Mungkinkah
Perubahan Iklim Kini Sedang Berlangsung Paulus Agus Winarso ; Praktisi Cuaca, Iklim, dan
Lingkungan |
KOMPAS,
09 April
2021
Judul opini ini merupakan suatu kondisi
yang sedang terjadi dan berkembang saat ini. Basisnya adalah terukurnya curah
hujan sehari (3-4 April 2021), bersamaan perayaan hari Paskah yang
diperingati oleh umat Nasrani di seluruh dunia. Pada saat itu, terukur curah hujan di atas
200 milimeter, mungkin lebih, karena hingga opini ini disusun, hujan lebat
masih berlangsung di hampir sebagian kawasan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari catatan stasiun pengamat cuaca Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hingga pukul 08.00 waktu
Indonesia tengah, 4 April 2021, di Provinsi Nusa Tenggara Timur, diketahui
sebagai berikut. Stasiun Meteorologi Bandara El Tari
mengukur curah hujan 241 milimeter. Stasiun Klimatologi Kupang mengukur curah
hujan 230 milimeter. Stasiun Meteorologi Sabu mengukur curah hujan 205
milimeter. Selanjutnya, Stasiun Meteorologi Gewayantana mengukur curah hujan
150 milimeter. Gambar awan dari satelit cuaca pada 4 April
2021 menunjukkan kondisi awan hujan masih cukup meliput di sebagian besar
Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang artinya curah hujan masih berlangsung. Situasi dan perkembangan yang terjadi ini
secara meteorologis menunjukkan adanya suatu bibit badai tropis yang giat di
selatan Pulau Timor, bergerak secara lambat ke arah barat. Pusat tekanan
udara berkisar 1.000-1.002 milibar yang dalam istilah meteorologi dikenal
sebagai depresi tropis. Depresi tropis mengakibatkan angin berputar
dan bertemu atau konvergensi, yang membentuk gugusan awan. Kondisi ini
berlangsung beberapa hari sejak memasuki April 2021. Ini berlangsung empat
hari dengan kecenderungan tekanan udara yang terus turun, termasuk di
pusatnya. Kecenderungan itu didukung oleh kondisi
makro berupa gelombang tropis atau osilasi MJO. Dampaknya adalah menggiatkan
kondisi udara yang berkembang dengan pembentukan awan dan hujan. Banjir
bandang Berita media massa yang menyebutkan bahwa
di Pulau Flores Timur terjadi banjir bandang semula memberitakan bencana itu
menyebabkan lima orang meninggal. Ternyata pada 4 April 2021 siang, bencana
itu menimpa suatu desa dengan korban puluhan orang. Selain Pulau Flores, kemungkinan banjir
bandang masih ada di pulau-pulau besar dan kecil sekitar Pulau Timor yang
sepertinya terdampak dengan hadirnya curah hujan tinggi yang masuk kategori
ekstrem dari pandangan dan ukuran dari BMKG. Apabila curahan hujan per hari yang terukur
dalam penakar curah hujan itu di atas 150 milimeter, masuk dalam kriteria
hujan ekstrem. Sementara curah hujan antara 100-149 milimeter masuk kriteria
hujan lebat, antara 50-99 milimeter masuk kriteria hujan, dan kurang dari 50
masuk kriteria hujan ringan-sedang. Konsekuensi akan terjadi curah hujan sangat
lebat hingga ekstrem dari pengalaman atas kejadian tersebut tahun 2021
seperti yang terjadi di beberapa kawasan. Mulai dari kawasan Kalimantan
Selatan akhir Januari, kawasan ibu kota Jawa Tengah, kemudian kawasan Jawa
Barat awal Februari, hingga pada akhir Februari 2021 kawasan Jakarta. Kini, pada April 2021 terjadi di kawasan
Nusa Tenggara Timur yang secara klimatologis April masuk dalam kategori musim
kemarau. Artinya, curahan hujan mulai berkurang. Mengapa demikian? Ini sengaja diketengahkan untuk menjadi
perhatian dari pihak-pihak terkait dengan catatan jangan buru-buru mengatakan
ini semua ulah dari perubahan iklim. Kalau masuk kategori ini, akan langsung
terhenti untuk dibahas. Akan lebih arif apabila ini dicermati dan
diperhatikan dengan saksama untuk mencermati proses fisika dan dinamika udara
kawasan Benua Maritim Indonesia sebagai bagian dari pembelajaran. Karena dari
perspektif dan perkembangan yang terjadi, kondisi cuaca dan iklim kawasan
Benua Maritim Indonesia kian memberi dampak, khususnya bencana
hidrometeorologi kering dan basah. Apabila kita jauh menyimak kondisi cuaca
dan iklim periode 1980-2010, tampaklah keseringan kekeringan panjang dan
kebakaran lahan dan hutan. Periode 2010-2021 didominasi oleh bencana
hidrometeorologi basah dengan banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Sesuai dengan periode klimatologi yang
umurnya 30 tahun, sepertinya bencana hidrometeorologi basah akan berakhir
2040. Ini adalah suatu prakiraan sesuai dengan tingkat kejadian bencana yang
telah terjadi sejak 1980 hingga kini tahun 2021. Sebelumnya, kondisi cuaca dan iklim kawasan
Benua Maritim Indonesia cenderung mantap atau stabil, di mana periode antara
akhir dan awal tahun angin baratan dan umumnya musim hujan giat. Kondisi
sebaliknya terjadi di sekitar pertengahan tahun dengan kondisi angin timur
dan musim kering meski giat berbagai gejala alam global, seperti El Nino/La
Nina. Dari catatan perkembangan menunjukkan bahwa
kondisi cuaca dan iklim sangat kondusif sehingga Indonesia berhasil menjadi
lumbung beras. Kondisi ini terus memuncak tahun 1990, dengan penghargaan
internasional dari Badan Pangan Dunia atas keberhasilan dalam swasembada
pangan nasional. Kondisi ini rusak dengan giatnya gejala
alam global El Nino yang berkepanjangan dan berulang (1991-1994, 1997-1998,
2002-2003, 2007-2008) sehingga memunculkan bencana hidrometeorologi kering. Pengaruh
dominan Kembali pada kondisi cuaca dan iklim, dalam
dua tahun terakhir kawasan Indonesia didominasi pengaruh gejala La Nina,
seiring gejala El Nino yang giatnya singkat (2015-2016 sekitar sembilan
bulan) dan yang terakhir 2018-2020 hampir dua tahun, tetapi intensitasnya
lemah dengan kondisi relatif basah saat periode akhir El Nino 2020. Akhirnya, perkembangan dampak kondisi
gejala El Nino 2018-2020 tidak memberi dampak yang nyata dengan kondisi
bencana hidrometeorologi kering seperti yang terjadi di sekitar periode
1980-2010. Bahkan, pada akhir periode gejala alam El
Nino 2018-2020, terutama tahun 2020, muncul kontroversial dengan hujan sangat
lebat hingga ekstrem di kawasan Jakarta dan Jawa Barat awal tahun 2020. Curah hujan ekstrem terjadi saat pergantian
tahun 2019/2020 dengan kejadian hujan ekstrem yang meluas diikuti bencana
hidrometeorologi basah yang meluas di tiga provinsi (Banten, DKI Jakarta, dan
Jawa Barat). Kemudian berlanjut dengan kejadian hujan sangat lebat enam kali
dan dua kali kejadian hujan ekstrem. Selain itu, juga dapat diinformasikan angin
baratan mulai bertiup pada Februari hingga pertengahan Maret 2020, plus badai
tropis sangat minim kala itu. Meski badai tropis sangat minim kegiatannya,
seperti yang terjadi tahun 2021, kawasan Nusa Tenggara, baik Barat maupun
Timur, masih terjadi curah hujan hingga memasuki pertengahan tahun 2020. Tahun ini, khususnya musim hujan 2020/2021,
mulai sekitar akhir tahun 2020 yang hingga kini terjadi curah hujan yang
sepertinya setara dengan kuantitas dalam satu musim. Ini temuan kondisi
pertama. Temuan kondisi kedua adalah angin baratan
yang berawal sejak akhir tahun hingga memasuki April 2021 belum berakhir
hingga tulisan ini disusun. Dengan demikian, dari dua temuan ini plus
kondisi curah hujan yang mulai menyimpang tahun lalu dan tahun 2021, menjadi
pertanyaan apakah ini merupakan bentuk atau bagian perubahan iklim. Ini yang
perlu pengkajian lebih lanjut. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar