwa Presiden Jokowi, sesuai janjinya,
akan mengunjungi Papua minimal tiga kali setahun. Maka, pada kunjungan yang
pertama pada 2015, entah kapan pun waktunya, Jokowi diharapkan
menindaklanjuti pernyataannya dengan memberikan penjelasan tentang dialog:
Apa tujuan yang hendak dicapai? Apa agendanya? Bagaimana formatnya? Apa
mekanismenya? Siapa yang terlibat dalam dialog ini? Penjelasan atas
pertanyaan-pertanyaan ini pada gilirannya akan membangkitkan dan memperkokoh
kepercayaan rakyat terhadap pribadi Jokowi selaku Presiden dan terhadap
Pemerintah Indonesia.
Dialog Papua yang diwacanakan banyak pihak dapat disebut
sebagai dialog damai. Kata sifat ’damai’ yang ditempatkan setelah kata benda
’dialog’ mengandung tiga pengertian. Pertama, kata ’damai’ mengingatkan
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui dialog Papua. Bahwa dialog Papua
diadakan untuk menciptakan perdamaian atau menjadikan Papua sebagai Tanah
Damai. Perdamaian, sebagai tujuan, menjadi suatu simpul yang menarik,
mengarahkan, dan mempersatukan semua pihak yang terlibat dalam dialog.
Sebagai tujuan, perdamaian berperan juga sebagai kriteria yang menguji tiap
sumbangan pemikiran atau inisiatif yang ditawarkan secara individu dan
kelompok. Karena itu, terhadap setiap inisiatif atau program dapat diuji:
apakah inisiatif atau program itu membantu atau menghambat perwujudan Papua
sebagai Tanah Damai?
Kedua, kata ’damai’ menunjuk pada suasana atau kondisi
yang dibutuhkan demi dialog Papua. Menyebutnya dialog damai karena
pelaksanaan dialog Papua menuntut adanya suasana yang kondusif. Proses dialog
akan terganggu dengan sendirinya apabila ada aksi kekerasan seperti
penembakan yang menewaskan masyarakat sipil atau aparat keamanan.
Ketiga, kata ’damai’ mengisyaratkan agenda. Dialog Papua
disebut dialog damai karena agenda utama dalam dialog tersebut adalah
pembangunan perdamaian di Tanah Papua. Pertanyaan utama yang mendasari dan
mengarahkan dialog Papua adalah: bagaimana menciptakan dan memelihara
perdamaian di Tanah Papua? Atau bagaimana Papua dapat dijadikan Tanah Damai?
Oleh sebab itu, dalam dialog Papua dibahas indikator-indikator dari Papua
Tanah Damai, masalah-masalah yang menghambat perdamaian, serta solusi-solusi
yang realistis dan terukur.
Inklusif
Perwujudan Papua sebagai Tanah Damai bukanlah monopoli
orang atau kelompok tertentu. Oleh sebab itu, semua pemangku kepentingan
perlu dilibatkan dalam dialog damai. Para pemangku kepentingan mencakup tokoh
agama, tokoh adat, tokoh perempuan, pemuda, pemerintah daerah, pemerintah
pusat (kementerian dan lembaga), TNI, Polri, semua perusahaan domestik dan
multinasional yang mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di ”Bumi
Cenderawasih”, serta kelompok perlawanan yang terhimpun dalam Organisasi
Papua Merdeka (OPM) di hutan dan di luar negeri.
Mengingat keragaman para pemangku kepentingannya, dialog
damai perlu mengadopsi mekanisme yang inklusif. Dengan demikian, tiap
kelompok pemangku kepentingan diberikan ruang untuk berdiskusi secara
internal, serta merumuskan dan menyumbangkan pandangan kolektifnya tentang
pembangunan Papua menjadi Tanah Damai.
Dialog damai diselenggarakan pada semua level, mulai dari
tingkat kampung hingga tingkat yang lebih tinggi. Partisipasi aktif dalam
dialog damai akan melahirkan dalam diri pemangku kepentingan rasa memiliki
terhadap proses dan hasil dari dialog itu.
Sebagai tindak lanjut dari pernyataannya tentang dialog
Papua, Presiden dalam kunjungan nanti perlu bertemu para pemimpin masyarakat yang
mewakili komponen agama, adat, perempuan, pemuda, dan paguyuban-paguyuban
yang berasal dari luar Papua. Presiden mengajak dan mendorong mereka untuk
berpartisipasi dalam diskusi tentang indikator Papua Tanah Damai,
masalah-masalah yang menghambat perdamaian, ataupun solusi-solusi yang
diperlukan dalam rangka menciptakan Papua yang damai-sejahtera.
Selain itu, Presiden Jokowi juga perlu bertemu secara
terpisah dengan para kepala daerah yang terdiri dari Gubernur Papua dan Papua
Barat serta semua bupati dan wali kota. Presiden Jokowi perlu menegaskan di
hadapan mereka bahwa diskusi tentang
Papua Tanah Damai tidak ada kaitan dengan gerakan separatisme di Papua. Oleh
sebab itu, mereka tidak perlu takut untuk menyatakan dukungannya terhadap
Papua Tanah Damai dan dialog Papua.
Dengan ini Presiden memperlihatkan keseriusannya atas
pernyataannya dan memberikan kepastian tentang dialog Papua. Rakyat Papua dan
pemerintah daerah juga akan melihat adanya kaitan antara keberlanjutan dari
kunjungan Presiden pada Desember 2014 dan kunjungan pertamanya pada 2015. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar