WAWANCARA
Pemerintah,
Lokomotif Perekonomian Nasional
Bambang PS Brodjonegoro ; Menteri Keuangan RI
|
KOMPAS,
29 Desember 2015
Proyeksi terbaru tentang perekonomian 2016 tidak secerah
perkiraan sebelumnya. Ada kemungkinan kondisinya sama berat seperti tahun
ini. Indonesia pun tentu tidak di luar orbit tersebut. Upaya proaktif akan
menjadi jalan paling tepat.
Kompas berkesempatan mewawancarai Menteri Keuangan Bambang PS
Brodjonegoro di rumah dinasnya di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut
petikan wawancara yang berlangsung dalam 1 jam 15 menit itu.
Bagaimana kondisi perekonomian 2016?
Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar
5,3 persen. Menurut saya, itu cukup moderat meskipun IMF (Dana Moneter
Internasional) memproyeksikan tahun depan belum tentu lebih baik daripada
tahun ini. IMF akan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Proyeksi
IMF sejauh ini 3,6 persen, jauh lebih tinggi dari proyeksi tahun ini sekitar
3,1 persen. Kelesuan global akan panjang, bukan setahun sampai dua tahun
saja. Pasar ekspor masih penuh tekanan. Permintaan Tiongkok turun. Ini juga
terjadi pada negara-negara lain.
Apa strategi pemerintah?
Selain mengupayakan agar ekspor lebih baik, terpenting adalah
menumbuhkan permintaan domestik dan mendorong substitusi impor. Dalam hal
ini, industri perantara jadi penting. Industri nasional yang lemah terutama
adalah industri hulu dan industri antara. Untuk itu, pemerintah tetap harus
menjadi lokomotif perekonomian nasional. Pada 2011-2014, lokomotifnya adalah
swasta. Tahun 2015, lokomotifnya pemerintah. Tahun 2016, masih harus
pemerintah. Dalam kondisi hari-hari ini, pemerintah harus bergerak lebih
dulu. Pemerintah harus jadi penarik, bukan swasta.
Caranya?
Porsi anggaran belanja infrastruktur harus semakin kuat agar
pertumbuhan tidak terlalu rendah. Anggaran infrastruktur 2015 sebesar Rp 290
triliun. Tahun depan Rp 310 triliun. Itu sudah termasuk dana alokasi khusus
untuk infrastruktur yang ditransfer ke daerah. Peran BUMN juga harus semakin
kuat.
Alokasi transfer ke daerah juga semakin besar. Ini semestinya
juga memberi sumbangan pada pertumbuhan ekonomi. Pekerjaan rumahnya
mengurangi dana mengendap di daerah. Akumulasi dana mengendap di daerah per
akhir tahun terus meningkat dari Rp 79,24 triliun per akhir 2011 menjadi Rp
113,07 triliun per akhir 2014. Per akhir November ini, dana mengendap di
daerah Rp 247,24 triliun. Pada akhir tahun, perkiraan dana mengendap sekitar
Rp 140 triliun.
Untuk mengurangi pengendapan, mulai 2016 pemerintah memberikan
transfer dalam bentuk Surat Utang Negara kepada daerah yang dana endapannya
tidak wajar. Kriteria dana mengendap tidak wajar adalah nilainya lebih dari
kebutuhan operasional selama tiga bulan.
Selain itu?
Pemerintah akan memperbaiki kualitas penyerapan anggaran
belanja, terutama belanja modal. Pada 2016, penyerapan diharapkan bisa
dimulai pada Januari dan merata sepanjang tahun. Salah satu caranya, lelang
dini pada tahun ini. Ini sudah dilakukan kementerian yang mempunyai
proyek-proyek infrastruktur. Persoalannya, selama ini penyerapan anggaran di
triwulan pertama nyaris nihil. Triwulan II sudah mulai ada, tetapi minim.
Triwulan III mulai banyak dan akhirnya menumpuk di triwulan terakhir.
Bagaimana pendanaan pada awal tahun?
Pemerintah sudah punya uang tunai lumayan banyak pada Januari
2016, diperoleh dari prefunding
yang dilakukan Desember 2015 dan private placement. Ada Sisa Anggaran Lebih
untuk bantalan yang posisi terakhirnya Rp 55 triliun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko Kementerian Keuangan, pemerintah telah menarik utang pada Desember
untuk kebutuhan pembiayaan awal 2016. Utangnya dalam bentuk valuta asing 3,5
miliar dollar AS. Menggunakan kurs Rp 13.900 per dollar AS, nilai itu setara
dengan Rp 48,65 triliun.
Pendanaan secara umum di sepanjang 2016?
Terutama dari pajak. Dari sisi pajak, program utamanya
ekstensifikasi wajib pajak orang pribadi dan penguatan teknologi informasi di
Direktorat Jenderal Pajak. Juga pengampunan pajak. Jumlah wajib pajak orang
pribadi 27 juta jiwa, baru 10 juta di antaranya yang melaporkan surat
pemberitahuan tahunan (SPT). Dari jumlah itu, baru 900.000 orang (bukan
karyawan) yang membayar pajak. Nilainya Rp 5 triliun. Karyawan sumbangannya
Rp 100 triliun.
Untuk pengampunan pajak?
Kalau pengampunan pajak berjalan, pasti menambah penerimaan
pajak. Sebab, ada upah tebusnya, yakni 2 persen (Januari-Maret), 4 persen
(April-Juni), dan 6 persen (Juli-Desember).
Potensinya?
Kami sudah punya data orang-orangnya. Gambarannya, aset di luar
negeri (yang belum dilaporkan) Rp 2.700 triliun. Aset di dalam negeri (yang
belum dilaporkan) Rp 1.400 triliun. Ini akan menambah penerimaan pajak tahun
depan.
Bagaimana soal repatriasi?
Repatriasi harus disiapkan. Tidak cuma masuk, lalu membuka
rekening di bank dalam negeri. Kita sedang menyiapkan obligasi khusus, tidak
lewat lelang, melainkan semacam penempatan langsung. Ini bisa mengurangi
kepemilikan asing dalam Surat Utang Negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar