Berkontribusi
Capai
Cakupan
Layanan Kesehatan Semesta
FX Wikan Indrarto ; Sekretaris IDI Wilayah DIY; Dokter Spesialis Anak;
Lektor di FK UKDW Yogyakarta;
Alumnus S-3 UGM
|
MEDIA
INDONESIA, 07 April 2018
PADA
Hari Kesehatan Sedunia (World Health Day), Sabtu, 7 April 2018, setiap orang
diharapkan mengambil peran untuk berkontribusi mencapai dan mempertahankan
universal health coverage (UHC) atau cakupan layanan kesehatan semesta. Apa
yang sebaiknya dilakukan?
Hari
Kesehatan Sedunia diselenggarakan untuk memperingati lahirnya Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada 7 April 1948 sebagai badan khusus Perserikatan
Bangsa-Bangsa. WHO bermarkas di Jenewa, Swiss, dengan anggota hampir mencapai
200 negara. Badan tersebut melaksanakan program berskala dunia untuk mencegah
dan melenyapkan penyakit.
Tujuannya
ialah 'pencapaian tingkat kesehatan yang tertinggi untuk seluruh umat manusia
di dunia', dengan kesehatan didefinisikan sebagai 'kesejahteraan yang
seutuhnya baik fisik, mental, maupun sosial'.
Dengan
UHC, WHO akan memastikan semua orang mendapatkan layanan kesehatan
berkualitas, di mana pun dan kapan pun mereka membutuhkannya, tanpa menderita
kesulitan keuangan. UHC ialah kunci terciptanya derajat kesehatan dan
kesejahteraan bagi masyarakat dan bangsa sehingga UHC layak dilakukan. Semua
negara akan mencapai UHC dengan cara yang berbeda.
Sedikitnya
setengah penduduk dunia saat ini tidak dapat memperoleh layanan kesehatan
esensial. Hampir 100 juta orang didorong ke dalam kemiskinan ekstrem, dipaksa
bertahan hidup hanya dengan US$1,90 atau kurang sehari, karena mereka harus
membayar layanan kesehatan dari kantong mereka sendiri.
Lebih
dari 800 juta orang (hampir 12% dari populasi dunia) menghabiskan setidaknya
10% dari anggaran rumah tangga mereka untuk biaya kesehatan bagi diri mereka
sendiri, anak yang sakit, atau anggota keluarga lainnya. Mereka menanggung
apa yang disebut pengeluaran bencana atau catastrophic expenditures.
UHC
tidak berarti cakupan gratis (does not mean free coverage) untuk semua
layanan kesehatan karena tidak ada negara yang dapat memberikan semua layanan
tanpa biaya secara berkelanjutan.
UHC
tidak hanya menjamin paket layanan kesehatan minimum, tapi juga memastikan
perluasan cakupan layanan kesehatan dan perlindungan finansial secara
progresif karena tersedia lebih banyak sumber daya.
UHC
bukan hanya tentang perawatan medis untuk individu, melainkan juga mencakup
layanan untuk keseluruhan populasi seperti layanan kesehatan masyarakat,
misalnya menambahkan fluorida ke air di kamar mandi atau mengendalikan tempat
berkembang biak nyamuk yang membawa virus yang dapat menyebabkan penyakit
dengue.
Perubahan kebijakan
Semua
negara, termasuk di Indonesia, diharapkan membawa perubahan kebijakan
mencapai UHC untuk memperbaiki derajat kesehatan, memacu pertumbuhan ekonomi,
dan pembangunan sosial. Komisi kesehatan parlementer, termasuk Komisi IX DPR,
dan kelompok pemerhati kesehatan berperan menengahi antara pemerintah yang
menyusun kebijakan dan yang menjalankannya. Ruang lingkup Komisi IX DPR
meliputi tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan.
Selain
itu, partai politik seharusnya juga terlibat dalam menyusun program untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan para pendukung partai dan konstituen. Asosiasi
profesional kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), berperan untuk
melindungi kesejahteraan anggotanya sebagai tenaga kerja profesional.
Organisasi masyarakat sipil seperti LSM yang bekerja di lapangan dapat
berperan untuk mewakili keprihatinan dari kelompok populasi yang berbeda,
juga berperan mencapai UHC.
Media
massa termasuk para pengguna media sosial dapat membantu meningkatkan
pemahaman masyarakat, tidak hanya tentang UHC, tetapi juga aspek transparansi
dan akuntabilitas dalam pembuatan kebijakan. Awak media seharusnya kita
dorong untuk menyoroti adanya inisiatif dan intervensi kebijakan publik, yang
telah membantu memperbaiki akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas
dan terlindung dari dampak buruk finansial bagi masyarakat. Caranya dengan
menunjukkan apa yang terjadi bila warga masyarakat tidak mampu memerlukan dan
mendapatkan layanan kesehatan yang mereka butuhkan.
Para
pejabat pemerintahan disarankan untuk berdialog terstruktur dengan berbagai
pemangku kepentingan guna memastikan terbentuknya UHC. Diharapkan, dapat
dipastikan tuntutan, opini, dan harapan warga masyarakat mengenai hal-hal
terkait dengan UHC untuk perbaikan kebijakan. Pendapat warga dapat diperoleh
melalui dialog tatap muka, survei atau bahkan referendum, untuk
mengeksplorasi solusi UHC yang layak.
Warga
masyarakat sebagai individu dapat menggunakan suaranya sendiri untuk menuntut
terciptanya sistem layanan kesehatan yang baik. Semua warga masyarakat
sebagai individu, juga kelompok masyarakat sipil dan petugas kesehatan,
diharapkan dapat mengomunikasikan kebutuhan, pendapat, dan harapannya kepada
pembuat kebijakan, politisi, menteri, dan bahkan presiden.
Diperlukan
kebulatan suara untuk memastikan kebutuhan kesehatan masyarakat
diperhitungkan dan diprioritaskan di tingkat lokal, regional, atau bahkan
nasional.
Hari
Kesehatan Sedunia (World Health Day) 2018 pada hari ini mengingatkan kita
bahwa di Indonesia UHC akan diwujudkan melalui program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Apakah kita telah ikut mewujudkan? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar