Terobosan Ekonomi Kreatif
Nawa Tunggal ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
17 Desember 2015
Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf
pada 2016 nanti dituntut bekerja nyata. Waktu sepanjang 2015 ini hanya
digunakan badan itu untuk mengurusi struktur kelembagaannya. Bekraf
ditetapkan pada 20 Januari 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015
tentang Badan Ekonomi Kreatif. Namun, hingga kini, belum terlihat jelas, apa
yang dikerjakan.
Ke arah mana badan itu sebenarnya
hendak bergerak? Sekretaris Utama Bekraf Harry Waluyo mencuplik definisi
ekonomi kreatif dari United Nations
Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD adalah badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani isu perdagangan, investasi,
dan pembangunan.
"Ekonomi
kreatif adalah yang diasuh secara memadai, kreativitas yang bahan bakarnya
budaya, yang menekankan pada pembangunan manusia, yang dapat menciptakan
lapangan kerja, inovasi, dan perdagangan, serta berkontribusi terhadap
inklusi sosial, menghargai keragaman budaya dan lingkungan yang
berkelanjutan,"
kata Harry, dalam paparannya di Bali, 9 September 2015.
Dari definisi tersebut, Bekraf
menetapkan 16 fokus pengembangan, meliputi film animasi dan video, mode,
desain produk, desain komunikasi visual, desain interior, arsitektur,
aplikasi dan game developer, televisi dan radio, seni rupa, seni pertunjukan,
periklanan, penerbitan, musik, kuliner, kriya, dan fotografi.
Untuk menunjang kinerja Bekraf,
DPR sudah menyetujui alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2016 sebesar Rp 1,113 triliun. Kepala Bekraf Triawan Munaf, dalam
beberapa kesempatan, menyebutkan, pengembangan film diharapkan menjadi
lokomotif yang bisa menarik gerbong-gerbong ekonomi kreatif lain.
Benarkah bisa demikian? Kita
tunggu pada 2016.
Strategi
Masih dari paparan Harry Waluyo,
Bekraf sudah menetapkan beberapa strategi. Beberapa di antaranya terlihat
cukup menarik dan realistis, seperti mengembangkan kota kreatif.
Selama ini riset terhadap potensi
kreatif di berbagai kota sudah berjalan. Ditunggu, peran Bekraf untuk
mengoptimalkan potensi-potensi di kota-kota itu.
Untuk menunjang inovasi dan daya
saing produk dan jasa ekonomi kreatif, Bekraf berjanji menyediakan akses
langsung bagi pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan hak atas kekayaan
intelektualnya. Kemudian untuk memanfaatkan hak atas kekayaan intelektualnya,
badan itu bakal memfasilitasi akses permodalan.
Hak atas kekayaan intelektual
untuk produk kreatif kita masih sangat sedikit, jika dibandingkan di beberapa
negara tetangga. Tetapi, dengan jumlah hak atas kekayaan intelektual yang
sedikit itu diiringi pembajakan produk kreatif di mana-mana. Bekraf memiliki
tantangan terhadap pembajakan ini. Bekraf sudah membentuk satuan tugas
bekerja sama dengan kepolisian untuk menangani pembajakan.
Di dalam strateginya, Bekraf
mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan
wirausahawan pemula. Ada juga niat untuk memperhatikan akses pasar dan
penyerapan produk serta jasa kreatif di dalam dan luar negeri.
Realisasi dari strategi-strategi
tersebut kita ditagih tahun 2016.
Selama 2015 ini bukan berarti
Bekraf tidak berbuat apa-apa. Setidaknya, Triawan Munaf menyemai harapan akan
membaiknya pertumbuhan perekonomian nasional melalui pengembangan ekonomi
kreatif. Salah satunya, melalui pengembangan teknologi multimedia.
Di depan 541 wisudawan dan
wisudawati Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang, Banten, akhir
November lalu, Triawan berpidato. "Masa depan dunia adalah dunia tanpa
batas yang kemajuan peradabannya akan digerakkan oleh gagasan-gagasan baru
yang multimedia," katanya.
Dari semua potensi dan manfaat
ekonomi kreatif itulah, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019, Bekraf didorong mencapai beberapa target. Di antaranya,
meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto ekonomi kreatif dari 7,5
persen menjadi 12 persen; menambah jumlah tenaga kerja dari 12,1 juta orang
menjadi 13 juta orang; dan meningkatkan kontribusi ekspor atau perolehan
devisa bruto dari 6,15 persen menjadi 10 persen.
Triawan mengutip salah satu
pernyataan UNCTAD, bahwa produk dan jasa kreatif tumbuh 134 persen sepanjang
2002 hingga 2011. Pricewaterhouse Coopers
(PwC) pada 2012 juga mencatat industri konten hiburan mencetak nilai bisnis
2,2 triliun dollar AS per tahun. Angka ini setara dengan 230 persen total
nilai ekspor minyak seluruh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC
).
"Sebagai bangsa, kita harus
mulai bekerja keras dengan cara-cara yang lebih strategis untuk menempatkan
Indonesia menjadi pelaku utama ekonomi kreatif, bukan penonton; menjadi
pemimpin pasar, bukan hanya pasar; menjadi pencipta arus perubahan, bukan
tergulung arus perubahan," kata Triawan.
Cara-cara baru sangatlah
dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi kreatif kita.
Cara
baru
Seni rupa menjadi satu di antara
16 fokus ekonomi kreatif dengan para pelaku yang mampu menghadirkan
karya-karya di berbagai negara. Potensi nilai ekonomi lumayan, tetapi
pemerintah tak menggerakkannya dengan baik.
Dibutuhkan cara-cara baru untuk
makin meningkatkan pendapatan negara dari seni rupa ini. Salah satu aktivis
gerakan seni rupa baru (GSRB) pada era 1970-an, Haris Purnomo, mengatakan,
"Pemerintah bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Pemerintah
Tiongkok."
Haris melihat sendiri kompetisi
seni rupa di Tiongkok. Dari banyak karya pilihan yang diikutsertakan, sedikit
saja yang meraih juara. "Saya melihat sendiri, pemerintah di Tiongkok
itu kemudian membeli karya-karya seni rupa yang tidak dimenangkan dalam
kompetisi itu. Kemudian pemerintah memasarkannya ke Eropa," katanya.
Seniman lain, juga eksponen GSRB,
FX Harsono, menuturkan, selama ini para seniman dari Indonesia bisa tampil di
berbagai negara dengan sedikit atau sama sekali tanpa peran pemerintah.
"Kita seolah tidak membutuhkan lagi peran pemerintah," katanya.
Bekraf adalah kepanjangan tangan
pemerintah. Pada 2016 nanti, saatnya badan itu menunjukkan kinerjanya untuk
membuktikan, apakah badan itu benar-benar dibutuhkan atau tidak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar