Rabu, 20 November 2013

Strategi Penghinaan Politik Regional

Strategi Penghinaan Politik Regional
Rene L Pattiradjawane  Wartawan Senior Kompas
KOMPAS,  20 November 2013



POLITIK regional dan multilateral kawasan Asia memasuki dekade kedua abad ke-21 hanya bisa disebut dengan satu kata saja. Hipokrit! Mungkin penulis terkenal Mario Puzo dalam bukunya The Godfather benar ketika ia menulis, ”Never hate your enemies. It affects your judgment.” Jangan membenci musuh karena memengaruhi keputusan kita.

Pernyataan diplomatik dan rumusan politik luar negeri maupun berbagai perjanjian membentuk kemitraan strategis, sering kali tidak sesuai kesepakatan ketika bersinggungan dengan kepentingan nasional. Dari Tokyo sampai Sydney, hipokrasi menjadi bagian dalam politik regional dan multilateral, baik terkait klaim tumpang tindih kedaulatan, munculnya ancaman kebangkitan politik, ekonomi maupun militer, serta menerobos kebuntuan melesunya ekonomi dan perdagangan dunia akibat inflasi berkepanjangan krisis keuangan 2008.

Kita cemas melihat perkembangan pleno ketiga Sentral Komite Partai Komunis Tiongkok (PKT) membentuk apa yang disebut sebagai Guojia Anquan Weiyuanhui (Dewan Keamanan Nasional) menata struktur keamanan domestik, intelijen, dan militer. Kita juga khawatir dengan rencana PM Shinzo Abe membentuk badan serupa disebut Kokka anzen hoshōo kaigi yang disebut sebagai ”kontribusi proaktif perdamaian.”

Baik Tiongkok dan Jepang menghina kawasan Asia yang berhasil mempertahankan stabilitas dan keamanan memadai bagi pembangunan kesejahteraan rakyat bersama sejak berakhirnya Perang Vietnam dan Perang Dingin di akhir dekade 90-an. Sebuah kecelakaan atas klaim tumpang tindih di Laut Tiongkok Timur akan fatal mengirim konflik terbuka kekuatan militer dua negara dengan ekonomi terkuat di dunia ini.

Sejarah membuktikan, peradaban Asia mudah menghunus keris, tombak, samurai, pedang, badik, dan senjata tradisional lainnya, ketika penghinaan ditujukan kepada lawan maupun kawan menyebabkan pertikaian berdarah. Ketika Beijing menghina Manila membantu uang ratusan ribu dollar AS bagi korban bencana taifun Haiyan, kita khawatir Tiongkok berperan dalam bahasa Konghu (Cantonese) disebut sebagai hing coeng (kakak tertua), sok kuasa dan sok penting di kawasan.

Kita juga cemas kalau tindakan Australia memata-matai kita adalah bentuk penghinaan lain dalam hubungan bertetangga. Spionase adalah bagian dari politik luar negeri, menggunakan diplomasi sebagai medium saling memahami keinginan kawan dan lawan. Dalam globalisasi ini, infrastruktur pengumpulan informasi intelijen yang mengomandoi dan mengontrol atas informasi pribadi adalah ciri khas rezim totaliter.

Kecemasan kita atas berbagai penghinaan akan memicu beberapa faktor, pertama, semakin lebarnya defisit kepercayaan strategis antarbangsa. Situasi ini akan menjadi ancaman bagi stabilitas dan keamanan kawasan menghalangi dinamika pertumbuhan antarbangsa, menabur kecurigaan satu sama lain.

Kedua, berbagai tindakan dan isyarat penghinaan di kawasan kita ini akan menciptakan situasi blok aliansi, menyebabkan masing-masing pihak menjadi semakin asertif atas dalih kepentingan nasionalnya. Dan ketiga, dalam lingkup luas multilateralisme dalam menjunjung kesejahteraan bersama, akan merontokkan kerja sama menguntungkan berbagai pihak.

Di tengah kebuntuan klaim tumpang tindih kedaulatan, migrasi gelap manusia perahu, ancaman bencana alam yang terus-menerus, serta upaya membangun kepercayaan regional, politik penghinaan akan memicu persoalan menjadi lebih rumit dan sulit diselesaikan. Menyelamatkan muka negara bangsa di Asia adalah persoalan serius. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar