Kutu Busuk Harga BBM
Ronny P Sasmita ; Analis Ekonomi Politik Internasional
Financeroll Indonesia
|
HALUAN,
29 Desember 2015
Harga bbm diturunkan setengah
hati. Begitulah bahasa lain yang bisa disematkan kepada kebijakan penetapan
harga BBM teranyar versi pemerintah. Mengapa? Karena seharusnya harga bisa
turun lebih murah, toh memang harga minyak dunia lagi tiarap. Bahkan dari
analisa-analisa komoditas yang berkembang, harga minyak dunia masih
berpeluang mendarat di level $20 per barel.
Namun anehnya, justru pemerintah mengerem kejatuhan
harga jual dalam negeri pada saat harga harusnya ngebut diturunan global.
Bahasa jualannya sederhana, yakni untuk proyek rakyat yang bernama ketahanan
energi sehingga hak pengurangan harga yang harusnya bisa segera diterima
publik justru disunat alias dikutip masuk ke kantong pemerintah.
Selama ini memang logika berpemerintahan di
negeri ini selalu begitu. Ketika rakyat diminta berkorban, pemerintah selalu
punya banyak bahasa untuk mendorongnya. Namun ketika rakyat seharusnya menerima
haknya, selalu saja ada bahasa halus untuk membendungnya.
Ketika pemerintah sambil tertawa-tawa menciptakan
berbagai mata anggaran untuk alokasi proyek ini dan itu atas nama APBN
alias uang rakyat, legislatif dan eksekutif bersekongkol layaknya
mafia-mafia jebolan italia, merekayasa konflik-konflik picisan agar terlihat
saling melakukan check and balances, untuk menghindari ijin
langsung dari yang empunya kedaulatan, yakni rakyat pemilih. Namun saat
urusan sunat-menyunat hak publik, pemerintah tergolong handal dalam
mencarikan bahasa pengalihan, memindai hak rakyat ke dalam bentuk
lain agar tak parkir langsung dihalaman atau dapur para pemilih.
Aksi permerintah ini equivalent dengan
reaksi pemerintah saat dikritik mengapa memutuskan menaikan harga BBM beberapa
waktu lalu. Trend naik harga global dijadikan tameng untuk menghilangkan
kapasitas proteksi pemerintah terhadap rakyatnya. Namun saat harga minyak
global melorot turun, justru reaksi pemerintah kali ini sangat berbeda. Harga
jual dalam negeri tak dibiarkan melorot sebagaimana mestinya. Pemerintah
malah mengutip beberapa ratus perak dari harga beli yang dibayarkan
publik.
Dan lucunya, pembayar harga BBM versi ini
adalah rakyat yang seharusnya mendapat lindungan pemerintah karena
konsumen premium biasanya berasal dari kalangan menengah ke bawah dan
konsumen solar berasal dari segmen industri yang sudah terpukul berkali-kali
akibat penebalan biaya produksi.
Pertanyaanya, mengapa pemerintah justru mengutip ampao dari
kalangan menengah ke bawah yang kapasitas konsumsinya seharusnya digenjot
dengan memberikan berbagai insentif dan kemudahan-kemudahan? Data sudah
sangat jelas membuktikan bahwa tingkat konsumsi kalangan menengah ke atas
tetap terjaga meskipun terjadi perlambatan ekonomi nasional. Justru daya
beli kalangan menengah ke bawah tergerus tajam akibat kenaikan harga BBM
di awal masa pemerintahan Jokowi-JK. Dimana Logikanya?
Selain itu, di segmen industry juga mengalami hal
yang sama. Industri adalah salah satu segmen yang juga terkena imbas tajam
dari kenaikan harga BBM sejak pertama digulirkan, terutama BBM varian solar.
Dunia industry mengalami penebalan
biaya produksi, terhantui inflasi yang kemudian menambah tekanan kepada
dunia tenaga kerja untuk menuntut kenaikan penghasilan, dan menggagalkan
banyak rencana ekspansi sektor industry yang berimbas pada penyempitan prospek
pembukaan lapangan kerja baru.
Bahkan, apa yang dialami dunia industry setelah kenaikan
harga BBM adalah salah satu penyebab perlambatan ekonomi nasional sejak
akhir tahun lalu. Ekspor tak mampu digenjot karena insdutry dalam negeri
tercekek berbagai halangan domestik yang diinisiasi oleh pemerintah. Dan
lagi-lagi, konsumen solar inipun tak lepas dari kutipan angpao pemerintah
untuk proyek ketahanan energy yang sampai detik ini hanya Tuhan dan Menteri ESDM yang paham
apa arti proyek tersebut sebernarnya bagi rakyat.
Lalu bagaimana kondisi dan proyeksi harga
minyak dunia sesungguhnya? Faktanya, harga minyak dunia terus merosot menuju
level terendah lebih dari enam tahun ini. Tingginya produksi minyak Amerika
Serikat dan penguatan dollar AS pasca Federal Reserve (The Fed) mengerek suku bunga membuat prospek minyak semakin
suram.
Penghujung dua pekan lalu, Jumat (18/12) harga
kontrak minyak jenis West Texas
Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari turun 50 sen atau 1,4% ke
level US$ 34,45 per barel di New York
Mercantile Exchange. Sementara, minyak jenis Brent untuk pengiriman
Februari turun 35 sen, atau 0,9%, ke level U$36,71 per barel di ICE Futures Europe Exchange London.
Disisi lain, data yang dirilis perusahaan jasa minyak Baker Hughes menunjukkan
jumlah rig pengeboran minyak AS
yang aktif naik 17 menjadi 541 untuk pekan tersebut. Data ini kian memicu
kekhawatiran banjirnya pasokan global.
Data lainya, pasokan minyak AS naik 4,8 juta
barel menjadi 490,7 juta barel alias 110,7 juta barel lebih dari satu tahun
sebelumnya. Ini merupakan level tertinggi sejak 1930. Produksi minyak
mentah AS juga bertambah 12 ribu barel menjadi 9,176 juta barel per hari
sekitar dua pekan lalu. Harga minyak telah jatuh dari posisi di atas US$ 100
per barel pada Juli 2014 karena produksi yang tinggi dari AS dan
anggota-anggota utama Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang
belum memutuskan memangkas produksinya meski minyak semakin murah.
Tekanan harga bertambah akibat pertengahan Desember
lahir keputusan Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga AS. Penguatan
nilai tukar greenback dipastikan
akan memperlemah permintaan minyak karena harga jual komoditas ini
berdenominasi mata uang dollar di pasar internasional. Tak ada ampun bagi
harga minyak dunia, jika dilihat dari berbagai macam halangan fundamental
yang akan menjegal kenaikan harga.
Bahkan jika harga tak terus merosot,
setidaknya harga minyak dunia akan bertahan di level rendah seperti yang
terjadi hari ini. Namun di dalam negeri, harga BBM memang disatroni kutu
busuk dari dulu. Pemerintah tak akan pernah mengalah, karena logikanya,
pihak yang kalah akan selalu ada di level yang paling lemah dari piramida
sosial politik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar