Masyarakat
saat ini dihadapkan pada tingginya harga kebutuhan pokok, mulai dari
beras, sayur mayur, daging sapi, kambing/babi, daging ayam, dan
lain-lain. Harga yang ada saat ini sudah di luar batas kewajaran,
di luar daya beli konsumen.
Oleh
karena itu banyak masyarakat merasa tidak puas terhadap pemerintahan
sekarang, sebagian menginginkan situasi pada masa pemerintahan Soeharto
yang harga kebutuhan pokok serba murah. Situasi di mana keadaan sosial
terkendali, walaupun jauh dari demokrasi.
Ini
karena memang yang pertama dibutuhkan manusia adalah kebutuhan
dasar hidup (basic need of live),
baru berdemokrasi. Untuk membeli makanan saja susah, bagaimana bisa
bekerja, menghasilkan produktivitas yang tinggi. Apalagi memikirkan
demokrasi?
Lantas
kenapa harga kebutuhan pokok ini terus melonjak? Karena produksinya
memang jauh dari mencukupi, sementara usaha mencukupi kekurangan
produksi, yaitu impor, ditentang sebagian besar kaum elite, baik elite
pemerintahan, elite politik, maupun elite cendekiawan.
Mengimpor tidak mencerminkan kedaulatan pangan, menghabiskan devisa, dan
merugikan petani. Jadi, solusinya apa untuk menurunkan harga yang meroket
ini? Tidak ada, harga memang dibiarkan setinggi ini agar petani mendapat
untung besar.
Namun,
jangan lupa ada penumpang gelap (free
rider) di sini yang mendapat durian runtuh (windfall) atas situasi ini, yaitu para importir, pejabat
tinggi pemerintahan yang bekerja sama dengan importir, politikus, atau
para cendekiawan yang mendukung situasi harga tinggi ini.
Lantas siapa yang dirugikan? Konsumen, inflasi akan meningkat, daya beli
masyarakat berkurang. Agregat dari menurunnya daya beli nasional akan
menurunkan tingkat konsumsi nasional yang akhirnya menurunkan
pendapatan nasional. Apakah para pencari keuntungan mengetahui dampak
negatif ini? Jelas tahu, tapi mereka menutup mata. Kasus impor daging
sapi merupakan salah satu contohnya.
Sekarang bagaimana dengan bawang merah dan bawang putih? Produksi bawang
merah Indonesia sebenarnya cukup baik, sekitar 90 persen dari kebutuhan
nasional. Menurut data BPS, luas panen bawang merah tahun 2011 seluas
93.667 ha menurun 17,0 persen dibandingkan tahun 2010, sedangkan produksi
893.124 ton menurun 17,4 persen dibandingkan tahun 2011.
Oleh
karena tidak mencukupi kebutuhan, terpaksa harus diimpor dari Thailand,
Vietnam, Miyanmar, dan India. Volume impor bawang merah pada 2012 sebesar
95.000 ton dengan nilai Rp 400 miliar. Jumlah ini menurun 40,8 persen
dibandingkan tahun 2011.
Impor
bawang merah ini sudah berlangsung sejak 20 tahun lebih dan tidak
dipersoalkan, guna mencukupi kebutuhan nasional dan menjaga stablisasi
harga.
Pada
masa pemerintahan SBY (yakni KIB I dan II) baru masalah impor ini
dipersoalkan, mulai dari impor beras, kedelai, hortikultura, sayur mayur,
daging sapi, daging ayam, dan ikan selalu menjadi pertentangan di
sebagian pihak. Akibatnya pemerintah urung melakukan impor, padahal
produksi di bawah kebutuhan, akibatnya harga melambung tinggi.
Kadang pemerintah juga melakukan impor tapi jumlahnya dibatasi, sehingga
harga domestik yang seharusnya turun kenyataannya tetap atau turun
relatif kecil. Dampak dari semua ini adalah daya beli masyarakat yang
semakin lemah.
Naiknya
harga daging sapi Rp 100.000/kg mengakibatkan ikut naiknya harga
barang substitusinya seperti daging kambing/domba, daging babi, ayam,
dan telur. Itu adalah hukum ekonomi, karena konsumen beralih
ke barang substitusi yang harganya relatif lebih murah. Ini karena
permintaan meningkat maka harga barang substitusi ikut naik. Inilah yang
tidak disadari pembuat kebijakan.
Sekarang kenapa kita belum mampu berswasembada bawang merah? Ini karena
biaya memproduksi bawang merah relatif mahal yakni Rp 4-5 juta per 1.000
m atau Rp 40-50 juta per ha, dan risiko kegagalan panennya tinggi.
Tanaman bawang merah dapat tumbuh pada berbagai tipologi lahan baik lahan
sawah maupun lahan kering. Tidak dibatasi topografi lahan, dapat tumbuh
di daerah pegunungan ataupun di lahan datar. Yang penting adalah cukup
air, minimal 5-6 hari sekali harus disiram. Tanaman bawang merah juga
rawan terhadap genangan air dan hama penyakit. Perlu ekstra hati-hati
dalam pemeliharaannya. Tanaman bawang merah dapat dipanen pada umur
70 hari.
Sentra bawang merah saat ini adalah Jawa Tengah dengan produksi tahun
2011 sebesar 372.256 ton (41,7 persen dari produksi nasional) dengan
Kabupaten Brebes sebagai produsen utama. Produsen kedua terbesar adalah
Jawa Timur yakni 198.388 ton (22,2 persen), Jawa Barat yakni 101.273 ton
(11,3 persen), dan Nusa Tenggara Barat yakni 78.300 ton (8,8 persen).
Yang menjadi permasalahan utama dalam budi daya bawang merah adalah
lemahnya permodalan petani. Seperti yang penulis lihat secara empiris di
Kabupaten Brebes (di sepanjang saluran utama Jaringan Irigasi Pemali)
pada 23 Februari 2013, umumnya luas tanaman bawang merah relatif
kecil di bawah 0,25 ha. Petani yang menanam lebih dari luasan tersebut
umumnya dimodali pengusaha luar yang sebagian merangkap pedagang
besar.
Jika
ada pemodal yang memodali petani dengan keuntungan dibagi dua, niscaya
kita dapat berswasembada bawang merah. Keuntungan bawang merah dapat
mencapai 100 persen jika harga Rp 10.000-12.000 per kg, apalagi dengan
harga sekarang Rp 20.000-30.000 per kg, tentunya petani akan sejahtera.
Sebagai contoh Badan Litbang Pertanian cq Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) sudah membina petani untuk mampu membudidayakan bawang
merah di Kecamatan Sepatan Timur Kabupaten Tangerang, tetapi luas
tanamnya tidak bertambah sekitar 2 ha, karena apa? Mahalnya biaya
produksi. Juga benih yang harus didatangkan dari Brebes.
Dari survei penulis tahun 2011 di kecamatan di atas dengan harga jual Rp
10.000 dan produksi 0,8 tonper 1.200 m petani sudah memperoleh
keuntungan Rp 5,25 juta. Tanaman sayuran yang mampu ditanam petani adalah
yang berbiaya rendah seperti caesin, kangkung, kemangi, bayam, karena
modal yang lemah.
Pada akhir 1990-an terdapat kredit usaha tani (KUT) untuk hortikultra
sekitar Rp 9 juta per ha untuk biaya garap dan pupuk. Kredit ini sangat
membantu petani, tetapi saat ini belum ada skema kredit seperti itu yang
dapat dimanfaatkan petani. Ada juga skema kredit tertentu tapi besaran
pinjamannya relatif kecil Rp 200.000-1.000.000.
Kurang Cocok
Bagaimana dengan bawang putih? Kondisi geografis Negara Indonesia
yang terletak di daerah tropis memang kurang cocok untuk budi daya bawang
putih, komoditi ini lebih sesuai di daerah subtropis. Negara asal bawang
putih adalah Asia Tengah. China adalah produsen utama bawang putih yakni
70 persen dari produksi dunia, kemudian India (4,1 persen) dan
Korea Selatan (3,2 persen).
Hanya di daerah tertentu tanaman bawang putih dapat tumbuh dengan baik,
yakni di dataran tinggi, misalnya Pulau Flores-NTT, lereng Gunung
Rinjani-NTB, dataran tinggi Toba, dan Tanah Karo-Sumut. Produsen utama
bawang putih tahun 2002 di Indonesia adalah Jawa Timur (39,8
persen), Sumatera Utara (18,2 persen) Jawa Tengah (16,9 persen),
dan Nusa Tenggara Barat (9,5 persen).
Luas panen bawang putih di Indonesia tahun 2011 hanya 1.828 ha (meningkat
0,6 persen dibandingkan tahun 2010) dengan produksi 14.749 ton (meningkat
2,0 persen dibandingkan tahun 2010) atau produktivitas 8,1 ton per ha.
Jika dibandingkan produktivitas tahun 2001 di Negara China yakni 13,8 ton
per ha, Republik Korea yakni 11,8 ton per ha masih jauh lebih
rendah.
Harga bawang putih yang selama ini relatif murah memang membuat petani
kurang berminat menanamnya, dan tingkat konsumsinya juga jauh lebih
rendah (dibandingkan bawang merah). Komoditi bawang putih memang tidak perlu
swasembada, hanya persentase impornya bisa dikurangi, misalnya produksi
dalam negeri 30-40 persen dari kebutuhan nasional.
Pada 2012 volume impor bawang putih 415.000 ton dengan nilai Rp 2,3
triliun, terbesar dari China yaitu 98,8 persen, dan dari India, Pakistan,
dan Thailand (detikfinance, 28-2-2013).
Langkah yang diambil pemerintah saat ini dengan membuka keran impor
bawang merah dan bawang putih sudah tepat. Komoditi bawang putih yang
tertahan sebanyak lebih dari 300 kontainer di Pelabuhan Tanjung
Perak sudah dikeluarkan untuk dijual di pasar dalam negeri sehingga harga
sudah mulai turun.
Impor
ini juga harus dilakukan terhadap buah-buahan seperti jeruk, appel,
dan pir yang harganya sudah jauh melembung tinggi. Hampir seluruh
buah-buahan tidak ada lagi yang murah harganya saat ini. Pisang Rp 15.000
per sisir, jeruk lokal Rp 15.000-20.000 per kg, pepaya Rp 7.000-8.000 per
kg. Apel impor Rp 25.000 per kg, apel malang Rp 15.000-18.000 per kg.
Jangan sampai masyarakat kita kekurangan vitamin dan zat pigmen karena
kurang mengonsumsi buah-buahan. ●
|
💐Assalamualaikum slm sejahtera warga group📢
BalasHapus💐 Sy nk mintak tolong viralkan berita baik ni ye📢😉
1) Ni berkenaan kisah hidup pesakit kanser stage 1-stage 4 yang pulih dengan hanya produk yg berpatutan harga nya tapi kesannya setanding ubat harga mahal ribuan ringgit.... produk2 pengasas dari turun temurun bonda dia
Boleh Call atau Wasap terus pengasas die..nanti blh cerita direct kt dia kita sakit apa dn lain2.. direct terus senang kn .ni nmbor dia.👉🏼 en zuhairi 0174687570
2)Dah ramai yg sembuh dengan produk ni...kanser yg sudah merebak ke organ2 lain pon boleh diubati insya Allah.☺👍🏻
3)Pengamal perubatan herba ni dh banyak pengalaman berdepan dengan pesakit2 kanser..ade ramai yg dh pulih....
5)Mcm2 kanser blh rawat termasuk leukimia,paru2,limfoma dll.
6) Kalau selain dr penyakit kanser pon blh sgt2 dirawat mcm :
-Denggi, Kencing Tikus, Batu Karang, Gastrik, Gout .
7) Bagi yang ada sakit KENCING MANIS pon boleh mendapatkan ubatan paling mujarab , termasuk kencing manis kronik seperti kaki berlubang dan bernanah sehingga tidak perlu dipotong jika masih sempat dan awal
Sy share melalui pengalaman sy sdri yg mengikuti perkembangan pejuang2 kanser ni....sy sdri pon guna produk dia dh 3thn.
Jd skg ni sy rsa perlu share berita ni buat semua supaya masih ade harapan bg mereka yg tercari2 penawar knser yg tepat .
Nanti dh beli produk die blh join group wasap..boleh la kenal2 pesakit die yg dh sembuh mcm yg sy knl antaranya
▪ Pn. Hayati abd Hamid- Pensyarah Kanan UITM, kanser payudara stage 4..
Skg dh sembuh dn shat walau pon pernah diberitahu oleh doktor yang beliau hanya mampu bertahan setahun saja untuk hidup.setia dengan jus jutawan herbs.
Beliau mengarang sebuah naskah/buku yg mengisahkn pengalaman beliau sepanjang perjuangannya melawan kanser dengan mengambil jus jutawan herbs sebagai salah satu rawatan alternatif (nk buku nti blh order)
▪Adik Luqman,kanser GIST-Anoerectal Tumor
Skg sudah sembuh dr kanser.
▪Adik Izzat b.muhd Ariffin ,kanser Burkit Lymphoma stage 4 sekarang dh sembuh☺
Guru nya memberitahu beliau x pernah nampak seperti pengidap kanser tahap 4, kerana sentiasa nampak cergas dengan pengambilan jus yang memberi tenaga dan merawat.Beliau mengambil jus jutawan herbs dr kanser tahap 4 sehingga sembuh.
▪Nani Faiza , kanser Usus Tahap 4 dan ketulan kanser 10cm telah merebak ke hati, bersabar dan setia merawat dengan jus jutawan herbs tanpa mudah putus asa..sekarang sudah hampir sembuh sepenuh nye.sel kanser sudah tiada.
Dan ramai lg lah yg dh sembuh dr kanser leukimia dll yg guna produk jutawan herbs nih....ini kenyataan..bkn rekaan.nti blh cntct en zuhairi dn pm sdri testimoni2 td tu yer..😉
9)Jadi saya mintak pd sape2 yg ada sakit kanser x kisah lah kanser apa pon...Call atau terus wasap Pengasasnya sendiri okay👇🏻
en.zuhairi 017468 7570 ..
👍🏻In sya Allah nanti boleh join group wasap dan boleh pinjam semangat pejuang2 kanser yg lain
💐Yg penting ubat nya MAMPU DIBELI dan mujarab..mudah mudahan aaminn..🤲🏼
NOTE :
Call order wasap@call- 017 468 7570
😁kalau wasap lambat balas(biasa nya sebab ramai yg wasap dia.)
Tp nanti dia akn blas jugak yer..
#sharepadayangmemerlukan
#sharing is caring
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBanyak juga, manfaat dan khasiat Bawang Merah
BalasHapus