Busana
Joko Menjadi Presiden
Jean Couteau ; Penulis Kolom UDARA RASA Kompas Minggu
|
KOMPAS,
15 April
2018
Saya bingung. Masalahnya adalah
orang yang dijadikan sasaran tulisan saya ini. Tetapi, saya tahu, dia tidak
akan tersinggung oleh karena tidak berpikiran sesempit orang-orang yang
menyusun rencana undang-undang pelecehan wakil rakyat itu.
Ya, tulisan saya ini adalah
tentang Jokowi. Saya pernah menulis tentang beliau, empat tahun yang lalu.
Bahkan, waktu itu saya pakai kata ”kau” dan ”Joko” sebagai sapaan. Kini, saya
juga ingin memakai kata sapaan ”kau”, tetapi terhalangi, konon tidak boleh
karena beliau sudah menjadi presiden. Tidak apa-apa. Pokoknya beliau tetap
berbusana, apa pun busananya. Penting, kok. Ayuk!
Maafkan saya, Pak Presiden. Ketika
saya menulis tentang Bapak empat tahun lalu, tulisan saya tidak menyangkut
kebijakan yang Bapak tawarkan, tetapi baju Bapak sebagai calon presiden.
Cocok atau tidak baju itu untuk Bapak, capres waktu itu, yang konon bergaya
ndeso itu. Bapak kala itu sudah melepaskan busana resmi sebagai gubernur
Jakarta untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Akan menang dan berganti
busana. Maka, biarpun saya ”bule” nyinyir yang dibebani oleh sejarah, wajar
saja saya mempertanyakan baju yang Bapak pakai. Setuju, kan?
Waktu itu, saya tidak tahu, apakah
Bapak masih ingat, saya memuji Bapak karena Bapak suka memakai baju
berkotak-kotak, yang waktu itu kerap Bapak pakai blusukan. Baju itu
menandakan Bapak sebagai orang yang bukan sekadar ngomong-omong, melainkan
orang yang bekerja dan mampu menyelesaikan masalah. Ingat?
Kini, memikirkan hal ini, saya
tertawa… he-he! Mengapa? Karena Bapak tidak lagi memakai baju berkotak-kotak
itu. Saya kira, saya tahu sebabnya. Baju gaya itu tidak lagi mewakili ”sang
pekerja”, tetapi si mulut besar dari Amrikapura yang saya lupa namanya itu,
tukang tweet yang tidak mampu menilai dampak tweet-nya, dan yang berkuasa
setelah teman kita si Bama itu. Baju berkotak-kotak itu juga dipakai oleh
mulut besar lainnya, presiden negara tetangga, yang suka memaki-maki siapa
saja—kecuali Anda, Pak Presiden. He-he! Melihat mutu tinggi kedua oknum ini,
saya betul-betul memahami mengapa Pak Presiden tidak mau lagi mengenakan baju
berkotak-kotak. Pasti malu.
Apakah Bapak masih ingat juga?
Empat tahun yang lalu, saya menulis betapa saya prihatin tentang
cecunguk-cecunguk yang bakal mendekati Bapak Presiden untuk menawarkan busana
yang ”keren”, dengan aneka dasi yang warnanya indah, tetapi cekikannya tak
enak, atau dengan kantongnya yang besar agar mudah ditinggalkan amplop.
Bahkan, saya juga khawatir Bapak dipaksa memakai busana afkiran pra-1998.
Namun kini, terus terang saya
lega, Bapak Presiden. Cecunguk-cecunguk getir dikejar KPK. Gagal memaksakan
bajunya. Adapun baju berkotak-kotak Bapak ganti dengan baju putih, bebas
noda: tepat sekali pilihan itu! Soal busana resmi, ketika saya melihat Bapak
berbaju batik, duduk santai di rindang pohon besar Istana Negara, saya
memperhatikan gayanya: potongannya pas, warnanya pas, dan, penting sekali,
kantongnya terlalu kecil untuk disisipkan apa pun selain ballpoint—karena
Bapak terus bekerja.
Ketika masih di bawah pohon itu,
Bapak Presiden menjelaskan betapa kaget menyaksikan bahwa harga bensin di
Papua bisa 10 kali lebih mahal daripada di Jawa, saya seperti melihat seorang
manusia sejati nan elegan yang tidak lagi membicarakan bensin saja, tetapi
penyamarataan di dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan. Pendeknya,
keadilan sosial.
Semoga di lembah-lembah tanah
Papua, mereka semua mendengar bukan hanya kata-kata Bapak, melainkan juga
suara batinnya. Kala itu, saya juga senang melihat cara Bapak menyadari peran
kebudayaan untuk menangkal wacana aneh dari mereka yang menganggap sebagai
musuh orang yang mempunyai keyakinan yang berbeda. Syukurlah, Bapak Presiden
tetap berbatik ria.
Maka, Pak Presiden, dengarkanlah
saya, si bule dari kota mode Paris itu. Dan, maafkan saya memakai ”kau”
kembali. Ke mana pun kau pergi, cukup kau memakai baju-baju yang bersih milik
kau itu, lengkap dengan lencana Garuda Pancasila kecil di dada kau. Kau
memang tidak perlu kuda untuk berwibawa. Cukup baju-baju kau yang tak
bernoda. ●
|
sekarang kalian bisa memainkan permainan seru
BalasHapusMainkan Poker Online di agens128
dengan minimal deposit hanya 10rb untuk Poker Online
dengan pelayanan cepat dan ramah dari cs kami :)
tunggu apa lagi segera bergabung bersama kami sekarang !!
Contact Kami :
BBM : D8B84EE1 / AGENS128
Line id : agens1288
WhatsApp : 085222555128