Integritas
Sertifikasi ISPO
Dedi Haryadi ; Ketua Beyond Anti Corruption; Peneliti
Lembaga Ekolabel Indonesia
|
KOMPAS,
19 April
2018
Kesiapan pemerintah berperang
dagang dengan Uni Eropa terkait larangan penggunaan minyak sawit mentah (CPO)
untuk bioenergi yang akan diberlakukan 2021 (Kompas, 20/3), semestinya
tidak memalingkan kita dari pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
Pekerjaan rumah tersebut adalah
bagaimana memperkuat dan meng-ajeg-kan sistem sertifikasi Indonesia
Sustainable Palm Oil (ISPO), termasuk di dalamnya mengendalikan risiko
korupsi. Upaya memperbaiki integritas sertifikasi ISPO merupakan
amunisi terbaik untuk memenangkan perang dagang tersebut.
Agenda ini valid dan kontekstual.
Sekurangnya ada tiga laporan studi yang mendasari agenda tersebut. Ketiga
laporan itu adalah, pertama, laporan studi Forest People Programmes (2017)
bertajuk “A Comparison of Leading Palm Oil Certification Standards”. Kedua, laporan
studi Forest Watch Indonesia (2017) bertajuk “Enam Tahun ISPO”,
yang menganalisa penguatan instrumen ISPO dalam merespons dampak negatif
seperti deforestasi, kerusakan ekosistem gambut, kebakaran hutan dan
lahan, serta konflik tenurial. Serta ketiga, laporan studi Komisi Eropa
(2017) bertajuk ”Studies on EU action to combat deforestation and
palm oil”, yang juga menganalisis sistem sertifikasi CPO berkelanjutan.
Ketiga laporan ini, khususnya yang
terakhir, menyumbang pada pembentukan opini Uni Eropa (UE) tentang pelarangan
penggunaan CPO untuk biofuel. Kalau kecewa dengan isi laporan itu atau curiga
ada ideologi (nilai), kepentingan atau framing tertentu dibalik studi
tersebut, gampang saja. Buatlah riset sejenis sehingga bukan hanya temuannya,
tetapi metode risetnya pun bisa menjadi antitesis terhadap temuan dan metode
ketiga riset tersebut. Kalau itu berlangsung maka akan terjadilah
dialektika tesis-antitesis. Sintesis baru akan lahir dari dialektika itu.
Dengan cara demikian badan pengetahuan tentang sertifikasi CPO berkelanjutan
akan tumbuh.
Lemah dan rendahnya integritas
ISPO
Kalau disarikan, ketiga
laporan studi bunyinya begini. Pertama, persyaratan sistem
sertifikasi ISPO paling lemah dari tujuh sistem sertifikasi yang ada. Urutan
dari yang terkuat ke terlemah: 1) RSPO, 2) Roundtable on Sustainable
Materials (RSB), 3) Sustainable Agricultur Network (SAN), 4) International
Sustainability & Carbon Certification (ISCC), 5) High Carbon Stock
Approach (HCS), 6) Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO) dan 7) Indonesia
Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kedua, sistem sertifikasi ISPO
kurang adil dalam memperlakukan pekebun kecil/swadaya. Akses mereka terhadap
kredit, harga dan pasar yang terbatas tidak diatasi dengan baik dalam
skema sertifikasi ISPO. Lihat alokasi dan penggunaan Dana Perkebunan Kelapa
Sawit/CPO Fund yang sebagian besar dinikmati perusahaan besar. Padahal,
kontribusi mereka cukup penting dalam industri minyak sawit ini. Luas lahan
kebun sawit yang dikuasai petani swadaya sekitar 4,76 juta hektar atau
40,81 persen dari total luas kebun sawit.
Ketiga, kualitas sertifikasi ISPO
kurang terjamin. Penyebabnya, transparansi dan independensi komisi ISPO tidak
memadai, padahal Komisi ISPO inilah yang mengontrol dan menentukan
seluruh proses sertifikasi. Lagi pula, dalam proses sertifikasi ISPO tidak
tersedia momen konsultasi publik formal dalam proses audit.
Keempat, selama enam tahun
terakhir, sertifikasi ISPO, belum menjadi instrumen yang efektif
mengendalikan dampak negatif (lingkungan dan sosial) yang ditimbulkan dari
pengembangan industri minyak sawit (dan produk turunannya). Sistem
sertifikasi ISPO belum bisa mendorong perubahan tata kelola hutan
dan lahan yang lebih baik. Bagaimana mampu mendorong perubahan tata kelola
hutan dan lahan, sementara tata kelola sertifikasi ISPO-nya
sendiri bermasalah.
Oleh karena itu berhentilah (para
peneliti, aktivis) mencari kesesuaian dan kontribusi sertifikasi ISPO pada
pencapaian tujuan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs). Bagaimana mau menyumbang pada SDGs, jika tata kelola dan
kredibilitas ISPO-nya sendiri diragukan. Problem utamanya adalah peranan dan
kewenangan Komisi ISPO yang sentral dan instrumental dalam proses
sertifikasi tetapi tanpa disertai partisipasi (multipihak),
transparansi, akuntabilitas dan kontrol publik yang memadai. Peran dan
kewenangan Komisi ISPO itu di antaranya mengakui dan menetapkan
lembaga sertifikat, mengakui dan menetapkan lembaga pelatihan dan
lembaga konsultan ISPO, bersama-sama dengan lembaga sertifikasi
mengakui dan menerbitkan sertifikat ISPO, membentuk gugus tugas untuk
menangani sengketa yang muncul dalam proses sertifikasi, dan lain-lain.
Kelima, sistem sertifikasi ISPO
ditandai dengan absennya: 1) lembaga akreditasi yang mandiri dan bebas, 2)
mekanisme penyampaian keluhan yang jelas dan ajeg, 3) transparansi hasil
laporan audit. Selain itu restriksi terhadap aktivitas
deforestasi, konversi lahan gambut, emisi gas rumah kaca,
hak guna lahan, kerja paksa dan buruh anak masih lemah.
Keenam, lemahnya persyaratan,
standar dan tata kelola sertifikasi ISPO potensial memunculkan risiko
pelanggaran integritas dalam sistem sertifikasi ISPO itu sendiri. Risiko
pelanggaran integritas dapat terjadi pada proses akreditasi maupun
sertifikasi. Risiko pelanggaran integritas berkaitan dengan
probabilitas terjadinya suap, gratifikasi, pemberian uang pelicin, dan
lain-lain. Kalau tidak ada mekanisme kontrol publik atau pemangku kepentingan
(stakeholder), manajemen konflik kepentingan, dan manajemen anti suap,
yang memadai, maka Lembaga Sertifikasi, potensial menyuap asesor dalam
proses akreditasinya. Sebaliknya juga dapat terjadi di mana lembaga
akreditasi memperjual belikan hasil akreditasinya.
Dalam proses sertifikasi
juga demikian. Lembaga Sertifikasi berisiko menyuap dalam upaya dapat
pengakuan dari Komisi ISPO. Sebaliknya juga bisa terjadi komisi ISPO
memperjualbelikan sertifikat ISPO. Auditee (badan usaha pemohon sertifikat
ISPO) juga potensial menyuap auditor dari Lembaga Sertifikasi dalam proses
audit.
Tak ambil pelajaran dan hikmah
Pada tingkat sistem (sertifikasi),
mengapa kita membangun sistem sertifikasi ISPO yang masih banyak
kelemahannya? Padahal, kita sudah punya pengalaman membangun Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang sudah bisa diterima UE. Sistem ini
produk dari Multistakehoder Forestry Program (MFP), di bawah payung
kerja sama Forest Law Enforcement, Governance and Trade-Voluntary Partnership
Agreement (FLGT-VPA) antara Indonesia dan UE. Skema kerja sama ini
sukses mengakhiri kegaduhan dagang kayu Indonesia-UE. Jadi sebenarnya
gaduh perdagangan CPO Indonesia-UE saat ini bukan yang pertama.
Ada banyak pelajaran dan hikmah
yang bisa diambil dari program tersebut terkait dengan proses akreditasi dan
sertifikasi. Mengapa tidak diambil dan dirujuk sewaktu mendesain
sertifikasi ISPO ? Kalau butuh studi banding, bukankah tinggal jalan kaki
saja dari Kantor Kementerian Pertanian ke Kantor Kementerian
Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Pada tingkat komisi, mengapa kita
membangun komisi ISPO yang tata kelola, independensi dan
integritasnya diragukan? Padahal kita jago dan berpengalaman dalam membangun
banyak komisi dengan integritas yang baik dan sangat baik. Kita punya KPK,
KPU, KPPU, Ombudsman, dan lain-lain. Sebenarnya dengan pengalaman dan
keterampilan itu kisa bisa merancang Komisi ISPO dengan tata kelola,
independensi dan integritas tinggi.
Besar kemungkinan kuatnya
kepentingan sempit (vested interest), inward-looking orientation dan ego
sektoral di tubuh Kementerian Pertanian yang memengaruhi proses penyusunan
desain sertifikasi ISPO sehingga seperti demikian.
Morotarium dan perombakan
sertifikasi ISPO
Industri minyak sawit sangat
penting bagi ekonomi Indonesia sebagai penghasil devisa nomor satu, penyerap
banyak tenaga kerja dan lain-lain. Karena itu rencana UE menghentikan
penggunaan CPO untuk biofuel harus disikapi dengan serius dan tepat. Pertama,
pemerintah harus memperbaiki integritas sertifikasi ISPO. Caranya,
hentikan sementara sertifikasi ISPO sampai desain ISPO versi 2.0
selesai dan diimplementasikan. Sampai Desember 2017, baru 346
perusahaan atau 20,49 persen dari total perusahaan sawit sudah memiliki
sertifikat ISPO. Dilihat dari produksi, baru 8,76 juta ton (atau
24 persen dari total produksi) minyak sawit mentah yang sudah tersertifikasi
ISPO.
Komponen yang paling penting dari
ISPO versi 2.0 di antaranya : 1) tata kelolanya diperbaiki supaya lebih
partisipatif, akuntabel dan transparan (termasuk mewajibkan
perusahaan/kelompok tani membuka dokumen hasil audit) , 2) memperbaiki
keanggotaan, postur, kewenangan, integritas, kebebasan dan kemandirian
Komisi ISPO, 3) memperjelas dan mengajeg-kan fungsi Komite Akreditasi
Nasional (KAN) sebagai lembaga akreditasi yang bebas dan mandiri, 4)
memperjelas dan meng-ajeg-kan lembaga sertifikasi dalam mengeluarkan
sertifikat ISPO.
Kemudian, 5) menaikkan standar dan
persyaratan sertifikasi ISPO termasuk di dalamnya memperlakukan pekebun
kecil/swadaya lebih baik dan adil, 6) meningkatkan restriksi terhadap
aktivitas deforestasi, konversi lahan gambut, emisi gas rumah kaca, 7) adopsi
dan implementasi SNI ISO 37001 tentang manajemen anti suap oleh lembaga
sertifikasi. Implikasinya nanti KAN dalam mengakreditasi lembaga
sertifikasi bukan hanya menilai manajemen mutu dan manajemen lingkungan
tetapi juga manajemen anti suap. Terakhir, 8) Peraturan Menteri
Pertanian No.11/Permentan/OT. 140/3/2015 tentang sertifikasi ISPO tidak
memadai lagi mengatur perombakan yang diusulkan. Beleid baru tentang sertifikasi
ISPO dalam bentuk peraturan presiden mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan
perubahan itu.
Kedua, pemerintah bisa membujuk UE
untuk mengkloning/memperluas skema kerja sama FLEGT-VPA. Kalau selama ini
kerja sama itu diabdikan untuk membangun sistem sertifikasi kayu/hutan, maka
sekarang bisa diarahkan dan diabdikan juga untuk membangun sertifikasi ISPO.
Dengan kata lain di sini kita meng-SLVK-kan seritfikasi ISPO. Dengan
dua langkah itu nanti kegaduhan perdagangan CPO Indonesia-UE akan berakhir. Keep calm and keep trading. ●
|
sekarang kalian bisa memainkan permainan seru
BalasHapusMainkan Poker Online di agens128
dengan minimal deposit hanya 10rb untuk Poker Online
dengan pelayanan cepat dan ramah dari cs kami :)
tunggu apa lagi segera bergabung bersama kami sekarang !!
Contact Kami :
BBM : D8B84EE1 / AGENS128
Line id : agens1288
WhatsApp : 085222555128