Tantangan 2016 :
Kemiskinan, Pengangguran, dan Fiskal
Firmanzah
; Rektor Universitas Paramadina;
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UI
|
KORAN
SINDO, 28 Desember 2015
Sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun 2015 dan bersiap
memasuki tahun 2016. Sejumlah catatan perjalanan ekonomi nasional perlu kita
perhatikan sebagai modal menghadapi tantangan dan peluang ekonomi nasional di
tahun depan.
Dari sisi moneter dan pasar keuangan, kita bisa bernapas lega
karena kekhawatiran adanya capital outflow secara besar-besaran selepas
pengumuman kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) tahap pertama di
Desember ini tidak terjadi. Justru saat ini baik nilai tukar rupiah maupun indeks
harga saham gabungan (IHSG) menunjukkan tren penguatan dalam jangka pendek
dan menengah.
Kehati-hatian The Fed dalam menaikkan suku bunga membuat
investor global lebih confidence
atas investasinya di pasar negara berkembang dan emerging. Selain itu,
kebijakan makroprudensial dan sejumlah paket kebijakan yang dikeluarkan baik
oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mampu menenangkan kondisi psikologis pasar. Hal ini sangat melegakan dan
memberikan kesempatan bagi kita semua untuk memperbaiki tantangan ekonomi
domestik dan sektor riil di tahun depan.
Menurut saya, ekonomi domestik di sepanjang 2016 akan menghadapi
tiga tantangan yang membutuhkan fokus dan perhatian dari para pengambil
kebijakan di negeri ini. Tantangan pertama terkait dengan program penanganan
kemiskinan. Target penurunan angka kemiskinan dalam APBN-P 2015 sepertinya
sulit untuk dicapai. APBN-P 2015 menargetkan angka kemiskinan dapat
diturunkan menjadi 10,3%. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
angka kemiskinan per Maret 2015 justru naik menjadi 11,22% dari posisi
September 2014 yang mencapai 10,96%.
Pada September 2015, ketika BPS melakukan survei angka
kemiskinan, dikhawatirkan angka kemiskinan kembali naik karena bencana kabut
asap yang melumpuhkan banyak aktivitas ekonomi di Sumatera dan Kalimantan
serta fluktuasi harga kebutuhan pokok, utamanya beras. Dalam APBN 2016, angka
kemiskinan ditargetkan turun menjadi 9,0- 10,0%. Target penurunan angka
kemiskinan yang cukup tinggi perlu menjadi fokus dari para pengambil
kebijakan ekonomi di Tanah Air.
Program kerja terpadu dan terintegrasi untuk penanganan
kemiskinan perlu dirumuskan dan diimplementasikan secara efektif. Kelompok
masyarakat sangat miskin, miskin, dan hampir miskin membutuhkan penanganan
berbeda-beda. Mulai dari program bantuan yang bersifat sosial sampai program
penguatan fungsi produksi mikro dan rumah tangga perlu terintegrasi dengan
program-program yang dilakukan pemerintah daerah.
Selain itu dana desa yang dianggarkan dalam APBN 2016 sebesar
Rp47 triliun juga berpeluang ditujukan untuk mendukung program penanganan
kemiskinan di perdesaan. Tantangan kedua, angka pengangguran. Melambatnya
perekonomian nasional yang diperkirakan tumbuh 4,70-4,80% pada 2015 membuat
kinerja sektor industri melambat sehingga menyebabkan target penyerapan
angkatan kerja terbatas.
Hal ini terlihat dari angka pengangguran terbuka yang menurut
data BPS naik dari posisi Agustus 2014 sebesar 7,24 juta jiwa (5,94%) menjadi
7,56 juta jiwa (6,18%) per Agustus 2015. Meski terdapat kenaikan jumlah
angkatan kerja Agustus 2015 menjadi 122,4 juta jiwa dari Agustus 2014 yang
121,87 juta jiwa, jumlah pencari kerja jauh lebih besar daripada kesempatan
yang tersedia. Hal inilah yang membuat angka pengangguran terbuka terus
meningkat.
Kebijakan nasional yang mendorong munculnya lapangan kerja baru
menjadi tantangan perekonomian nasional pada 2016. APBN 2016 menargetkan
angka pengangguran dapat diturunkan dalam kisaran 5,2-5,5% di tahun depan.
Fokus dari persoalan pengangguran adalah bagaimana otoritas moneter dan
fiskal mampu mendorong tumbuh dan bergeraknya sektor riil di Tanah Air. Ruang
ekspansi industri di semua sektor dan levelnya perlu terus ditingkatkan.
Pemerintah, BI, dan OJK perlu meningkatkan keterpaduan dan
sinkronisasi kebijakanuntukmendorongekspansi sektor industri. Sejumlah paket
kebijakan telah diambil pemerintah, BI, dan OJK. Tidak kurang terdapat
delapan paket kebijakan yang telah dikeluarkan dan tidak menutup paket
kebijakan susulan akan diterbitkan tahun depan. Perbaikan prosedur penyerapan
anggaran baik di tingkat pusat maupun di daerah perlu ditingkatkan pada 2016
untuk mendorong bergeraknya
perekonomian melalui realisasi belanja infrastruktur.
Berkaca pada 2015, justru keterlambatan penyerapan anggaran
terjadi dan ini menambah laju perlambatan ekonomi nasional tahun ini. Selain
mendorong tumbuh dan berkembangnya sektor industri dari sisi produksi (supply side), pemerintah sepertinya
mulai sadar bahwa stimulus dari sisi konsumsi perlu dilakukan. Menurunkan
harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang selama ini disuarakan banyak
kalangan di tengah anjloknya harga minyak mentah dunia akan mulai diterapkan
pada 5 Januari 2016.
Diharapkan turunnya harga BBM akan memperbesar pendapatan yang
dapat dibelanjakan masyarakat. Konsumsi yang meningkat akan menyerap produksi
nasional sehingga membuat pabrik dan perusahaan dapat memperbesar kapasitas
produksinya. Dengan semakin besarnya kapasitas produksi, serapan tenaga kerja
juga akan menjadi lebih besar. Belum lagi ditambah dengan penyuplai dan
distributor yang usahanya akan lebih bergairah dengan meningkatnya permintaan
di masyarakat.
Menurut hemat saya, BI dapat mempertimbangkan untuk menurunkan
BI Rate di 2016 dengan berkaca pada stabilitas pasar keuangan dunia setelah
kenaikan The Fed Rate di bulan Desember ini. Hampir dapat dipastikan The Fed
akan mempertahankan sikap kehati-hatian dalam memutuskan besaran kenaikan
kembali suku bunganya secara bertahap tahun depan.
Sikap inilah yang membuat investor global akan lebih mudah dalam
mengalkulasi dan mengelola portofolionya di negara berkembang dan emerging.
Situasi seperti ini perlu menjadi pertimbangan BI untuk menurunkan BI Rate
sehingga biaya modal dapat turun dan berkontribusi pada peningkatan daya
saing nasional.
Peningkatan daya saing nasional tidak hanya kita butuhkan untuk
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saja, tetapi yang tidak kalah
penting juga untuk menambah ruang ekspansi usaha yang pada akhirnya
meningkatkan daya serap angkatan kerja nasional. Tantangan ketiga bagi
perekonomian nasional terkait dengan kondisi fiskal kita. Sudah dapat
dipastikan target penerimaan negara utamanya dari sektor perpajakan sepanjang
2015 tidak akan tercapai. Situasi seperti ini akan berpengaruh pada kondisi
fiskal kita tahun depan. Dalam APBN 2016 ditargetkan penerimaan negara dari
sektor perpajakan naik menjadi Rp1.546,7 triliun dari APBN-P 2015 sebesar
Rp1,489,3 triliun.
Meskipun banyak kalangan yang memperkirakan ekonomi Indonesia
2016 lebih baik dari 2015, sepertinya aktivitas perekonomian nasional belum
cukup untuk merealisasi target pajak seperti yang tertuang dalam APBN 2016.
Dengan rencana dan program pemerintah yang membutuhkan pendanaan sangat
besar, hal ini meningkatkan besaran defisit fiskal tahun depan.
Hal itu tidaklah mengherankan ketika pemerintah melalui
Kementerian Keuangan telah mengubah kemungkinan batas defisit fiskal menjadi
2,9%. Penambahan utang pemerintah untuk menutupi defisit fiskal menjadi
langkah yang ditempuh pemerintah saat ini. Meski setiap penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN) melalui mekanisme yang ketat, besaran utang dan kondisi
fiskal 2016 perlu menjadi perhatian khusus dari para pengambil kebijakan.
Menurut data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Kementerian Keuangan, total utang pemerintah pusat per Agustus 2015 mencapai
Rp3.005,51 triliun. Jumlah ini meningkat jauh bila dibandingkan dengan 2014
yang masih di posisi Rp2.604,93 triliun. Upaya meningkatkan realisasi target
pajak perlu diimbangi dengan evaluasi program pemerintah yang perlu
pemangkasan.
Peningkatan realisasi target pajak sepertinya masih akan
berhadapan dengan ekonomi yang belum full-capacity
di kondisi dunia usaha yang justru membutuhkan stimulus fiskal untuk
mendorong usaha mereka. Sementara pemangkasan anggaran perlumelihat
tidakhanyaamanat UU pemenuhan anggaran, tetapi juga sebaiknya tetap
mempertahankan program-program penanganan kemiskinan dan penciptaan lapangan
kerja.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar