Kanal
Banjir Barat (KBB)dan Kanal Banjir Timur (KBT) merupakan dua buah kanal
utama yang mengendalikan banjir dengan cara menampung air dari sungai dan
kali di hulunya. Tujuannya, air tidak membanjiri Kota Jakarta.
Setiap musim hujan, Kanal Banjir Barat yang menampung air Sungai Ciliwung
sering meluap. Pada 17 dan 18 Januari 2013, permukaan air KBB di sekitar
Jalan Latuharhari meluap melewati kepala turapnya dan membanjiri jantung
Kota Jakarta. Akan tetapi, Kanal Banjir Timur (KBT) di sekitar Buaran,
relatif tidak terisi dan permukaan airnya masih lebih rendah satu sampai
dua meter di bawah kepala turapnya.
Bagian
hulu KBT menampung air dari Kali Cipinang, Kali Sunter, dan Kali Buaran.
Kanal ini mampu menampung air hingga 300-400 meter kubik per detik. Ketika
KBB meluap, KBT relatif tidak terisi dan masih mampu menampung tambahan
air dari Sungai Ciliwung sekitar 60 meter kubik per detik. Untuk
itu, Kementerian Pekerjaan Umum memprioritaskan membuat sodetan berupa
saluran sepanjang kurang lebih dua kilometer yang mengalirkan sebagian
air dari Sungai Ciliwung menuju KBT. Usulan ini sudah disetujui oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden menegaskan program ini
dalam jumpa pers setelah rapat penanggulangan banjir di Jakarta, Ahad
(20/1).
Ketinggian
permukaan tanah dan sungai yang diukur oleh Unit Penyelidikan Pengukuran
dan Pengujian DPU Provinsi DKI Jakarta pada Senin (28/1), menunjukkan,
perbedaan tinggi permukaan air rata-rata di Sungai Ciliwung sekitar
Kelurahan Bidara Cina dan Kali Cipinang (di hulu KBT) hanya sekitar 30
cm. Perbedaan tinggi permukaan air yang sedikit ini membuat kita
harus lebih teliti dalam merencanakan sodetan tersebut. Sebab, jika air
dari Sungai Ciliwung disodet begitu saja menuju KBT, dikhawatirkan air
berbalik mengalir kembali ke Sungai Ciliwung pada waktu permukaan air
Kali Cipinang lebih tinggi. Sebagai jalan keluarnya, di lokasi
sodetan harus dibuatkan suatu bangunan yang dapat membagi air (Bangunan
Pembagi Air/BPA) agar sebagian air dari Sungai Ciliwung selalu dapat
mengalir ke hulu KBT.
BPA
harus mampu berfungsi mengatur jumlah debit air, baik yang mengalir
menuju KBB maupun KBT. Pengaturan ini sangat dibutuhkan karena dari waktu
ke waktu, besarnya curah hujan sangat berbeda antara daerah hulu Sungai
Ciliwung dan curah hujan di daerah hulu Kali Cipinang, Sunter, dan
Buaran. Hal ini mengakibatkan banyaknya air dari sungai dan kali tersebut
yang akan di- tampung oleh KBB dan KBT juga akan berbeda.
BPA
tersebut dapat mengalirkan air melalui pipa saluran di bawah ta- nah yang
memotong Jalan Otista dan menyusur di bawah Jalan Otista 3, kemudian
memotong Jalan DI Panjaitan sampai bermuara di pertemuan Kali Cipinang
dengan hulu KBT. Hal ini dapat dilakukan karena permukaan Jalan Otista
(di dekat simpang Jalan Otista 3) lebih tinggi sekitar lima meter dari
permukaan Jalan DI Panjaitan (di dekat pom bensin Kebon Nanas).
Sedangkan, permukaan Jalan DI Panjaitan masih lebih tinggi, sekitar 3,5
meter dari permukaan air Kali Cipinang di hulu KBT.
Perhitungan
perencanaan pembagian air secara tradisional yang menggunakan
asumsi-asumsi kehilangan energi, seperti perubahan kecepatan air dan
sebagainya, sering kali hasilnya kurang tepat. Untuk itu, pelaksanaan
perencanaan (design engineering)
sodetan saluran ini, selain dihitung tradisional, sebaiknya dilakukan
juga simulasi model (system
dynamics).
Pelaksanaan simulasi model akan lebih menjamin hasil perencanaan yang
baik dan mendekati kenyataannya nanti (realitas).
Adapun
konstruksi sodetan salurannya, selain dapat berupa pipa di bawah tanah,
dapat juga berupa saluran boks beton. Yang jadi masalah, pada waktu pembangunannya
nanti adalah gangguan la lu lintas selama masa pelaksanaan konstruksi.
Pembuatan pipa saluran di bawah jalan dengan cara membuat terowongan mini
(microtunneling) dapat
mengurangi gangguan lalu lintas.
Sayangnya,
cara ini hanya cocok mengatasi gangguan lalu lintas untuk pelaksanaan
konstruksi yang memotong Jalan Otista dan memotong Jalan DI Panjaitan
saja, tetapi kurang cocok untuk pelaksanaan konstruksi yang menyusur di
bawah Jalan Otista 3. Hal ini karena cara tersebut mengharuskan adanya
sumur-sumur (manhole) untuk
pemasangan pipa.
Alternatif
pembuatan saluran berupa boks beton di bawah jalan relatif lebih murah
dan mudah. Hanya, pelaksanaan pekerjaannya harus secepat mungkin agar
gangguan lalu lintas tidak terlalu lama. Boks beton yang dibuat terlebih
dahulu di pabrik digunakan untuk mempercepat pelaksanaan konstruksinya.
Saluran boks beton tersebut harus kedap air karena pada waktu permukaan
air Ssungai Ciliwung lebih tinggi dari mulut sodetan dan saluran tertutup
tersebut bocor, rembesan airnya dapat mengganggu lingkungan.
Untuk
itu, sambungan antarboks hendaknya menggunakan sejenis karet khusus (synthetic rubber) bermutu tinggi,
seperti tipe karet yang pernah dipakai untuk sambungan antarboks Sydney
Harbour Tunnel di Australia. Kelebihan penggunaan boks beton ini dapat
dibuat lebih besar daripada penggunaan pipa sehingga lebih memudahkan pemeliharaannya
pada kemudian hari.
Harapan
penulis adalah perencanaan sodetan saluran ini dikaji lebih teliti sehingga
hasilnya bermanfaat bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunannya
nanti agar berhati-hati pada waktu pelaksanaan konstruksi yang memotong
Jalan DI Panjaitan karena sodetan tersebut berada di antara fondasi jalan
layang Wiyoto-Wiyono. Harapannya, banjir yang sering melanda Jakarta
dapat segera diatasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar