Apakah tindakan seseorang atau kelompok digerakkan
oleh kesadaran dan pilihan bebas yang datang dari dalam diri seseorang
ataukah pengaruh dan tekanan dari luar dirinya?
Pertanyaan inilah yang ingin dibahas dengan judul tulisan di atas. Istilah
manipulasi tidak selalu berkonotasi negatif. Di dalam rekayasa teknologi,
manipulasi ini secara sadar dilakukan misalnya bagaimana membuat barang
dagangan agar terlihat indah berwarna mengkilat keemasan meskipun bukan
dari emas.
Dalam dunia perfilman, rekayasa ini sangat penting dilakukan, bagaimana memanipulasi
suatu adegan agar menarik ditonton meskipun itu hanya sebuah tontonan.
Dalam dunia bisnis dan politik, manipulasi semakin masif dilakukan. Ada
yang secara halus dan ada yang vulgar. Semuanya memerlukan dana besar.
Tujuannya sama yaitu bagaimana memengaruhi perilaku masyarakat agar membeli
produk atau memilih partai dan tokoh tertentu meski tanpa pemahaman yang
mendalam.
Teknologi periklanan sebagai sarana manipulasi merupakan pilar kapitalisme
modern yang juga ditiru oleh para politisi untuk mencari dukungan. Karena
terdapat unsur bujuk-rayu dan penipuan, manipulasi tidak akan melahirkan
loyalitas. Dengan berjalannya waktu, orang yang melakukan sesuatu karena
pengaruh manipulasi pada akhirnya akan kecewa, bahkan berbalik memusuhi.
Adapun inspirasi memiliki mekanisme psikologis yang berbeda. Meskipun awalnya
dating dari luar, inspirasi memiliki dimensi pencerahan dan daya dorong
terhadap pemikiran, pertimbangan, dan pilihan sadar pelakunya sehingga
seseorang memiliki kesadaran dan kebebasan penuh apakah akan melakukan
ataukah tidak. Dengan kata lain, manipulasi merupakan dorongan yang datang
dari luar tanpa penanaman pemahaman dan kesadaran.
Sedangkan inspirasi adalah dorongan yang datang dari dalam diri seseorang
setelah melalui perenungan dan pemahaman. Proses sosial politik yang
berlangsung dalam masyarakat selama ini miskin edukasi yang menginspirasi,
tapi lebih dominan bersifat manipulatif. Seseorang dikondisikan untuk
memilih parpol atau tokoh tertentu tanpa proses pemahaman yang cukup, tetapi
lebih karena pengaruh iklan dan bujuk-rayu serta imbalan materi.
Kultur ini tentu saja tidak akan mendorong partisipasi sosial untuk ikut
serta memikirkan dan memajukan bangsa. Yang terjadi adalah mobilisasi
sesaat dari masyarakat kerumunan. Mereka akan bergerak mengikuti stimulus
dan insentif emosional serta material tanpa mengetahui arah dan tujuan
perubahan sosial yang tengah berlangsung. Edukasi dan inspirasi politik
tidak dilakukan oleh kalangan parpol, yang dilakukan adalah manipulasi dan
mobilisasi massa.
Kalau dibiarkan, budaya ini akan membawa masyarakat pada kekecewaan,
kemarahan, dan kegagalan. Pada urutannya rakyat kehilangan kepercayaan
terhadap politik. Perilaku serupa juga terjadi di ranah ekonomi. Coba kita
amati. Rakyat semakin konsumtif akibat banyak pilihan dan rayuan yang
ditawarkan oleh iklan, namun lapangan pekerjaan tidak meningkat secepat
laju produk-produk konsumsi yang secara gencar dijajakan media massa.
Sementara jumlah penduduk berkembang terus. Gejala ini sudah berlangsung
sejak akhir era Orde Baru yang melahirkan generasi konsumtif, generasi
penikmat hasil pembangunan, berkat sukses orang tuanya. Namun, mereka tidak
memiliki etos kerja keras. Mereka bukan generasi yang terpanggil untuk
menanam dengan kerja keras, tapi selalu menuntut penghasilan tinggi dengan
jalan pintas.
Tak heran jika koruptor bermunculan di semua level dan semua lini. Mereka
memilih gaya hidup yang mahal, tanpa dukungan penghasilan yang seimbang.
Pendeknya, manipulasi akan menghasilkan perilaku semu, tidak otentik, biaya
mahal, dan kehidupan lalu dijalani dengan dangkal. Pendidikan dan agama
sesungguhnya sangat menekankan kekuatan inspiratif dan liberatif, sebuah
gagasan dan sikap yang membebaskan, bukan membelenggu dan menipu.
Disayangkan, kadangkala dijumpai metode dan materi pelajaran agama juga
terjatuh menjadi doktrin manipulatif, bukan inspiratif dan liberatif,
padahal pada dasarnya tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Beragama
dengan terpaksa merupakan kontradiksi di dalam dirinya mengingat kesalehan
dan kebajikan tidak akan muncul kecuali dari orangorang yang melakukannya
dengan ikhlas, sadar dan merdeka, bebas dari tekanan dan manipulasi.
Iman, ilmu, dan amal selalu ditampil menjadi satu paket. Seseorang
dianjurkan berbuat berdasarkan keyakinan yang diterangi ilmu. Keimanan
membuat tindakan menjadi otentik, ilmu melahirkan kesadaran dan pencerahan
atas pilihannya, dan amal merupakan manifestasi kehendak yang tercerahkan.
Komunikasi sosial manipulatif mesti diganti dengan komunikasi inspiratif liberatif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar