Keseimbangan
Baru Rupiah
Bambang Prijambodo ; Ekonom
|
KOMPAS,
23 Februari 2015
Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini
sebenarnya hal wajar karena keseimbangan baru nilai tukar rupiah berada
sekitar Rp 12.600 per dollar AS.
Meski demikian, dalam proses normalisasi suku bunga AS,
pelemahan nilai tukar yang berlebihan tidak bisa diabaikan. Stabilitas nilai
tukar tidak boleh dilalaikan. Apabila situasi menuntut, suku bunga perlu
dinaikkan untuk lebih menjaga kepercayaan terhadap rupiah.
Secara ringkas pelemahan rupiah disebabkan tiga faktor
pokok. Pertama, perubahan fundamental eksternal ekonomi kita. Sejak 2004
hingga 2011, pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi telah mendorong harga
komoditas primer. Meski terjadi krisis keuangan dan resesi global pada
2008/2009, countercyclical policies
yang luar biasa telah memulihkan ekonomi dunia dalam waktu singkat. Neraca
transaksi berjalan kita terus terjaga dalam posisi surplus. Nilai tukar
rupiah rata-rata di bawah Rp 10.000, kecuali pada 2008 karena imbas dari
krisis keuangan global.
Berakhirnya commodity
boom sejak 2012 telah mengubah fundamental eksternal perekonomian,
terutama neraca transaksi berjalan yang tadinya surplus jadi defisit. Harga
komoditas yang rendah diperkirakan masih berlanjut. Hingga November 2014,
harga komoditas non-energi masih turun 4,6 persen.
Kedua, perubahan kebijakan moneter AS yang sebelumnya
longgar dan bahkan nonkonvensional jadi normal. Kebijakan suku bunga rendah
dan nonkonvensional ditempuh AS untuk mempercepat pemulihan ekonominya dari
krisis keuangan Lehman dan resesi yang dalam pada 2008/2009. Dengan kinerja
ekonomi AS yang baik, termasuk sektor konstruksi yang sudah pulih, serta
tingkat pengangguran turun jadi 5,8 persen (di bawah ambang yang disyaratkan sebelumnya
6,5 persen), normalisasi tingkat suku bunga AS kemungkinan akan dipercepat.
Kenaikan suku bunga AS diperkirakan dilakukan bertahap
agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi AS yang baik. Tidak sulit
memperkirakan suku bunga acuan The Fed yang dituju. Diperkirakan tidak akan
jauh dari expected inflation AS. Tingkat suku bunga acuan AS yang dituju
diperkirakan maksimum 2,25 persen.
Proses normalisasi suku bunga AS itu memberi tekanan
temporer pada nilai tukar mata uang dunia. Namun, setelah suku bunga AS yang
dituju tercapai, pengaruh temporer penguatan dollar AS terhadap mata uang
dunia akan mereda. Secara keseluruhan, normalisasi suku bunga AS tidak
berpotensi menimbulkan gejolak moneter global.
Ketiga, sentimen negatif yang dapat timbul baik pada
tingkat global, regional, maupun domestik, dalam proses normalisasi suku
bunga AS tersebut. Aliran modal yang seharusnya bergerak wajar dapat
berlebihan apabila terdapat kerentanan, baik di tingkat global, regional,
maupun domestik. Pada gilirannya akan menekan lebih besar nilai tukar mata
uang negara yang terimbas. Pelemahan rubel, mata uang Rusia, misalnya,
diperberat oleh jatuhnya harga minyak. Dengan dua pertiga ekspornya yang
bergantung pada sektor energi, cadangan devisa dalam 11 bulan terakhir telah
berkurang hampir 100 miliar dollar AS serta nilai tukar rubel merosot tajam.
Di kisaran Rp 12.600
Dengan era commodity boom yang sudah berakhir, posisi
nilai tukar rupiah secara riil kembali pada masa sebelum era commodity boom.
Dengan memperhitungkan perkembangan harga barang dan jasa di dalam negeri
yang lebih tinggi daripada AS, secara sederhana nilai tukar rupiah seharusnya
melemah sebesar selisih laju inflasi kita dengan AS. Setelah memperhitungkan
fundamental ekonomi AS yang sebenarnya tidak terlalu kuat, keseimbangan nilai
tukar rupiah yang baru saat ini sekitar Rp 12.600 per dollar AS.
Perbedaan di antara ekonom biasanya terletak pada kapan
tahun dasar yang digunakan untuk memperkirakan keseimbangan nilai tukar yang
baru dan bagaimana menilai fundamental ekonomi AS. Semakin ke belakang basis
tahun yang digunakan dan semakin kuat fundamental ekonomi AS diperhitungkan,
semakin lemah keseimbangan nilai tukar baru yang didapatkan.
Apa pun perbedaan perhitungannya, keseimbangan yang baru
adalah nilai tukar yang mampu lebih mengendalikan impor dan mendorong ekspor
serta tidak berpotensi memberi tekanan berat bagi kewajiban eksternal
perekonomian. Meski keseimbangan baru nilai tukar rupiah tidak lagi di bawah
Rp 12.000 per dollar AS, stabilitas ekonomi perlu mendapat perhatian besar
hingga proses normalisasi kebijakan suku bunga AS selesai. Di samping menjaga
stabilitas rupiah di pasar, nilai tukar riil rupiah harus dijaga dengan
kebijakan suku bunga yang memadai.
Suku bunga riil perlu berada pada nilai positif yang
memadai. Estimasi yang dilakukan memperkirakan suku bunga riil yang berada
pada rentang 1-2 persen berkorelasi dengan nilai tukar rupiah yang stabil.
Dengan suku bunga riil saat ini sekitar 0,5 persen, kalau situasi menuntut,
suku bunga dapat dinaikkan secara bertahap.
Perbedaan suku bunga kita dengan suku bunga AS mendatang
juga perlu dijaga pada tingkat memadai, yaitu sekitar 6 persen. Ukuran ini
tidak sekuat suku bunga riil, juga tidak menjamin bahwa perbedaan suku bunga
yang besar dapat menarik modal dari luar dalam jumlah besar, apalagi untuk
negara yang prospek ekonominya rendah. Namun, ukuran ini tetap perlu dilihat
terutama pada situasi kenaikan suku bunga yang bersifat menyeluruh di
beberapa negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar