Pancasila
di Bumi Dipasena
Suwidi Tono ; Koordinator Forum “Menjadi
Indonesia”
|
KOMPAS,
18 April
2018
Bumi Dipasena di Kecamatan
Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, dapat menjadi rujukan
bagaimana embrio nilai-nilai Pancasila menemukan ladang persemaian
terbaiknya.
Kawasan penuh gejolak sejak
pembukaan tambak udang skala massal
seluas 16.250 hektar dengan pola Tambak Inti Rakyat (TIR) mulai 1988
itu, kini menyongsong masa depan penuh harapan dan gairah. Ada banyak jejak
luka mengendap dalam konflik panjang.
Terdapat 6.000 lebih kepala
keluarga petambak udang di delapan desa terombang-ambing dalam ketidakpastian
selama puluhan tahun ketika perjanjian
antara para petambak dengan
sejumlah perusahaan besar datang
silih-berganti tak kunjung mewujud.
Puncaknya, konflik terbuka antara
petambak dengan sebuah perusahaan multinasional pada 2011 yang berujung
perusakan aset fisik perusahaan dan
selanjutnya penolakan kehadiran semua entitas atas nama “inti” alias “bapak
angkat”.
Sempat status quo, babak baru itu
dimulai Oktober 2017. Segenap perselisihan
dikubur, tutup buku, dan dibuka lembaran baru: menghilangkan saling
ketergantungan, membangun relasi bebas dan setara, pembatalan semua kasus
hukum, pelunasan utang-piutang, dan
pembagian sertifikat hak milik petambak.
Traktat baru itu muncul dari
pengalaman panjang bahwa tanpa persatuan, kejujuran dan keadilan, rakyat akan
terus menjadi korban dan menderita.
Gotong
royong
Penat menanggung beban
kesengsaraan dan pertikaian berlarut, inisiatif dari bawah pun mulai bergulir. Koperasi
Bumi Dipasena direvitalisasi dengan
mengedepankan prinsip gotong royong dan mandiri.
Udang merupakan komoditas berisiko
tinggi, sering gagal panen akibat serangan aneka penyakit, sangat peka
perubahan lingkungan, dan fluktuasi harga. Sebaliknya, hasilnya juga
menggiurkan bila panen berhasil dan harga di pasar internasional tinggi.
Di masa sebelumnya, gagal panen
berarti utang menumpuk karena benih, pakan, biaya lainnya ditanggung pihak inti dan
diperhitungkan sebagai pinjaman modal kerja.
Skema pembagian hasil panen: 80
persen untuk petambak dan 20 persen untuk simpanan modal dan cadangan risiko
diberlakukan sebagai bentuk nyata prinsip gotong royong. Di samping
menolong para petambak yang gagal panen, penghimpunan dana 20 persen
itu juga dipergunakan untuk merawat infrastruktur di areal pertambakan, Melalui koperasi, utang akibat gagal panen
dinihilkan. Para petambak yang sukses panen menyetorkan sebagian hasil
penjualannya untuk membantu rekannya yang gagal tersebut agar dapat melakukan
budi daya lagi.
Hilangnya kekhawatiran utang
menumpuk dan harga jual udang ditentukan sepihak, membangkitkan semangat budi
daya petambak. Namun tindakan yang diambil tanpa menegasikan korporasi. Semua
perusahaan besar pemasok benur, pakan, obat-obatan, dan pengepul,
dipersilahkan masuk dan bersaing sehat dengan acuan harga yang dimonitor
koperasi agar tidak merugikan petambak rakyat.
Kendati telah mencapai kemajuan
signifikan, budi daya udang di Bumi Dipasena masih bersifat tradisional
sebagaimana tercermin dari rendahnya produktivitas: rata-rata hasil panen
kurang dari 500 kilogram/per unit tambak seluas 2.000 meter persegi. Banyak
faktor memengaruhi terutama ketersediaan infrastruktur.
Jalan nasional 61 kilometer menuju
lokasi tambak Bumi Dipasena dari Trans Sumatera rusak berat dan harus
ditempuh mobil 3-4 jam. Listrik tidak tersedia sehingga para petambak harus membeli 45 ribu liter
solar setiap hari untuk menghidupkan genset pengatur kincir aerasi tambak.
Tak adanya listrik membuat koperasi sulit membangun cold storage dan industri
pengolahan.
Campur tangan pemerintah pusat
diperlukan agar kawasan budi daya udang terbaik di dunia ini berkembang menjadi
lumbung udang nasional, mendorong ekspor produk perikanan secara cepat dan
nyata, serta menggunakannya sebagai contoh sukses pengembangan ekonomi
berbasis kerakyatan. Lampung dan Bumi Dipasena khususnya, merupakan pusat
produksi udang budi daya dan menyumbang sekitar 20 persen ekspor udang
nasional.
Perubahan
dramatis
Bumi Dipasena dapat disebut salah
satu miniatur sejarah kegagalan membangun persenyawaan rakyat dan pemodal
besar dengan skema TIR, dan dalam skala lebih luas juga menimpa Perkebunan
Inti Rakyat dan Peternakan Inti Rakyat.
Idealisasi konsep “simbiosis mutualisma” akhirnya ambruk di tingkat pelaksanaan
karena penetrasi kapital cenderung hegemonik dan tak ada “wasit” yang adil
untuk memastikan keseimbangan peran dan porsi wajar dalam pemanfaatan hasil
kerja sama.
Sebelum 1988, Rawajitu Timur
merupakan kawasan hutan belukar, penuh binatang buas, berawa-rawa, tak
berpenghuni, dan merupakan muara dua sungai besar: Mesuji dan Tulang Bawang.
Pembukaan tambak udang skala masif memancing ribuan pendatang dari berbagai
daerah Nusantara untuk mengadu nasib.
Heteroginitas etnis dan kultur
membentuk mosaik yang dipersatukan perasaan senasib dan sepenanggungan. Keberhasilan meramu kebinekaan penduduk dan
kuatnya mentalitas “petarung” jadi pembeda sekaligus penegas yang
mengantarkan Bumi Dipasena bangkit dari keterpurukan.
Persatuan rakyat dalam menagih hak
dan martabatnya tanpa mediasi itu, memberikan pembelajaran tentang kekuatan
dan kearifan lokal yang sering kali luput dari desain dan implementasi
kebijakan regional-nasional. Eksperimen ala Bumi Dipasena bukan saja
memperkaya inspirasi rekonsiliasi konflik sosial-ekonomi, tapi lebih dari itu
bisa menjadi role model penerapan nilai-nilai Pancasila dalam penyelesaian
sengketa rakyat-korporasi di banyak daerah.
Pada awal bergulirnya program
“plasma-inti” di sektor perkebunan, peternakan, dan pertambakan awal 1980-an,
tujuan ideal yang hendak diraih adalah terbentuknya pola produksi dan
penguasaan aset produksi dengan komposisi 80 plasma dan 20 inti. Hasil
produksi plasma ditampung inti dengan harga wajar dan perikatan kerja sama
dibangun atas prinsip kesetaraan dan keadilan.
Kini, program itu bukan hanya
menyisakan pelajaran buruk melainkan juga menghasilkan struktur sebaliknya
yakni kian merosotnya usaha rakyat dan kian besarnya konsentrasi aset dan
produksi di tangan pemilik kapital. Konflik yang timbul dan selalu merugikan
plasma perlahan namun pasti mengubah total struktur usaha. Perihal itu cukup
membuktikan ketakhadiran negara dalam waktu lama.
Ketimpangan sosial-ekonomi dapat
dirujuk dari perubahan dramatis dan fundamental yang tak datang secara
tiba-tiba ini.
Jeritan peternak unggas, peternak
sapi, petambak budi daya, nelayan, petani karet dan sawit, yang tak
terlindungi dalam pola kerja sama dan struktur usaha tak adil itu, belum
dapat respons dan pemihakan memadai. Dalam hubungan ini, kritik Bung Hatta
jadi relevan: “Kita menginginkan hal-hal baik untuk rakyat, tapi yang kita
dapatkan justru sebaliknya. Ini menunjukkan rendahnya pemahaman persoalan dan
lemahnya watak kekuasaan.” (Bung
Hatta: Biografi Politik, Deliar Noor, LP3ES, 1990).
Ekonomi kerakyatan dalam telaah
Bung Hatta mensyaratkan pengambilan kebijakan yang memastikan usaha ekonomi
rakyat bertumbuh, maju dan berkelanjutan. Upaya ke arah itu ditempuh lewat
pemberdayaan kelembagaan sosial dan ekonomi sampai tingkatan matang agar
memiliki posisi tawar kuat.
Para pembuat kebijakan, kaum
cerdik-pandai dan wakil rakyat
semestinya membaca kembali dengan saksama pidato pembelaan Bung Karno:
Indonesia Menggugat di depan sidang
pengadilan kolonial di Bandung 1930 dan pledoi Bung Hatta: Indonesia Vrij (Indonesia
Merdeka) di pengadilan Den Haag, 1928.
Kedua pemuda cemerlang pada eranya
itu tandas mengurai penghancuran basis ekonomi-sosial rakyat atas nama
kapital dan kekuasaan. Perjuangan kemerdekaan dimaksudkan untuk mengikis
pengisapan terstruktur itu dan mempersatukan rakyat guna meraih martabatnya
sebagai bangsa merdeka, maju, dan berdaulat.
Bukan tanpa alasan bilamana Bung Karno selalu mendengungkan dan
mengingatkan neoimperialisme dan neokolonialisme sebagai musuh bangsa yang
nyata. ●
|
sekarang kalian bisa memainkan permainan seru
BalasHapusMainkan Poker Online di agens128
dengan minimal deposit hanya 10rb untuk Poker Online
dengan pelayanan cepat dan ramah dari cs kami :)
tunggu apa lagi segera bergabung bersama kami sekarang !!
Contact Kami :
BBM : D8B84EE1 / AGENS128
Line id : agens1288
WhatsApp : 085222555128
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi Ayam Jago
BalasHapus