SIMBOL keperkasaan ‘risiko
kebakaran’ di Ibu Kota DKI Jakarta akhirnya semakin nyata dan tampil
menjulang. Betapa tidak, kebakaran di Gedung Sekretariat Negara pada 21
Maret 2013 sekitar pukul 17.00 WIB, yang melahap lantai 3 salah satu gedung
di kompleks Istana Negara, jelas menggegerkan seluruh rakyat Indonesia. Dengan
mengamati risiko kebakaran yang terjadi di Jakarta di berbagai fungsi
bangunan, kali ini itu benar-benar harus diperhatikan serius. Sang api
bukan saja melahap bangunan publik, melainkan juga sudah melahap bangunan
vital negara yang seharusnya tidak boleh terjadi.
Seluruh pihak, mulai presiden, pemerintah
provinsi, para pakar, hingga masyarakat, harus kembali sadar dan peduli tentang
bahaya api. Fenomena api memang tidak mengenal fungsi apa pun. Selagi
bahan mudah terbakar, ada pemicu api, kelemahan sistem proteksi bangunan,
kelemahan sistem manajemen keselamatan kebakaran bangunan dan lingkungan,
kebakaran dapat dipastikan terjadi.
Setelah mengamati peristiwa kebakaran
yang terjadi, perlu segera dilakukan investigasi lanjut atas kebakaran
lantai 3 Gedung Sekretariat Negara RI untuk semakin mempertajam penyebab
kebakaran.
Namun, dengan mengamati kejadian yang terjadi 21 Maret tersebut,
skenario kebakaran umum (fire
scenario) dapat bermula dari sumber api baik dari bahan bangunan yang
mudah terbakar, adanya percikan api dari hubungan arus pendek sistem
mekanis elektrikal, ataupun sumber daya listrik yang kemudian membakar
bahan bangunan yang rentan api seperti interior dari bahan kayu, karpet,
dan gorden yang tebal.
Setelah itu, akan timbul asap dan panas
yang melingkupi ruangan, lalu menuju antarruang dalam satu lantai
(bangunan horizontal). Dimungkinkan, dari lantai yang terbakar kemudian
api menjilat lantai lain dalam bangunan (bangunan vertikal). Setelah itu,
api tidak segan-segan melahap seluruh bangunan secara total. Dari fire scenario itu, tentunya sistem
proteksi kebakaran harus berfungsi maksimal. Ketika asap dan panas timbul
di suatu ruangan, sistem proteksi aktif detektor asap dan panas
menghantarkan informasi ke sistem alarm kebakaran yang kemudian
mengeluarkan sinyal darurat. Selanjutnya, seluruh sistem proteksi aktif
termasuk sprinkler berfungsi.
Selama sistem proteksi aktif bangunan berfungsi, sistem proteksi pasif memainkan
peran untuk menahan konstruksi dan ruang bangunan selama minimal 2-3 jam
untuk memberikan waktu evakuasi bagi penghuni. Ketika sinyal alarm
merespons, sistem manajemen keselamatan kebakaran (fire safety management) yang melibatkan seluruh penghuni
melakukan evakuasi.
Namun, sistem manajemen keselamatan
kebakaran seharusnya berfungsi sejak sebelum-saat-setelah bangunan
terbakar, misalnya melakukan inspeksi rutin, perawatan sistem proteksi
kebakaran, latihan kebakaran (fire
drill), sampai dengan peran signage darurat yang mengarahkan evakuasi
saat dan setelah kebakaran. Walaupun data sementara menunjukkan tidak ada
korban jiwa, jangan anggap remeh kebakaran! Dampak kebakaran tetap ada.
Dari pengamatan kebakaran yang ada di
lapangan, beberapa dampak yang terjadi, seperti kebakaran di salah satu
bangunan kompleks Istana Negara, tentunya menunjukkan betapa bangunan
simbol kenegaraan tersebut memiliki kerentanan sangat tinggi terhadap
api. Dari berbagai informasi yang dikaji di lapangan, walaupun penggunaan
ruang sebagai ruang rapat dan belum ada informasi hilangnya nyawa,
kebakaran tersebut tentunya memukul seluruh bangsa Indonesia. Karena itu,
jangan melihat kebakaran Gedung Sekretariat Negara tersebut biasa, tetapi
bagaimana hal itu dapat terjadi sehingga menunjukkan lemahnya kita
sebagai bangsa terhadap risiko api.
Walaupun bangunan Sekretariat Negara
tergolong vital dan sangat privat, tetap harus dilakukan inspeksi/audit
pihak internal dan eksternal secara berkala. Data audit itu tentunya
harus terekam rapi sebagai dasar pihak pengelola bangunan mengoperasikan.
Jika data tersebut belum ada, bangunan vital seperti itu pun harus tetap
dilakukan pendataan secara berkala. Proses penentuan keandalan bangunan
memang sudah diatur dalam UU Bangunan Gedung, tetapi bangunan vital perlu
diaudit pihak yang ahli dan profesional. Sistem audit tersebut tentunya
juga akan mengecek SOP perawatan sistem bangunan dan SOP pencegahan serta
penanggulangan kebakaran.
Adanya audit bangunan vital terhadap
risiko kebakaran mendorong perlunya audit terhadap kebakaran di seluruh
bangunan secara khusus di Jakarta. Perda DKI Jakarta No 8 Tahun 2008
perlu ditindaklanjuti. Pemerintah DKI Jakarta perlu memperhatikan
perangkat peraturan itu, bahkan perlu segera membentuk Tim Ahli Pencegahan
dan Penanggulangan DKI Jakarta yang akan mengevaluasi berkala dokumentasi
kelaikan seluruh bangunan di DKI Jakarta (eksisting dan baru) secara
khusus terhadap risiko kebakaran.
Antisipasi
Sistem dokumentasi seluruh bangunan di
DKI Jakarta terhadap risiko kebakaran perlu didorong. Dokumentasi
tersebut menjadi bahan tim ahli yang diangkat secara resmi oleh
pemerintah provinsi ber sama dinas-dinas terkait. Jakarta perlu memiliki
data FMA (fire management area)
untuk meng antisipasi lingkungan kota agar penyelenggaraan kota tidak
terganggu ketika terjadi kebakaran di suatu wilayah. Kalau kita lihat
kebakaran di Gedung Sekretariat Negara, dampak kemacetan dapat dihitung.
Itu memengaruhi kelancaran kehidupan kota. FMA menjadi dasar bagi
evaluasi kelaikan bangunan dan kota secara khusus terhadap risiko
kebakaran.
Di sisi lain, pemerintah perlu
mengendalikan sistem dan prosedur penyelenggaraan bangunan secara
menyeluruh mulai proses IMB (desain, pelaksanaan konstruksi) sampai
dengan proses operasional bangunan (sertifikasi laik fungsi/ SLF). Secara
khusus, dokumen SLF bangunan harus ada termasuk bangunan vital. Hal itu
dikoordinasi pemerintah provinsi bersama stakeholder pakar terkait.
Ingat saja, kebakaran satu bangunan dapat
berdampak kepada bangunan di sekitarnya, lalu dapat berdampak kebakaran
yang meluas dalam satu wilayah/kota, yang kemudian secara tidak sadar
seluruh lingkungan terbakar (conflagration).
Untuk itu, waspadalah terhadap kebakaran yang dapat terjadi setiap waktu!
Sistem dokumentasi seluruh bangunan di DKI Jakarta terhadap risiko
kebakaran perlu didorong. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar