Mengharamkan
Imlek
Tom Saptaatmaja ; Alumnus
Seminari St Vincent de Paul
|
KORAN
TEMPO, 18 Februari 2015
Boleh percaya, boleh tidak. Ternyata, hingga kini, masih
ada yang memberikan fatwa bahwa bagi umat kristiani dari aliran tertentu, turut
merayakan Imlek adalah haram, bahkan menghasilkan dosa. Anehnya, terkadang
fatwa ini justru berasal dari segelintir etnis Tionghoa sendiri. Mungkin
mereka memiliki kepribadian ganda atau terpecah (split personality) ala Dr Jekyl & Mr Hyde.
Silakan berpandangan seperti itu, meski pandangan demikian
jelas mencerminkan adanya kemiskinan wawasan multikultural. Pasalnya,
semulaImlek hanyalah sistem kalender atau tarikh Cina kuno yang bersifat
sekuler.
Imlek memangbukan hari raya keagamaan, seperti halnya Idul
Fitri, Natal, dan Waisak. Perayaan Imleksudah ada sebelum lahirnya
agama-agama besar dunia. Sistem kalender Imlek sudah ada 30 hingga 27 abad
sebelum Masehi. Mengingat kemudian di Cina banyak penganut Taoisme, Buddha,
dan Konghucu, Imlek akhirnya juga bermuatan agama. Bagi mereka, perayaan
Imlek meliputi sembahyang Imlek di kelenteng, sembahyang kepada Sang
Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Sembayang tersebut dilakukan sebagai wujud
syukur dan doa serta harapan agar mendapat rezeki lebih banyak.
Adapun etnis Tionghoa yang beragama Kristen atau Islam di
negeri ini tentu saja tidak bersembahyang di kelenteng. Paling-paling mereka
makan malam bersama pada malam tahun baru. Hidangan wajibnya adalah ikan.
Sebab, ada pepatah berbunyi "nian nian you yu", yang berarti
"setiap tahun ada sisa (kelebihan rezeki)".
Setelah makan, kepala keluarga memasang petasan. Kemudian,
pintu utama rumah ditutup dan disegel dengan kertas merah. Tujuannya, agar
hawa dingin-karena saat itu musim dingin-tidak masuk rumah. Kertas merah
sebagai lambang uang merupakan alat untuk menjaga kesejahteraan keluarga.
Jadi, Imlek sebenarnya semacam pesta atau reuni bagi
setiap keluarga Tionghoa. Dalam tradisi Tionghoa yang sudah berumur 4.000
tahun, jia atau keluarga memiliki tempat utama. Anggota keluarga bukan hanya
kakek, nenek, ayah, ibu, dan anak, tapi juga para leluhur yang telah
meninggal dan generasi yang akan datang. Dari keluarga ini, kemudian muncul
konsep xiao (sering juga diucapkan hao), yaitu bakti anak kepada orang
tuanya.
Karena tempat keluarga begitu sentral, negara juga sangat
bergantung pada keluarga. Konfusius pernah menulis, "Jika ada kebenaran dalam hati, akan ada keindahan dalam watak.
Jika ada keindahan dalam watak, akan ada keserasian dalam rumah tangga. Jika
ada keserasian dalam rumah tangga, akan ada ketertiban dalam bangsa. Jika ada
ketertiban dalam bangsa, akan ada perdamaian di dunia".
Jadi, jika orang mau melihat pesan atau filosofi positif
di balik Imlek, jelastidak perlu ada pengharaman.Soal pernak-pernik, yang
mungkin tidak sesuai dengan keyakinan atau agama yang dianut, hanyalah
sesuatu yang ditempelkan dan boleh diabaikan. Namun, jika kita mau jujur, ada
sesuatu yang bisa kita apresiasi dari tradisi Imlek, setidaknya dari
perspektif kebudayaan. Dengan demikian, Imlek halal-halal saja dirayakan. Gong xi fa cai 2566. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar