Ofensif
Mesir ke Libya
Ibnu Burdah ; Pemerhati Timur Tengah dan dunia Islam; Dosen UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 21 Februari 2015
SEBAGAIMANA Yordania, Mesir spontan membalas kekejian
Islamic State (IS) terhadap warganya. Bila sebelumnya kelompok IS membakar
hidup-hidup seorang pilot Yordania maka anasir mereka di Libya menyembelih 21
warga Mesir di pantai yang disebut Tharabulus (Tripoli). Mereka adalah warga
Kristen Koptik, aliran yang berkembang kuat di negara tersebut.
Penulis pernah berkunjung ke salah satu gereja mereka di
Kairo dan stan mereka saat mengikuti pameran buku internasional (ma’radh
dauly) sehingga berita tragis ini memberi kesan khusus. Sehari setelah
pengunggahan video pembantaian itu, pesawat Mesir di Timur Tengah
memborbardir sejumlah target di Libya, terutama kota Derna Libya Timur.
Tempat itu diklaim militer Mesir dan militer Libya
pimpinan Khalifa Haftar sebagai basis kelompok Islamic State di negara itu. Sejauh ini, televisi Mesir
menyatakan, operasi itu berjalan sesuai dengan target. Mereka mengklaim
menewaskan 50 pengikut IS dan menimbulkan kerusakan parah basis kelompok itu
di Libya akibat serangan yang mereka nyatakan masih akan berlanjut.
Beberapa kekejian IS belakangan mengubah secara drastis
peta perang terhadap kelompok tersebut. Sebelumnya, negara-negara Arab selama
ini seperti setengah hati memberikan dukungan dalam perang melawan kelompok
tersebut. Mereka lebih banyak berhitung untuk kepentingan masing-masing, baik
selama perang maupun setelah perang, terutama terkait konflik antarmereka.
Namun pembakaran hidup-hidup tawanan pilot Yordania telah
memobilisasi kekuatan rakyat dan kerajaan yang dipimpin ahlul bait itu untuk
secara serius menumpas IS. Penyembelihan massal warga Mesir di Sirte juga
telah menggerakkan organ negara itu untuk melakukan serangan lintas negara
dengan tujuan sama, minimal dalam pernyataan mereka.
Dua peristiwa itu telah ’’menyatukan’’ perasaan rakyat dua
negara dan bangsa Arab pada umumnya terhadap musuh bersama di tengah mereka,
yakni ektremisme dan terorisme. Namun mobilisasi kekuatan itu masih terbatas.
Faktanya, selain Irak dan Suriah, hingga saat ini tak ada satu pun negara di
kawasan itu, baik Turki, Yordania, Mesir, maupun Arab Saudi, yang melakukan
operasi darat.
Di tengah kemenguatan dukungan terhadap perang melawan IS,
komitmen dan sasaran sesungguhnya ofensif militer Mesir di Libya masih jadi
perdebatan besar di Libya. Kelompok Nasionalis pimpinan Jenderal Haftar
langsung menyatakan, serangan Mesir sudah sesuai tujuan. Kelompok ini memang
mendesak Mesir sejak tiga bulan lalu untuk mengintervensi ke Libya.
’’Proposal’’ mereka tentu terkait penumpasan anasir Ikhwan di Timur Tengah
yang menjadi agenda utama rezim militer itu sejak penggulingan Mursi.
Musuh utama Haftar adalah Fajr Libya yang merupakan
kekuatan Ikhwani di negara itu. Hingga saat ini, kekuatan militer itu
terdesak hebat di mana-mana oleh kekuatan milisi-milisi Islam yang digalang
Fajr Libya, utamanya di Tripoli. Karena itu, Haftar meminta bantuan militer.
Mesir selama ini sedikit sekali mengabulkan permintaan Libya itu. Hanya
sekali dua Mesir melakukan ofensif udara rahasia, itu pun sangat terbatas.
Hasil Konspirasi
Namun momentum penting tiba-tiba datang. Aksi keji
kelompok Daisy (Dawlah Islamiyyah fi
Iraq wa Syam/ISIS) telah ’’memaksa’’ militer Mesir melakukan ofensif
besar-besaran ke berbagai target di Libya. Harga diri militer Mesir yang
heroik di mata warganya dan juga popularitas Presiden Sisi benar-benar
dipertaruhkan. Serangan itu pun disambut hangat kelompok Nasional di Libya,
bahkan dikoordinasikan dengan kelompok Haftar.
Namun, bagi Kelompok Fajr Libya, ”Islamis moderat” yang
juga terlibat perang melawan IS di negara itu, serangan Mesir tak lain hasil
konspirasi rezim militer Sisi dan kelompok Jenderal Haftar yang terdesak.
Mereka mengutuk serangan itu sebagai penghinaan terhadap kedaulatan Libya.
Mereka juga menunjukkan sejumlah bukti foto anak-anak tak berdosa yang jadi
korban serangan Mesir.
Beberapa pengamat juga menyatakan keheranannya, mengapa
militer Mesir memborbardir Derna, bukan Sirte atau daerah tertentu di Tripoli
tempat para teroris itu menangkap dan membunuh para tawanan. Fajr Libya
mencurigai agenda Mesir adalah menyasar kekuatan mereka di kota tersebut guna
membangun perimbangan kekuatan baru di Libya.
Karena itu, analisis adanya ’’konspirasi jahat’’ begitu
menonjol dalam pandangan para pengamat. Mereka berpendapat pembunuhan keji
itu dijadikan alat atau alasan bagi Mesir untuk masuk ke Libya. Padahal
pemerintah Mesir sangat lamban merespons aksi penculikan warganya tersebut.
Andai dugaan itu benar maka harapan agar militer Mesir benar-benar masuk
gelanggang untuk menumpas IS yang sudah sempoyongan, bukan menumpas Fajr
Libya, bisa bertepuk sebelah tangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar