Jumat, 18 Desember 2015

Terobosan Ekonomi Kreatif

Terobosan Ekonomi Kreatif

Nawa Tunggal  ;  Wartawan Kompas
                                                      KOMPAS, 17 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf pada 2016 nanti dituntut bekerja nyata. Waktu sepanjang 2015 ini hanya digunakan badan itu untuk mengurusi struktur kelembagaannya. Bekraf ditetapkan pada 20 Januari 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif. Namun, hingga kini, belum terlihat jelas, apa yang dikerjakan.

Ke arah mana badan itu sebenarnya hendak bergerak? Sekretaris Utama Bekraf Harry Waluyo mencuplik definisi ekonomi kreatif dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani isu perdagangan, investasi, dan pembangunan.

"Ekonomi kreatif adalah yang diasuh secara memadai, kreativitas yang bahan bakarnya budaya, yang menekankan pada pembangunan manusia, yang dapat menciptakan lapangan kerja, inovasi, dan perdagangan, serta berkontribusi terhadap inklusi sosial, menghargai keragaman budaya dan lingkungan yang berkelanjutan," kata Harry, dalam paparannya di Bali, 9 September 2015.

Dari definisi tersebut, Bekraf menetapkan 16 fokus pengembangan, meliputi film animasi dan video, mode, desain produk, desain komunikasi visual, desain interior, arsitektur, aplikasi dan game developer, televisi dan radio, seni rupa, seni pertunjukan, periklanan, penerbitan, musik, kuliner, kriya, dan fotografi.

Untuk menunjang kinerja Bekraf, DPR sudah menyetujui alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 1,113 triliun. Kepala Bekraf Triawan Munaf, dalam beberapa kesempatan, menyebutkan, pengembangan film diharapkan menjadi lokomotif yang bisa menarik gerbong-gerbong ekonomi kreatif lain.

Benarkah bisa demikian? Kita tunggu pada 2016.

Strategi

Masih dari paparan Harry Waluyo, Bekraf sudah menetapkan beberapa strategi. Beberapa di antaranya terlihat cukup menarik dan realistis, seperti mengembangkan kota kreatif.

Selama ini riset terhadap potensi kreatif di berbagai kota sudah berjalan. Ditunggu, peran Bekraf untuk mengoptimalkan potensi-potensi di kota-kota itu.

Untuk menunjang inovasi dan daya saing produk dan jasa ekonomi kreatif, Bekraf berjanji menyediakan akses langsung bagi pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan hak atas kekayaan intelektualnya. Kemudian untuk memanfaatkan hak atas kekayaan intelektualnya, badan itu bakal memfasilitasi akses permodalan.

Hak atas kekayaan intelektual untuk produk kreatif kita masih sangat sedikit, jika dibandingkan di beberapa negara tetangga. Tetapi, dengan jumlah hak atas kekayaan intelektual yang sedikit itu diiringi pembajakan produk kreatif di mana-mana. Bekraf memiliki tantangan terhadap pembajakan ini. Bekraf sudah membentuk satuan tugas bekerja sama dengan kepolisian untuk menangani pembajakan.

Di dalam strateginya, Bekraf mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan wirausahawan pemula. Ada juga niat untuk memperhatikan akses pasar dan penyerapan produk serta jasa kreatif di dalam dan luar negeri.

Realisasi dari strategi-strategi tersebut kita ditagih tahun 2016.

Selama 2015 ini bukan berarti Bekraf tidak berbuat apa-apa. Setidaknya, Triawan Munaf menyemai harapan akan membaiknya pertumbuhan perekonomian nasional melalui pengembangan ekonomi kreatif. Salah satunya, melalui pengembangan teknologi multimedia.

Di depan 541 wisudawan dan wisudawati Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang, Banten, akhir November lalu, Triawan berpidato. "Masa depan dunia adalah dunia tanpa batas yang kemajuan peradabannya akan digerakkan oleh gagasan-gagasan baru yang multimedia," katanya.

Dari semua potensi dan manfaat ekonomi kreatif itulah, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Bekraf didorong mencapai beberapa target. Di antaranya, meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto ekonomi kreatif dari 7,5 persen menjadi 12 persen; menambah jumlah tenaga kerja dari 12,1 juta orang menjadi 13 juta orang; dan meningkatkan kontribusi ekspor atau perolehan devisa bruto dari 6,15 persen menjadi 10 persen.

Triawan mengutip salah satu pernyataan UNCTAD, bahwa produk dan jasa kreatif tumbuh 134 persen sepanjang 2002 hingga 2011. Pricewaterhouse Coopers (PwC) pada 2012 juga mencatat industri konten hiburan mencetak nilai bisnis 2,2 triliun dollar AS per tahun. Angka ini setara dengan 230 persen total nilai ekspor minyak seluruh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC ).

"Sebagai bangsa, kita harus mulai bekerja keras dengan cara-cara yang lebih strategis untuk menempatkan Indonesia menjadi pelaku utama ekonomi kreatif, bukan penonton; menjadi pemimpin pasar, bukan hanya pasar; menjadi pencipta arus perubahan, bukan tergulung arus perubahan," kata Triawan.

Cara-cara baru sangatlah dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi kreatif kita.

Cara baru

Seni rupa menjadi satu di antara 16 fokus ekonomi kreatif dengan para pelaku yang mampu menghadirkan karya-karya di berbagai negara. Potensi nilai ekonomi lumayan, tetapi pemerintah tak menggerakkannya dengan baik.

Dibutuhkan cara-cara baru untuk makin meningkatkan pendapatan negara dari seni rupa ini. Salah satu aktivis gerakan seni rupa baru (GSRB) pada era 1970-an, Haris Purnomo, mengatakan, "Pemerintah bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Pemerintah Tiongkok."

Haris melihat sendiri kompetisi seni rupa di Tiongkok. Dari banyak karya pilihan yang diikutsertakan, sedikit saja yang meraih juara. "Saya melihat sendiri, pemerintah di Tiongkok itu kemudian membeli karya-karya seni rupa yang tidak dimenangkan dalam kompetisi itu. Kemudian pemerintah memasarkannya ke Eropa," katanya.

Seniman lain, juga eksponen GSRB, FX Harsono, menuturkan, selama ini para seniman dari Indonesia bisa tampil di berbagai negara dengan sedikit atau sama sekali tanpa peran pemerintah. "Kita seolah tidak membutuhkan lagi peran pemerintah," katanya.

Bekraf adalah kepanjangan tangan pemerintah. Pada 2016 nanti, saatnya badan itu menunjukkan kinerjanya untuk membuktikan, apakah badan itu benar-benar dibutuhkan atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar