Terima Kasih, Pak Ali Wardhana...
Mari Pangestu ; Mantan Menteri Perdagangan;
Mantan Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
|
KOMPAS,
18 September 2015
Pada 14 September
2015, Indonesia kehilangan salah satu putra terbaik. Profesor Dr Ali Wardhana sudah berpulang ke
tempat peristirahatannya yang terakhir. Pada 6 Mei lalu, beliau merayakan ulang
tahun ke-87. Pada 7 Juni, sebagai
bagian dari perayaan ulang tahun beliau dan menghormati kontribusi beliau,
buku A Tribute to Ali Wardhana-
Indonesia's Longest Serving Finance Minister: From His Writings and His Colleagues
(Penerbit Buku Kompas) diluncurkan.
Saya dan semua yang
terlibat merasa sangat bersyukur bahwa kami dapat menyelesaikan buku tersebut
saat beliau masih ada. Banyak dari
kolega, mantan staf dan murid, serta teman-temannya yang hadir saat itu, termasuk
salah satu murid kebanggaan beliau, Sri Mulyani.
Sosok yang cepat belajar
Selama satu tahun
mempersiapkan buku tersebut, kami lebih memahami kontribusi beliau yang
sangat luar biasa dan personanya. Walaupun tidak dalam keadaan sehat, ia
masih bisa bergurau dan bercerita tentang hal-hal yang unik. Seperti saat Presiden Soeharto memanggil
beliau untuk menjadi Menteri Keuangan, beliau menolak karena merasa masih
"ingusan". Namun, di luar
dugaan, jawaban Pak Harto adalah bahwa ia (Presiden Soeharto) juga tidak
ingin jadi presiden. "Maka,
marilah kita bersama-sama belajar. Saya menjadi presiden dan Saudara Ali
menjadi Menteri Keuangan."
Cerita lain adalah
bahwa beliau lulus sebagai doktorandus (Drs) dari Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FEUI) dengan hasil "lulus tetapi dengan
meragukan". Mengapa? Sebab, pada waktu itu, selain Profesor Sumitro,
penguji yang lain adalah orang Belanda dan ujian dalam bahasa Belanda!
Tentu Pak Ali bukan
saja cepat belajar sebagai Menteri Keuangan yang tugas pertamanya adalah
menurunkan inflasi dari di atas 600 persen ke tingkat yang lebih normal dan
menyerdahanakan serta mengelola sistem kurs dan devisa. Beliau juga tercatat
menjadi Menteri Keuangan (1968-1983) yang paling lama dalam sejarah
Indonesia: 15 tahun! Beliau juga dipercaya sebagai Menteri Koordinator
Ekonomi, Industri, dan Pengawasan Pembangunan (1983-1988). Hasil yang tidak lagi
"meragukan".
Beliau menjadi menteri
pada saat-saat penting dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia, yang
diawali dengan stabilisasi ekonomi serta membangun kepercayaan dunia luar dan
donor terhadap Indonesia di awal Orde Baru.
Dasar-dasar kebijakan makroekonomi Indonesia, seperti prinsip dasar
disiplin fiskal, anggaran yang berimbang, dan self assessment pajak, adalah
produk saat beliau menjabat. Beliau
juga sangat berperan dalam menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
yang pertama dan setelah itu.
Pak Ali mengalami
tahun-tahun boom minyak Indonesia sehingga boom dari penghasilan minyak dapat
dikelola untuk pembangunan ekonomi, seperti infrastruktur, program Keluarga
Berencana, serta sarana dan prasarana pendukung pertanian. Tentu saat harga
minyak turun pada pertengahan 1980-an, Pak Ali yang mengelola devaluasi dan deregulasi yang perlu
dilakukan agar Indonesia dapat diversifikasi dominasi minyak dari hasil
ekspor dan pendapatan negara.
Keberanian beliau melakukan beberapa gebrakan menjadi pembahasan
sampai sekarang, seperti menggantikan peran Bea Cukai dengan perusahaan
Swiss, SGS, agar ekspor dan impor dapat segera berjalan lancar sementara
dilakukan pembenahan di Bea Cukai.
Dari proses pembuatan
buku ini (A Tribute to Ali Wardhana)
ada beberapa hal yang saya tidak ketahui sebelumnya yang membuat saya
mempunyai apresiasi lebih besar mengenai peran dan kontribusi beliau bagi
bangsa Indonesia.
Pertama, Pak Ali
melakukan perannya sebagai menteri bukan saja saat-saat penting di
pembangunan Indonesia, melainkan juga pada saat perekonomian dunia dan
lembaga keuangan internasional sedang mengalami berbagai perubahan yang
mendasar. Misalnya berakhirnya
konversi (convertibility) dollar AS
dengan emas atau berakhirnya sistem Bretton Woods, dan bahwa dollar AS
menjadi mata uang cadangan devisa (reserve
currency). Dalam proses transisi
ini, mata uang negara maju mengalami fluktuasi dan volatilitas yang
mengganggu keadaan negara sedang berkembang.
Dalam pidato-pidato
beliau juga ada tema yang berulang kali muncul mengenai peran lembaga
internasional dan negara maju untuk mendukung pembangunan perekonomian negara
sedang berkembang. Mulai dari soal tambahan dana bantuan sampai ke pentingnya
perhatian dari lembaga internasional mengenai makna pertumbuhan dengan pemerataan dan
pemerataan dengan pertumbuhan.
Kedua, sewaktu
menjabat sebagai Menteri Keuangan, Pak Ali juga pada saat bersamaan menjadi
Dekan FEUI dan sebagai pejabat dekan terlama dalam sejarah FEUI. Dalam hal ini, dan juga sebagai menteri,
Pak Ali menaruh perhatian besar secara konsisten dan dalam kurun waktu yang cukup
lama untuk membangun sumber daya manusia, baik melalui pendidikan, pelatihan,
maupun pengalaman.
Pak Ali punya
keyakinan bahwa hanya dengan cara demikian orang Indonesia dapat memiliki
kapasitas untuk melakukan analisis, menyusun kebijakan yang tepat, dan
melakukan implementasi kebijakan serta pembangunan kelembagaan yang
baik. Beliau juga mempunyai keyakinan
bahwa pendekatan mengenai kebijakan harus dilakukan secara multidisiplin.
Maka, dalam melakukan rekrutmen, beliau mengambil lulusan dari berbagai
bidang, termasuk dari ITB, seperti Pak Bambang Subianto (yang kemudian juga
sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan).
Ketiga, Pak Ali
percaya pentingnya analisis dan data sebagai dasar pengambil keputusan dan
kebijakan ("evidence based policy
making"). Beliau banyak
menggunakan konsultan asing, tetapi menurut pengakuan beberapa pihak yang
menulis dalam buku ini dan dari hasil wawancara dengan mereka, Pak Ali
bertanya untuk hal yang sama kepada lebih dari satu lembaga atau
konsultan. Setelah mendapat berbagai
alternatif dan mempelajarinya, baru Pak Ali dan timnya mengambil keputusan.
Berani, tegas, dan peduli
Pada akhirnya Pak Ali
adalah manusia biasa yang selain canda gurau dan cerutunya yang khas, juga
adalah seorang guru, seorang ayah, dan seorang suami. Beliau adalah seorang
pemimpin sejati, yang mempunyai keberanian dan ketegasan, tetapi selalu
peduli dan mendorong generasi muda.
Akhir kata, dari semua
kesan dan testimoni mengenai Pak Ali, yang muncul adalah seorang yang telah
memberi segala-galanya demi pembangunan dan keberhasilan perekonomian
Indonesia. Beliau adalah
"founding member" dan "true believer" dari pembangunan
ekonomi Jakarta School of Economics,
dan telah menjalankannya dengan sepenuh hati.
Seperti judul tulisan
testimoni Pak Emil Salim dalam buku yang disebut di atas, Pak Ali telah
menyumbang "untuk Tuhan dan Tanah Air". Sulit bagi kami membayangkan Indonesia
menjadi negara seperti apa jika tidak ada kontribusi dari orang-orang seperti
Pak Ali Wardhana. Terima kasih Pak Ali dan rest in peace. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar