Setahun Pemerintahan Jokowi
Siswono Yudo Husodo ; Ketua Yayasan Pembina Pendidikan
Universitas Pancasila
|
KOMPAS,
12 Oktober 2015
Tanggal 20 Oktober 2015, genap setahun Joko Widodo menjabat
presiden. Didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintahan yang
dipimpinnya telah menjalani beragam ujian. Dari segi politik, tantangan
terbesarnya adalah mengelola pemerintahan dengan dukungan minoritas di DPR,
pengalaman pertama bagi Indonesia, negara presidensial multipartai.
Pemerintah, tecermin dari komposisi kabinet, didukung empat parpol (PDI-P,
PKB, Nasdem, dan Hanura) pemilik 207
kursi (39,97 persen) di DPR. Ketegangan politik antara Koalisi Indonesia
Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) diawali aksi KMP menyapu posisi
pimpinan DPR dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Ketegangan itu mereda setelah Partai Persatuan Pembangunan dan
Partai Golkar memiliki kepengurusan kembar. Belakangan PAN menyatakan ingin
mendukung pemerintahan.
Mengatasi tantangan berat
di awal
Politik amatlah dinamis. Dalam menyusun kabinet pertamanya,
terlihat Presiden Jokowi mengalami tekanan akibat keharusan mengakomodasi
figur parpol yang menomorduakan kompetensi. Masyarakat menilai, beberapa
pembantunya bukan the right man on the
right place yang belum pernah terdengar karya dan gagasan besarnya.
Sampai medio 2015, penyerapan anggaran APBN 2015 sangat rendah, masih di
bawah 30 persen, karena struktur kabinet berbeda dengan nomenklatur anggaran
yang disusun oleh pemerintah dan DPR sebelumnya, terutama pada 13 kementerian
yang mengalami perubahan. Hal itu juga disebabkan oleh banyak pemerintah
daerah yang kinerjanya rendah sehingga anggaran senilai Rp 273 triliun di
seluruh Indonesia mengendap di rekening pemerintah daerah.
Ini pelajaran penting bagi negara agar pada waktu yang akan
datang, tahun pertama pemerintahan baru sebaiknya menggunakan struktur
pemerintahan yang sama dengan sebelumnya, supaya APBN yang disusun oleh
pemerintah dan DPR sebelumnya dapat langsung dijalankan. Perubahan struktur
pemerintahan jika diinginkan dilakukan
setelahnya, bersamaan dengan penyusunan APBN tahun kedua. Menyusun
organisasi suatu kementerian baru
lengkap dengan direktur jenderal, direktur, kepala subdirektorat, kepala
biro, dan kepala bagian memakan waktu yang lama. Bahkan, sampai sekarang,
setelah satu tahun, ada beberapa dirjen yang belum dilantik.
Di bidang hukum, muncul kegaduhan karena gesekan antarlembaga
penegak hukum, khususnya antara KPK dan Polri yang terlibat ketidaksepahaman
atas sejumlah kasus. Ada tuduhan Polri melakukan kriminalisasi, sementara
komisioner KPK dianggap memolitisasi.
Tantangan paling serius, pelemahan ekonomi. Situasi ekonomi
global telah membuat kondisi perekonomian nasional beberapa bulan terakhir
memprihatinkan. Berkurangnya penerimaan devisa dari ekspor komoditas primer
(minyak, gas, batubara, emas, tembaga, sawit, dan karet) membuat neraca
perdagangan defisit, nilai rupiah tertekan, pertumbuhan ekonomi menurun, dan
cadangan devisa menyusut karena digunakan Bank Indonesia menjaga nilai
rupiah.
Kebutuhan dollar yang besar juga buah dari kebijakan di masa
lampau karena investasi asing yang terlalu besar proporsinya di segala
sektor, manufaktur kita yang besar komponen impornya, hingga gaya hidup kelas
menengah atas yang suka memakai produk impor mulai dari barang elektronik,
mobil built-up,tas sepatu dan lain-lain, serta kebutuhan bahan pangan impor
yang terus meningkat (gandum dan buah-buahan). Besarnya porsi investasi asing dalam
perekonomian Indonesia, tampak di pertambangan, otomotif, perbankan, dan
perkebunan, mengakibatkan devisa hasil ekspor tidak mengendap di Indonesia ,
tetapi di negara induk perusahaan-perusahaan itu. Dividen yang diambil keluar
setiap tahun telah jauh lebih besar dari investasi yang ditanam di sini.
Dari berbagai penelitian diketahui banyak WNI/perusahaan
Indonesia yang menyimpan dana hasil ekspornya dalam mata uang asing di luar
negeri (terutama Hongkong dan Singapura). Dalam suasana tekanan yang berat
terhadap rupiah, kalau mereka memindahkan dananya ke dalam negeri akan bermakna
besar. Instrumennya tersedia antara lain berupa deposito mata uang asing atau
rupiah. Pemerintah sudah memberi insentif fiskal bagi perusahaan yang mau
menyimpan uang di dalam negeri. Bahkan, kalau dari hasil ekspor, Pajak
Penghasilan (PPh) depositonya ditetapkan nol persen. Sangat membahagiakan
bagi setiap warga negara apabila bisa
ikut meringankan beban negara atau ikut membangun negara, tempatnya mencari
nafkah.
Terobosan dalam mekanisme perdagangan internasional seperti
penggunaan yuan untuk transaksi dengan Tiongkok, mitra dagang terbesar, dapat
menekan kebutuhan dollar AS. Kita perlu optimistis dapat melewati kondisi
berat ini karena sebenarnya kondisi nilai tukar rupiah jauh lebih baik
dibandingkan dengan mata uang Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki, bahkan
Malaysia. Pertumbuhan ekonomi kita, walaupun menurun, tetap nomor lima
tertinggi di dunia setelah Tiongkok, Filipina, Kenya, dan India.
Penerimaan pajak tahun 2015 dari target Rp 1.294 triliun, hingga
akhir September realisasinya baru 52,31 persen. Sampai akhir tahun, maksimal
tercapai 80 persen, artinya realisasi penerimaan pajak sekitar Rp 240 triliun
kurang dari target.
Untuk pengamanan perekonomian nasional, cadangan devisa RI harus
meningkat drastis melalui peningkatan ekspor produk pertanian (perkebunan,
hortikultura, pangan, peternakan); pertambangan (minyak, gas, tembaga, emas,
batubara); dan manufaktur. Sangat berbahaya mengandalkan masuknya devisa
melalui pasar modal/pasar uang (hot money) karena mudah ditarik keluar. Dengan
statusnya yang independen, BI perlu cerdas menyiasati masalah besar ini.
Di bidang ekonomi, medan yang dihadapi pemerintah memang berat.
Restrukturisasi ekonomi berhadapan dengan ketidaksiapan birokrasi dan
eksistensi mafia dan kartel di banyak sektor bisnis. Pelambatan ekonomi juga
mulai diikuti ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari Januari sampai
September 2015, ada 724.000 orang yang mencairkan dana Jaminan Hari Tua.
Menurut Apindo, sebagian besar adalah korban PHK.
Ke depan, jalannya pembangunan
semakin banyak bergantung pada kinerja pemerintahan daerah dalam
menyerap anggaran. Dalam RAPBN 2016, belanja pemerintah pusat sebesar Rp
1.339,1 triliun dengan rincian belanja kementerian dan lembaga Rp 780,4 triliun
dan belanja non-kementerian dan lembaga Rp 558,7 triliun. Adapun transfer ke
daerah dan dana desa mencapai Rp 782, 2 triliun. Jika ditambah dengan APBD
yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD), jumlahnya menjadi lebih
dari Rp. 1.000 triliun. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, transfer daerah
melebihi anggaran untuk kementerian. Presiden Jokowi juga menyiapkan dana
infrastruktur yang mencapai Rp 313,5 triliun; 8 persen dari RAPBN 2016
senilai Rp 2.121,3 triliun.
Arah sudah tepat
Dalam satu tahun pemerintahan Jokowi, kita melihat pemerintah
telah berjalan ke arah yang tepat, membangun fondasi yang kokoh untuk ke
depan; antara lain berupa meningkatnya APBN, menurunnya subsidi dan meningkat
sangat tinggi pembangunan infrastruktur, alokasi anggaran ke daerah yang
lebih tinggi daripada di pusat, penguatan industri alutsista, insentif pajak
untuk mengendapkan dana-dana valuta asing di dalam negeri, insentif untuk
ekspor, dan lain-lain. Suatu kebijakan
yang berani di tengah impitan dinamika politik, ekonomi yang begitu tinggi,
dan atmosfer politik Indonesia yang gegap gempita. Hasilnya tentu baru akan terasa dalam 2-3 tahun ke depan.
Beratnya tekanan ekonomi masih akan berlanjut sampai 2016. Alam
juga sedang menguji. Kemarau panjang yang menyengat berdampak pada kegagalan
panen dan kebakaran hutan.
Kemarau panjang di sisi lain adalah mekanisme alam mematikan
hama-hama penyakit tanaman. Kita juga melihat di dalam negeri, banyak sinisme
ditujukan kepada pemerintah, seperti
istilah presiden prematur, berita hoax di media sosial seperti Presiden
Jokowi akan menjual BUMN ke Tiongkok atau diberitakan akan minta maaf kepada
PKI. Saya memahami, di era demokrasi, tidak semua orang setuju dan mendukung
pemerintah, tetapi dalam suasana tekanan berat pada perekonomian nasional
saat ini, dan dunia dalam ancaman resesi dan ketidakpastian, sebaiknya kalau
tidak bisa membantu, jangan mengganggu.
Kita semua menyaksikan presiden dan pemerintah telah bekerja
keras. Seruan kerja, kerja, kerja bukanlah retorika kosong. Dengan payung
hukum yang dibuat, keterlambatan pencairan dana APBN dan APBD, yang terjadi
karena ketakutan aparat birokrasi didakwa melakukan penyimpangan, bisa
dihilangkan.
Berbagai situasi ekonomi yang ada ini bukanlah kondisi permanen.
Saya harap harga komoditas ekspor unggulan Indonesia akan meningkat, dan
langkah-langkah Presiden dapat mempercepat pencairan APBN dan APBD, sesuatu
yang sangat strategis karena APBN dan APBD menyumbang sekitar 15 persen dari
PDB.
Langkah mendorong
industri padat karya baru untuk memperluas lapangan kerja dilaporkan
BKPM pada semester I-2015 ada sebanyak
970 pabrik makanan dan minuman, 378 pabrik tekstil, 100 pabrik sepatu, dan
156 pabrik furnitur, serta penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR) menjadi
9 persen adalah kebijakan strategis yang tepat, baik untuk jangka pendek
maupun panjang. Tiga paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan
memberikan harapan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen dapat dicapai.
Butuh kesabaran rakyat
Rakyat perlu sabar karena yang sedang dilakukan akan menciptakan
masyarakat sejahtera yang mandiri dan berkelanjutan; bukan masyarakat yang
nyaman dengan aneka subsidi yang pada akhirnya tidak terpikul oleh negara
seperti di Uni Soviet dan negara-negara komunis dulu.
Kita sedang menuju masyarakat produktif di semua lini. Proyek
hilirisasi harus dijalankan dengan rangsangan insentif pajak agar muncul
produk-produk olahan pertanian serta pertambangan; pemerintah tak perlu
keluar uang, cukup dengan kebijakan perpajakan. Misalnya, kalau PPh minyak
mentah (crude oil) sekitar 25 persen, produk turunan akhir bisa dikenai PPh
10 persen, begitu juga dengan kopi, teh, dan lain-lain. Sudah tepat langkah
membentuk CPO Fund dengan tujuan mendorong hilirisasi CPO.
Amat penting menyusun strategi untuk membuat setiap peluang
ekonomi dan pasar yang berkembang digunakan untuk memperkuat pelaku ekonomi
nasional. Tentulah amat bermanfaat kehadiran penanaman modal asing di
Indonesia sekarang dan ke depan; untuk perluasan lapangan kerja/kesempatan
berusaha dan alih teknologi. Namun, tujuannya haruslah membangun kemampuan
nasional dan jangan membangun ketergantungan.
Semua negara di muka bumi ini paling tidak memiliki tiga
instrumen penting untuk membawa kemajuan, yaitu instrumen fiskal (unsur
pentingnya APBN, pajak, bea masuk), instrumen moneter (unsur pentingnya
jumlah uang beredar, suku bunga bank), dan instrumen administrasi (unsur
pentingnya adalah perizinan). Ketiga instrumen tersebut perlu digunakan oleh
pemerintah secara cerdas untuk membawa kemajuan di segala bidang.
Popularitas Presiden Jokowi yang menurun diharapkan tidak
menurunkan semangat Presiden untuk melanjutkan upaya menata fondasi ekonomi
Indonesia menuju kejayaan Indonesia tercinta. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar