Mengembalikan Khitah Bulog
Toto Subandriyo ; Praktisi Dunia Pertanian;
Lulusan IPB dan Magister
Manajemen UNSOED
|
KORAN
SINDO, 28 Februari 2015
Gonjang-ganjing
harga beras yang telah berlangsung beberapa bulan terakhir mengingatkan kita
tentang arti penting mengembalikan Bulog kepada semangat awalnya (khitah).
Semangat
awal dibentuk Bulog adalah mengemban dua misi besar. Misi pertama, melindungi
konsumen, utamanya warga miskin dan kaum marginal perkotaan dari melambungnya
harga kebutuhan pangan pokok. Misi kedua, melindungi petani dari keterpurukan
harga jual komoditas pangan hasil panen mereka.
Namun,
dengan bergulirnya waktu, sejak 1998 pemerintah atas desakan Dana Moneter
Internasional (IMF) ”mempreteli” peran dan fungsi Bulog. Misi heroik yang
harus diemban Bulog tersebut semakin pudar ketika lembaga ini kemudian
menjelma menjadi perusahaan umum (perum) seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog.
Sejujurnya
kita akui, setelah Bulog menjelma menjadi perum, peran lembaga ini tak
ubahnya mesin ekonomi liberal lain. Layaknya mesin ekonomi liberal, jika
suatu aktivitas menjanjikan keuntungan secara ekonomi, mesin ini akan
bergerak. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut tidak menjanjikan keuntungan
secara ekonomi, mesin ekonomi ini akan memilih ”duduk manis”.
Kompleksitas
masalah pangan saat ini dan ke depan akan semakin tinggi. Untuk itu, dituntut
keseriusan negara/pemerintah untuk menanganinya. Saatnya Bulog dikembalikan
kepada semangat awal saat lembaga ini dibentuk. Sejarah panjang bangsa ini
telah mencatat bahwa dalam sebutir beras tidak hanya terkandung dimensi
ekonomi, tetapi juga dimensi kehidupan lain seperti dimensi sosial, keadilan,
nasionalisme, spiritual, juga politik.
Jadi
komoditas pangan tak sepantasnya diposisikan sebatas komoditas perdagangan
layaknya produk manufaktur. Hanya diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah/negara
harus hadir dalam setiap permasalahan pangan yang membelit rakyat seperti
permasalahan meroketnya harga beras beberapa waktu terakhir. Menyerahkan
pengelolaan pangan pada swasta merupakan bentuk pengingkaran kewa-jiban
negara dalam memenuhi hak rakyat paling asasi tersebut.
Di Bawah Presiden
Semangat
itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Pasal 126 Undang-Undang Pangan menegaskan bahwa dalam hal mewujudkan
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional,
dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Lembaga
tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan produksi, pengadaan,
penyimpanan, dan/atau distribusi pangan pokok dan pangan lain yang ditetapkan
pemerintah. Pilihan paling realistis untuk mengemban tugas pokok dan fungsi
tersebut tidak ada lain selain Perum Bulog. Bulog dengan tugas pokok dan
fungsi baru tersebut harus menjalankan manajemen pangan sebagaimana
diformulakan Saleh Affif dan Leon Mears (1967).
Terdapat
lima prinsip dalam formula tersebut. Pertama, ditetapkan harga dasar
komoditas (floor price) yang memberikan insentif harga jual bagi petani
sehingga mereka tetap bergairah dalam melakukan usaha tani. Untuk tujuan ini,
pemerintah mengeluarkan peraturan yang dituangkan dalam instruksi presiden
(inpres) yang memuat mekanisme harga dasar komoditas dalam bentuk harga
pembelian pemerintah (HPP).
Kedua,
perlu ada harga maksimum (ceiling price) yang bertujuan melindungi konsumen
dari kenaikan harga yang tak terkendali. Jika mekanisme harga maksimum dapat
berfungsi dengan baik, tak perlu terjadi gonjang-ganjing harga beras seperti
kita alami beberapa bulan terakhir.
Ketiga,
perlu ada selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum. Selisih
harga yang memadai tersebut akan lebih merangsang aktivitas perdagangan oleh
swasta. Keempat, perlu diupayakan relasi harga antardaerah dan isolasi harga
terhadap pasar dunia dengan fluktuasi yang lebar.
Kelima,
perlu ada stok penyangga (buffer stock) yang dikuasai pemerintah dalam jumlah
yang cukup. Stok penyangga ini sangat penting untuk melakukan penetrasi pasar
dalam rangka stabilisasi harga pada saat-saat tertentu misalnya pada musim
paceklik, Lebaran, atau Natal dan tahun baru.
Hanya
Buloglah yang memiliki 1.755 gudang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
sehingga peran sebagai pengelola stok penyangga pangan tersebut sangat
mungkin diembannya. Untuk itulah, Bulog perlu diberi kewenangan yang lebih
luas dalam pengelolaan stok pangan, termasuk di dalamnya kebijakan importasi.
Dengan catatan, kebijakan importasi tetap harus memprioritaskan penyerapan
hasil panen petani domestik untuk kemandirian dan kedaulatan pangan bangsa.
Profesional
Satu
hal yang perlu diingat, track record Bulog masa lalu sangat kental dengan
aroma korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Secara kasatmata Bulog pernah
menjadi mesin uang politik penguasa. Skandal Bulog yang berjilid-jilid
menjadi bukti yang tak terbantahkan. Ke depan semua itu harus dijadikan cermin
bagi seluruh jajaran Bulog agar tidak terjerumus pada kasus-kasus yang sama.
Dengan
tugas pokok dan fungsi yang baru, Bulog harus mampu memerankan diri sebagai
lembaga penyangga dan stabilisator harga pangan yang profesional demi
kepentingan rakyat. Prinsip good corporate governance harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya sehingga akan lebih efisien, efektif, transparan, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Akhirnya,
agar beban berat yang diamanatkan kepada Bulog dapat memenuhi harapan
masyarakat, Bulog harus mempunyai hak istimewa. Tanpa hak istimewa tersebut,
Bulog tidak akan mampu melawan sepak terjang para ”naga” dan ”samurai” yang
sudah menguasai mata rantai perdagangan pangan dari sentra produksi hingga
pasar ritel.
Salah
satu hak istimewa tersebut antara lain memberikan hak kepada Bulog untuk
mengimpor semua komoditas bahan pangan pokok dengan persentase yang besar
dibanding pelaku pasar lain. Hanya dengan hak-hak istimewa seperti inilah,
Bulog akan mampu melawan kartel pangan yang kini sudah menggurita. Di sinilah
komitmen para penentu kebijakan pangan negeri ini tengah diuji. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar