Edhie
Baskoro Yudhoyono (Ibas) melaporkan pencemaran nama baiknya, datang
dikawal pasukan pengawal presiden (Paspampres). Wartawan yang biasanya
menyerbu narasumber yang seksi, kini berjajar rapi, berbaris bagai anak
sekolah sebelum upacara.
Hal yang
wajar karena Ibas putra Presiden SBY. Sementara sebelumnya Hatta Rajasa,
kebetulan mertuanya, juga merepotkan diri menemui keluarga korban yang
ditabrak anaknya. Istrinya mendampingi anaknya di pengadilan. Hubungan
anak dengan orang tuanya dan sebaliknya adalah hubungan yang erat,
emosional, hubungan kekeluargaan dalam darah. Mereka ini inti, dari
keluarga inti.
Apa yang
terjadi pada salah satu anggota keluarga inti, menjadi penilaian untuk
seluruh keluarga. Dalam duka atau suka, dalam tawa atau air mata.
Masyarakat Jawa memiliki rumusan yang tepat untuk hal ini, anak polah
bapa kepradah, anak berulah bapak pula yang kena getah. Bapak di sini
adalah keluarga, yang berarti bapak juga ibu. Meskipun tak terberitakan,
untunglah begitu, Ibu Ani pasti juga prihatin dan terkurangi tidurnya.
Moralitas keluarga mengajarkan begitu.
Untuk
bersatu, untuk saling tolong, saling bantu meringankan beban. Kekuatan
keluarga ibarat sapu lidi yang sulit dipatahkan, dibandingkan batangan
lidi yang tercerai. Dalam contoh lain yang lebih dramatis dan tragis,
bahkan ada bapak dan anak yang keduanya menjadi tersangka korupsi. Atau
kelas istri-suami—saya selalu menyebutkan istri lebih dulu, atau
kakak-adik, atau…termasuk istri ke sekian. Persamaan keseluruhan adalah
adanya hubungan kekeluargaan yang tak terpisahkan.
Yang saling
berkelindan. Yang sertamerta saling melindungi, memberi rasa aman satu
dengan yang lainnya. Solidaritas keluarga satu darah. Yang bahkan tetap
menyatukan dalam trah keturunan, dalam keluarga yang lebih besar lagi.
Cerminan sederhana dari nilai ini, misalnya masih kita lihat perkumpulan
atau komunitas arisan keluarga, yang bersumber dari nenek moyang lapis ke
atas beberapa generasi.
Moralitas Sederhana
Mengingat
kuatnya nilainilai kekeluargaan, bukan tidak mungkin kekuatan dan
keliatan yang sama ini menjadi sikap positif bagi sesama. Kekuatan untuk
saling melindungi bukanlah diwujudkan dengan mempersulit persoalan. Dalam
sebuah keluarga, beberapa hal menjadi sangat sederhana. Mana yang do, dan
mana yang don’t sangat jelas dan mudah dimengerti seisi rumah.
Salah satu
anggota keluarga melakukan kesalahan— bahkan dalam contoh tidak tidur
siang seperti yang diharuskan, anggota keluarga yang lain mengetahui. Dan
kemudian bisa saling mengingatkan untuk tidak mengulangi. Dinamika yang terjadi
menjadi sangat indah, saling percaya satu sama lain. Dengan cara
sederhana yang bisa dilakukan siapa saja : menjadi sosok jujur.
Kadang saya
membayangkan ini yang terjadi. Ketika seorang bapak dituduh melakukan
korupsi kitab suci atau alat pendidikan yang lainnya, dan kemudian juga
anaknya. Moralitas keluarga adalah mengatakan apa yang sebenarnya
terjadi. Bukan, misalnya saja, malah saling berdusta, yang pada
gilirannya menjadi berbelit-belit, menjadi panjang urusannya. Lebih
mengerikan lagi hubungan anak-bapak dibangun dari dusta dan kebohongan
yang sama-sama ditolak.
Bukan itu
ajaran yang diberlakukan di rumah, dan bukan itu yang ingin diwariskan
kepada generasi berikutnya. Saya membayangkan hal ini juga berlaku pada
bapak-anak yang lain, yang dikaitkan dengan kuota impor daging sapi.
Nilainilai keluarga bisa ditegakkan justru ketika sang ayah, atau sang
anak, atau keduanya mengatakan hal yang sebenarnya, karena sebenarnya
persoalannya demikian sederhana, dan mudah diungkapkan.
Seperti yang
bisa dilakukan para istri-istri ke sekian yang bisa bercerita kejadian
dan proses yang melibatkan mereka. Seperti yang bisa dilakukan para istri
atau keluarga teroris, misalnya. Dalamskalayanglebihbesar,
keteranganjujurinimenegakkan nilai-nilai dalam keluarga, dan lebih besar
lagi mempermudah penyelesaian, dan memberikan pelajaran modus operandi
yang berlangsung selama ini.
Moralitas Kemenangan
Kalau semua
ini bisa terjadi, kemenangan utama adalah kemenangan nilai-nilai,
kemenangan moralitas sebuah keluarga. Yang menginspirasi keluarga lain.
Dan sesungguhnyalah kita semua ini dalam basis dasar adalah kumpulan
keluarga- keluarga. Yang tata nilai dan tata krama dalam hidup selalu
mewujud dalam bahasa dan sikap sederhana. Sederhana, dan karenanya
terpahami sepenuhnya.
Kebenaran,
juga ketidakbenaran, tampil dalam dan secara sederhana. Kadang saya
membayangkan bahwa dalam beberapa hal kemelut yang terjadi karena korupsi
atau suap atau penyalahgunaan kekuasaan, dibayar menjadi sangat mahal
karena disikapi dengan berbagai tipu daya dan dusta lainnya. Atau
dipahami secara membabi buta, sehingga keluarga bersatu untuk melumatkan
lawannya.
Baik keluarga
dalam hubungan darah, maupun komunitas yang dipersaudarakan, saudara satu
korps, satu angkatan, satu kesatuan, satu baret. Pada tingkat kasar
begini, bisa saja markas polisi atau lembaga pemasyarakatan diserbu.
Inilah bentuk buruk dalam pengerian kekeluargaan. Moralitas yang
membusuk, yang lebih merugikan atau lebih menghancurkan, terutama pada
pengertian moralitas keluarga.
Saya masih
percaya kekuatan moralitas keluarga yang sederhana, yang bisa
menyelesaikan permasalahan secara sederhana pula, dan itu merupakan
pendekatan terbaik. Meskipun banyak tanda yang kurang mendukung itu,
termasuk seorang anak yang memerkarakan ibunya karena soal menebang pohon
yang dulu ditanamnya.
Saya masih
harus percaya pada kekuatan besar yang sederhana itu bernama keluarga.
Harta yang paling berharga adalah keluarga, dan kita masih bisa terus
menggali kekayaan yang tak pernah habis, untuk kebaikan sendiri dan
keluarga lain. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar