Wajah Kerahiman
I Suharyo
; Uskup Keuskupan Agung Jakarta
|
KOMPAS,
26 Desember 2015
Natal 2015
ini terasa istimewa karena dirayakan pada Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman
Allah yang ditetapkan Paus Fransiskus. Berlangsung dari 8 Desember 2015
sampai 20 November 2016.
Perayaan
Tahun Suci berasal dari tradisi Perjanjian Lama. Setiap 50 tahun, Tahun Suci
dirayakan untuk mengembalikan keseimbangan hidup bersama sebagai umat Allah.
Pada tahun itu semua warga umat Allah yang menjadi hamba harus dibebaskan,
semua tanah yang dijual harus dikembalikan pada pemiliknya, semua utang
dihapuskan.
Gereja
mengambil alih tradisi ini dan sejak tahun 1475, atas penetapan Paus Paulus
II, perayaan dilaksanakan tiap 25 tahun. Selain Tahun Suci Biasa, Gereja Katolik
juga merayakan Tahun Suci Luar Biasa seperti yang ditetapkan Paus Fransiskus
pada tahun ini. Alasan pemakluman ini ada dalam pengalaman iman pribadinya,
dalam bulla pemakluman Tahun Suci Luar Biasa dan dalam tindakan-tindakan
simbolis yang dilakukannya.
Pengalaman
pribadi Paus dirumuskan dalam semboyan yang menandai pelayanannya, miserando atque eligendo (dalam
kerahiman-Nya, Ia memilih aku). Keyakinan dan pengalaman bahwa Allah adalah
Maharahim mengubah dan membarui hidup pribadinya. Atas dasar pengalaman ini
pula Paus Fransiskus sekarang besar-besaran membarui Gereja Katolik.
Alasan kedua
dapat ditemukan dalam bulla pemakluman Tahun Suci Luar Biasa yang berjudul
"Misericordiae Vultus" (Wajah Kerahiman). Di dalamnya Paus
Fransiskus menyatakan, "Janganlah
jatuh ke dalam pola pikir mengerikan, yang beranggapan bahwa kebahagiaan
bergantung pada uang dan bahwa, dibandingkan dengan uang, semua yang lain
tidak ada nilainya. .Kekerasan pada orang lain demi menimbun kekayaan yang
berlumuran darah tidak akan mampu membuat seorang pun berkuasa atau tidak
mati" (No. 19.1).
Korupsi dosa berat
Paus
Fransiskus juga menyinggung gejala korupsi dan menulis, "Luka-luka
bernanah (akibat korupsi) merupakan dosa berat yang berteriak ke surga untuk
mendapat pembalasan, karena luka itu merongrong dasar-dasar kehidupan pribadi
dan masyarakat. Korupsi membuat kita tidak mampu melihat masa depan.
Kerakusannya menghancurkan harapan kaum lemah dan menginjak-injak orang
paling miskin di antara kaum miskin. Korupsi adalah. skandal publik
berat" (No 19.2).
Alasan lain
dapat ditemukan dalam berbagai tindakan simbolis Paus Fransiskus. Ketika
pertama kali bepergian ke luar Vatikan, beliau ke Pulau Lampedusa di Italia
Selatan setelah mendengar banyak imigran mati saat menyeberangi laut dari
pantai Afrika. Di tempat itu ia mengkritik "globalisasi sikap tidak
peduli akibat budaya kenikmatan".
Ia
mempersembahkan misa dengan piala kayu, diambil dari perahu rusak yang pernah
membawa imigran dari Afrika menuju pulau itu dan banyak yang tidak pernah
mencapai tujuan.
Perjalanan
beliau ke Afrika mulai 25 November 2015 juga simbolis. Ia mengunjungi
negara-negara yang dirundung kemiskinan, konflik dan kekerasan yang berlatar
belakang agama. Ia masuk ke daerah konflik dan menyerukan perdamaian. Ia juga
mengecam budaya korupsi yang menjadi akar kemiskinan. Inilah perjalanan
"peziarah perdamaian dan rasul pengharapan".
Di
tengah-tengah kemiskinan, pendewaan uang, korupsi, kekerasan, kerusakan alam,
Paus Fransiskus mendorong pembaruan dengan seruan untuk memperdalam pemahaman
dan keyakinan bahwa Allah adalah Maharahim, mengalaminya secara pribadi,
menjalankan pertobatan dan mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Kalau ini
terjadi, pembaruan hidup bersama dalam tataran mana pun terwujud.
Wajah kerahiman Allah
Pesan Natal
bersama yang dikeluarkan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dan
Konferensi Waligereja Indonesia dengan judul "Hidup Bersama sebagai
Keluarga Allah" adalah pesan pembaruan juga. Umat Kristiani diajak
membangun hidup bersama atas dasar iman bahwa kita adalah satu keluarga
Allah. Kita hidup bersama sebagai warga negara Indonesia. Kita diajak
membangun hidup bersama yang damai, rukun, adil, dan saling menerima dalam
keberagaman.
Kita juga
hidup bersama sebagai bagian dari umat manusia di Bumi yang sama. Dalam
kesadaran ini kita diajak menjaga keutuhan ciptaan. Ajakan ditujukan kepada
kita semua untuk mengembangkan spiritualitas keugaharian: hidup sederhana,
rela berbagi, berjuang bersama "menentang segala sistem yang menghalangi
serta mengurangi hak orang lain untuk memperoleh kecukupan hidup".
Kalau itu
semua dapat diwujudkan, dalam skala sekecil apa pun, pribadi kita, keluarga
dan masyarakat kita akan menjadi cermin wajah kerahiman Allah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar