Saya sering diminta untuk menjadi pembicara
di berbagai acara di kampus dan kantor. Ketika saya diperkenalkan oleh master of ceremony (MC), “Mari kita sambut motivator kita, Mas
Billy Boen.”
Tahu apa yang pertama akan saya sampaikan
ketika saya di panggung? Biasanya, kalau saya diperkenalkan demikian, saya
akan menunda presentasi saya sekitar satu hingga dua menit. Untuk apa?
Untuk meluruskan suatu hal. Saya sampaikan kepada peserta seminar maupun
workshop yang ada di ruangan, “Maaf,
saya harus meluruskan satu hal. Saya bukan seorang motivator. Kapasitas
saya hari ini sebagai seorang entrepreneur yang hanya ingin berbagi
pengalaman. Jadi kalau panitia mengundang saya ke sini untuk memotivasi
teman-teman semua, berarti panitia salah mengundang.”
Biasanya, seluruh peserta terdiam sejenak,
karena mereka tidak tahu apa yang saya maksud. Dan ketika itu pula, saya
melanjutkan penjelasan saya, “Menurut
saya, motivasi yang sesungguhnya hanya ada di dalam diri kita
masing-masing. Seseorang bisa
saja bilang: Anda bisa! Nah kalau Anda sendiri tidak ingin atau tidak
memiliki motivasi untuk melakukannya, ya hal tersebut tidak akan terjadi.
Jadi, dalam dua jam ke depan saya tidak akan bilang: Anda pasti bisa! Atau,
Anda pasti sukses!”
Hal yang mengherankan, setelah saya mencoba
meluruskan sebutan saya sebagai seorang motivator, peserta seminar maupun workshop tidak ada yang beranjak
pergi meninggalkan ruangan. Mereka
malah duduk, menyimak seluruh cerita dan presentasi saya dan sangat
antusias ketika dibuka sesi tanya jawab. Kenapa mengherankan? Karena tidak
sekalipun saya ‘menjanjikan’ kepada mereka bahwa mereka pasti bisa sukses.
Tapi tetap, mereka tidak beranjak hingga sesi saya untuk berbagi selesai.
Suatu hari personal assistant
(PA) saya juga pernah dihubungi oleh sebuah majalah wanita terkenal di
Indonesia.
Majalah tersebut ingin mengangkat profil tiga orang ‘motivator’, salah
satunya adalah saya. Dengan segala keyakinan, PA saya bilang, “Saya tolak ya, Pak?” Saya bilang, “Jangan. Saya mau terima wawancara itu.”
PA saya bingung. Kenapa saya menerima permintaan wawancara tersebut? Karena
menurut saya, itulah salah satu kesempatan yang baik untuk menyampaikan ke
para pembaca majalah tersebut bahwa saya bukan seorang motivator.
Jadi, ketika bertemu reporter yang akan mewawancarai saya, saya langsung
menjelaskan apa yang menjadi pemikiran saya tentang motivasi diri; sama
seperti yang telah saya jelaskan di atas. Adapun permintaan saya kala itu
yang harus disetujui, dan disetujui oleh sang reporter, adalah membuat judul
liputan wawancara saya: “Saya Bukan
Motivator.” Kenapa saya tidak mau disebut sebagai motivator?
Karena saya benar-benar percaya bahwa motivasi diri yang sesungguhnya hanya
bisa ditimbulkan oleh diri sendiri, bukan oleh orang lain. Saya bisa
menunjuk-nunjuk Anda sambil berteriak, “Anda
pasti bisa sukses! Anda pasti akan kaya raya!” tapi kalau Anda merasa
sukses atau kaya raya bukanlah tujuan hidup Anda, saya cukup yakin Anda
tidak akan termotivasi oleh teriakan saya.
Sebaliknya, tanpa seorang motivator berteriak-teriak dan menunjuk-nunjuk
Anda, kalau Anda ingin menjadi orang yang sukses dan memiliki uang yang
banyak, saya rasa kesempatan Anda untuk mencapai hal tersebut menjadi lebih
besar. Apakah Anda pasti bisa mencapai apa yang Anda inginkan? Jawabannya:
Tergantung.
Tergantung apa? Tergantung seberapa kuat kemauan Anda untuk mencapainya.
Kalau Anda memiliki keinginan kuat untuk mencapainya, kesempatan Anda
menjadi lebih besar. Tapi tetap, bukan berarti Anda pasti akan berhasil
mencapainya. Tahukan Anda bahwa di luar negeri tidak ada seorang pun yang
dipanggil ‘motivator’? Di luar sana, yang ada adalah motivational speaker, yang artinya adalah seseorang yang
berbicara atau membahas topik tentang motivasi diri.
Mereka tidak mengklaim dirinya akan memotivasi para peserta seminar. Jadi
kalau para peserta seminar merasa termotivasi, ya karena mereka sendiri
yang setelah mendengarkan kata-kata yang disampaikan oleh para pembicara,
memotivasi dirinya masing-masing. Seorang ‘motivator’ muda pernah meminta untuk
bertemu saya. Dia menjelaskan bahwa dia sering dipanggil bicara di berbagai
kampus dan perusahaan. Topik yang dibahas salah satunya adalah “entrepreneurship”.
Anehnya, ketika saya tanya dia, apalagi yang dia lakukan, dia menjawab
bahwa menjadi ‘motivator’ adalah satu-satunya yang dia lakukan. Di dalam
melakukan kegiatannya tersebut dia tidak dibantu oleh satu orang pun. Jadi,
dengan kata lain, dia bukan seorang entrepreneur
(pengusaha), tapi dia adalah seorang self-employed
(orang yang mempekerjakan dirinya sendiri).
Saya katakan ke dia bahwa seorang Donald Trump (pengusaha properti sukses
di Amerika Serikat) dan Sir Richard Branson (pemilik Grup Virgin yang
memiliki 350 lebih perusahaan), ketika diminta bicara di berbagai seminar
publik, mereka hanya membagikan pengalamannya. Saya tahu betul karena
beberapa tahun yang lalu saya hadir di seminar publik yang menghadirkan Sir
Richard Branson sebagai pembicara. Dengan kata lain, dia “walk the
talk”atau kalau Bahasa Indonesianya: Dia mengatakan apa yang dia telah
lakukan.
Bukan hanya terbatas pada teori belaka. Saya tidak dapat menyalahkan mereka
yang ingin menjadi motivator, selama tujuan sesungguhnya adalah berbagi
dengan sesama. Sayangnya banyak anak muda yang ingin menjadi motivator
karena popularitas dan kemudahannya mendapatkan uang. Si motivator muda
yang bertemu saya itu mengaku memasang fee Rp3 juta, dalam sebulan dia bisa
menerima 20 panggilan bicara. Silakan hitung sendiri penghasilannya per
bulan.
Modalnya apa? Public speaking dan
rajin membaca buku. Ketika saya bertemu seorang mahasiswa yang bilang bahwa
cita-citanya menjadi seorang motivator, saya katakan kepadanya, “Bagaimana Anda akan mencoba untuk
memotivasi orang lain, kalau Anda belum punya pencapaian apa pun?”
Hal serupa saya utarakan ketika menjawab
pertanyaan seseorang, “Mas Billy,
saya punya seorang teman, dia sering malas-malasan. Saya ingin sekali memotivasi dan
menginspirasi dia supaya tidak malas-malasan. Bagaimana caranya?”
Jawaban saya demikian, “Cara terbaik
untuk menginspirasi orang lain adalah dengan hal konkret yang kita
lakukan.” Maksud saya, kalau Anda adalah seseorang yang sukses, ketika
Anda bicara, orang lain akan lebih mendengarkan Anda, dibandingkan jika
Anda bukan siapa-siapa.
Jadi, mulai sekarang, jangan jadi anak muda yang cengeng. Jadilah Generasi
Semangat Baru. Jadilah anak-anak muda Indonesia yang berjiwa tahan banting.
Ketika menghadapi rintangan, jangan menyerah. Jangan berpikir, bahwa Anda
perlu mendengarkan motivator bicara sebelum Anda bisa bangkit dari
keterpurukan Anda. Kenapa? Karena sesungguhnya, Andalah motivator paling
hebat! See you ON TOP! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar