Melirik Pasar Afrika

Melirik Pasar Afrika Helmy Fauzi  ;   Duta Besar LBBP RI untuk Mesir

                                                         KOMPAS, 11 April 2018

                                                           

Inisiatif Kementerian Luar Negeri RI untuk menyelenggarakan Indonesia-Afrika Forum Pertama di Bali, 10-11 April 2018, patut diapresiasi dan disambut baik guna lebih mengenalkan Indonesia kepada kalangan pemerintah maupun dunia usaha di Afrika yang akan hadir pada forum tersebut. Afrika merupakan pasar potensial untuk produk Indonesia. Benua ini memiliki penduduk hingga 1,2 miliar jiwa dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kolektif lebih dari 2 triliun dolar AS. Sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, potensi pasar Afrika saat ini mencapai 550 miliar dolar, tetapi nilai ekspor Indonesia baru 4,2 miliar dolar. Potensi pasar Afrika diperkirakan akan semakin besar setelah 44 pemimpin Afrika menandatangani African Continental Free Trade Area (AfCFTA) di Kigali pada Rabu (21/3/2018) lalu, guna menciptakan pasar tunggal untuk barang dan jasa di Afrika. Meski Nigeria sebagai salah satu negara penting di Afrika belum menandatangani kesepakatan tersebut beserta sembilan negara lainnya, tetapi diprediksi kesepakatan itu dapat menjadikan Afrika sebagai pasar bebas terbesar di dunia jika kesepakatan telah diratifikasi oleh negara-negara anggota. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memperkirakan, melalui kesepakatan tersebut perdagangan intra-Afrika dapat meningkat 52% pada tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun 2010. Menurut UNCTAD, kesepakatan pasar bebas tersebut akan berpengaruh signifikan, mengingat pada 2014 perdagangan intra-Afrika hanya 16% dari total perdagangan di benua tersebut. Selain itu diperkirakan pula bahwa pada 2030 ukuran pasar Afrika akan mencapai 1,7 miliar jiwa dengan belanja konsumen dan bisnis yang diperkirakan mencapai 6,7 triliun dolar AS. Menurut data Kementerian Perdagangan RI, negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia di Afrika pada 2017 adalah Mesir (1,25 miliar dolar), Afrika Selatan (686,6 juta dolar), Nigeria (343,6 juta dolar), Kenya (290,8 juta dolar), serta Djibouti (202,5 juta dolar AS). Mesir sebagai pintu masuk Melihat data di atas, tampaknya Mesir merupakan negara potensial untuk jadi pintu masuk bagi produk Indonesia guna memasuki Benua Afrika. Dalam hal ini Mesir memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya letak geografis yang sangat strategis sebagai konektivitas antara Asia, Afrika dan Eropa melalui Terusan Suez. Didukung jumlah penduduk mencapai 96 juta jiwa (ketiga terbesar di Afrika setelah Nigeria dan Ethiopia) dan sejumlah perjanjian perdagangan bebas., menjadikan Mesir sebagai hubungan yang potensial bagi negara-negara sekitarnya. Menurut data yang dirilis Pemerintah Mesir pada Agustus 2017, nilai perdagangan Mesir dengan negara-negara Afrika mencapai 4,8 miliar dolar (ekspor mencapai 3,4 miliar dolar sedang impor 1,3 miliar dolar). Saat ini Mesir tengah fokus menggarap Afrika sebagai pasar ekspor. Presiden Mesir Abdel Fattah el Sisi telah melakukan kunjungan ke sejumlah negara Afrika guna memperkuat hubungan politik dan ekonomi, serta membicarakan upaya membentuk kawasan perdagangan bebas Afrika. Selain itu, Mesir baru-baru ini juga telah mengumumkan strategi peningkatan perdagangan ke Afrika, antara lain melalui pembukaan lima kantor perdagangan baru di Afrika yang berlokasi di Tanzania, Ghana, Uganda, Djibouti, dan Pantai Gading. Mesir juga membangun pusat logistik di Kenya untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan antara Mesir dan negara-negara Afrika. Pada Desember 2017, Mesir juga telah menandatangani kesepakatan dengan Bank Ekspor-Impor Afrika (Afreximbank) untuk pembiayaan ekspor dan investasi Mesir di Afrika senilai 500 juta dolar. Selain pasar Afrika, Mesir merupakan hubungan yang potensial  untuk masuk ke wilayah Eropa, dan Timur Tengah, karena Mesir saat ini telah memiliki free trade agreement (FTA) dengan negara-negara di kawasan tersebut dan telah menggunakan FTA yang dimiliki untuk meningkatkan volume ekspornya ke luar negeri. Meski telah memiliki sejumlah perjanjian perdagangan bebas, terdapat sejumlah tantangan untuk dapat masuk ke pasar Afrika, seperti terkait konektivitas karena perbedaan fasilitas infrastruktur antara negara-negara Afrika. Misalnya Mesir, Afrika Selatan dan Nigeria telah memiliki infrastruktur transportasi yang memadai, akan tetapi  negara-negara Afrika lain umumnya belum memiliki infrastruktur yang memadai. Selain itu, hingga saat ini juga masih terdapat kendala cukai. Sebab, meskipun perjanjian perdagangan bebas Afrika telah diinisiasi, akan tetapi beberapa hal teknis, antara lain terkait penyeragaman aturan cukai dan standardisasi produk masih akan dibicarakan lebih lanjut. Afrika sebagai pasar produk Indonesia Indonesia harus melirik potensi besar Afrika tersebut. Selain potensi, juga sebagai diversifikasi tujuan ekspor Indonesia yang selama ini didominasi pasar tradisional mendapat tantangan besar dengan berbagai upaya penghambatan perdagangan, seperti kasus CPO di Eropa. Terkait upaya untuk “Look to Africa” sebagai pasar non-tradisional yang potensial untuk produk Indonesia, tentu inisiatif Kementerian Luar Negeri RI untuk menyelenggarakan Indonesia-Afrika Forum Pertama  di Bali, 10-11 April 2018, sangat tepat. Ke depan, untuk lebih mengenalkan produk Indonesia ke pasar Afrika, perlu adanya sinergi dan langkah-langkah konkret antar para pemangku kepentingan, baik di pusat (baca: Jakarta) maupun perwakilan-perwakilan RI di dalam meningkatkan promosi produk-produk Indonesia di negara-negara Afrika. Tentu saja di dalamnya termasuk upaya pembentukan berbagai kemudahan regulasi dalam kerja sama perdagangan Indonesia-Afrika, sebutlah seperti pembentukan perjanjian perdagangan bebas. ●