Memimpikan (lagi) Kedaulatan Ekonomi
Dedi Purwana ES ; Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 16 Desember 2015
BAK sebuah sinetron, kasus `Papa
Minta Saham' dilan jutkan dengan episode ber larutnya sidang etik MKD membuat
miris kita semua. Di tengah upaya pemerintah menegakkan kedaulatan ekonomi,
masih ada upaya segelintir pebisnis dan politisi mencoba memanfaatkan peluang
berburu rente. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, mereka bermanuver
untuk kepentingan diri mereka, bahkan rela mencatut nama orang nomor 1 dan 2
negara ini. Meski etika dilanggar, mereka berusaha meyakinkan petinggi
Freeport bahwa mereka mampu memengaruhi kebijakan perpanjangan kontrak karya.
Bagi para pemburu rente tidak ada
makan siang gratis (no free lunch).
Apa yang mereka perjuangkan, harus ada keuntungan yang didapatkan. Ini baru
di sektor minerba. Lalu, bagaimana dengan sektor lainnya seperti energi,
pangan, kelautan, kehutanan, dan keuangan? Pesimistis rasanya kedaulatan ekonomi
negara ini dapat ditegakkan manakala politisi dan pelaku bisnis tidak peduli
dengan UUD 45 Pasal 33.
Kemandirian
ekonomi
Sederhananya, kedaulatan ekonomi
dimaknai sebagai kemandirian rakyat atas sumber-sumber ekonomi. Dalam
demokrasi ekonomi, rakyatlah yang memiliki kedaulatan. Konsep kedaulatan
berkaitan erat dengan kemandirian. Kue pertumbuhan ekonomi haruslah dirasakan
seluruh lapisan masyarakat. Konstitusi bangsa ini jelas mengamanatkan hal
tersebut.
Persoalan yang sering muncul ialah
tertutupnya akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi. Segelintir pemodal
kuat menguasai sumber daya ekonomi. Konsekuensi dari sistem ekonomi pasar
yang dianut bangsa ini. Mirisnya, pemodal kuat ini identik dengan perusahaan asing.
Tengok misalnya investor di bursa efek. Porsi investor asing jauh lebih besar
dari investor domestik. Sedikit saja isu yang menyerempet kepentingan
investor asing, maka dipastikan bursa akan bergoyang.
Kedaulatan ekonomi bukan berarti
antiasing. Dalam perspektif ekonomi internasional, tidak ada satu pun negara
yang tidak bertransaksi ekonomi satu dengan lainnya. Negara mana pun dengan
segala keterbatasannya, tentu membutuhkan aliran dana investasi asing. Dana
investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi
domestik. Pertumbuhan ekonomi yang baik mampu mengurai kemiskinan yang
menjadi momok bangsa ini. Yang terpenting adalah adanya niat yang kuat lewat
strategi jitu dan langkah nyata untuk menciptakan kondisi ekonomi berkeadilan
dan mandiri.
Ekonomi
berkeadilan
Ketimpangan ekonomi ditengarai
sebagai penyebab tingginya angka kemiskinan di Tanah Air. Ini dibuktikan
dengan masih tingginya koefisien Gini rasio sebesar 0,408. Lalu, apa yang
harus dilakukan agar keadilan ekonomi dirasakan seluruh rakyat?
Pertama, meningkatkan kualitas
infrastruktur. Pembangunan infrastruktur harus menyentuh sampai ke tingkat
desa. Roda perekonomian desa akan terangkat manakala akses moda transportasi
lancar. Hasil produksi entah pertanian, peternakan, dan perkebunan selama ini
tidak berdaya saing. Harga komoditas menjadi mahal mengingat biaya
transportasi yang tinggi. Oleh karena itu, alokasi dana desa perlu diarahkan
untuk membangun infrastruktur penunjang perekonomian desa. Selain itu,
jangkauan pembangunan infrastruktur seyogianya merambah kawasan 3T
(Tertinggal, Terjauh, dan Terluar) di daerah perbatasan NKRI.
Kedua, mendorong semangat
kewirausahaan. Kedaulatan Indonesia bisa dicapai dengan peran dari penduduk
usia muda dalam menjaga kedaulatan ekonomi. Kedaulatan ekonomi tersebut bisa
dicapai jika pemikiran anak muda mulai berubah dari pola pikir job seeker (bekerja untuk orang lain)
menjadi job creator (mempekerjakan
orang lain). Pemerintah perlu terus-menerus menggalakkan program
kewirausahaan masyarakat, khususnya warga perdesaan.
Ketiga, memperkuat kemandirian
energi. Sektor energi sangat rentan dimasuki perusahaan asing. Bayangkan,
sejak bangsa ini merdeka, eksplorasi migas diserahkan kepada pihak asing. Hal
ini disebabkan ketidaktersediaan sumber daya manusia berkualitas dan
penguasaan teknologi eksplorasi energi. Minimnya dana riset bidang energi
terbarukan menyebabkan potensi sumber daya energi terbarukan, semisal
mikrohidro, tenaga surya, dan uap yang berlimpah tidak mampu digali secara
optimal.
Keempat, menjaga kedaulatan
pangan. Pemerintah telah banyak mereformasi peraturan perundangan propangan
rakyat. Persoalannya ialah seberapa intens implementasi di lapangan.
Indikator sederhana kemandirian pangan belum tercipta dapat dilihat dari
tingkat ketergantungan bangsa ini terhadap impor pangan. Ini diperparah
dengan bebas berkeliarannya kartel pangan mengatur tata perdagangan komoditas
pangan, entah beras, gula, daging, bahkan garam sekalipun. Sungguh ironis
sebagai negara maritim, kita masih mengimpor garam.
Kelima, mempertahankan kedaulatan
maritim. Sehari-hari kita menyaksikan bagaimana kedaulatan maritim
diinjak-injak. Nelayan asing begitu bebasnya mencuri ikan di perairan
Nusantara. Maraknya illegal fi shing memperparah kehidupan ekonomi nelayan.
Pantas saja kemiskinan masih ada di negara berpredikat lumbung ikan. Niat
baik pemerintah untuk menjadikan maritim sebagai poros ekonomi patut
dihargai. Pembangunan tol laut dan pelabuhan baru tentu dimaksudkan untuk
efisiensi dan memperlancar arus barang antarpulau. Perlu diingat,
karut-marutnya penanganan transportasi laut selama ini menyebabkan biaya
logistik mahal.
Keenam, mengoptimalkan sektor
pariwisata dan ekonomi kreatif. Sudah lama energi fosil tidak bisa lagi
diandalkan sebagai penerimaan utama negara. Dulu, kita pernah bangga sebagai
anggota OPEC, tapi sekarang kondisinya berbeda. Pariwisata dan ekonomi
kreatif menjadi alternatif pendorong pertumbuhan ekonomi. Bangsa ini memiliki
keunikan geografi bernilai jual tinggi.
Keragaman budaya yang khas juga
dapat dijadikan modal pengembangan ekonomi kreatif. Dengan dukungan
infrastruktur tertata apik, strategi pemasaran mumpuni, dan kemudahan akses
bagi turis asing niscaya akan mampu mendorong kedua sektor ini melesat.
Pada akhirnya, memang tidaklah
mudah sebuah negara mempertahankan kedaulatan ekonomi di tengah percaturan
global. Namun, mimpi berdaulat ekonomi bukanlah anganangan kosong. Kedaulatan
ekonomi bisa tercapai manakala ada kemauan tinggi seluruh komponen bangsa
ini. Indonesia hebat adalah negara yang mampu mewariskan kesejahteraan ekonomi
bagi generasi mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar