Kehidupan
sekeliling sungguh merupakan buku terbuka yang menyampaikan pelajaran serta
pesan hidup yang amat jelas dan nyata. Masalahnya, apakah kita membuka
mata, telinga, dan pikiran ataukah tidak?
Untuk membaca lingkungan sosial bahkan kita tak perlu keluar rumah. Surat
kabar dan televisi selalu setia mendatangi kita dengan beraneka ragam
cerita dan pelajaran hidup. Misalnya saja, di balik berita korupsi yang
dilakukan para pejabat pemerintah yang kadang membuat lelah emosi
terpampang sangat jelas pesan kehidupan yang pantas sekali kita renungkan.
Saya memiliki beberapa kenalan, baik yang dekat maupun yang jauh,
sekarang lagi berurusan dengan KPK dengan sangkaan korupsi. Dari sumber
pemberitaan, mereka itu sudah kaya raya. Depositonya miliaran. Rumah dan
kendaraan berlebih. Allah telah memberi karunia keluarga dan anakanak yang
sehat. Pendeknya, terlalu banyak yang mestinya disyukuri dengan
memperbanyak amal kebajikan, setia membayar pajak, zakat, dan sedekah,
serta kebajikan lain.
Berbahagialah bagi mereka yang melimpah harta dan memiliki jabatan tinggi
karena semakin terbuka lebar peluang untuk membantu dan melayani masyarakat
sebagai tabungan amal saleh bekal kehidupan pada masa depan. Dalam kajian
psikologi, salah satu sumber kebahagiaan tertinggi bagi seseorang adalah
ketika bisa membahagiakan orang lain sebanyak mungkin.
Peluang itu paling dekat diraih oleh mereka yang berilmu, memiliki harta
berlimpah, dan kekuasaan untuk membuat kebijakan publik. Membaca panggung
kehidupan di sekeliling, saya sering tercenung dan sangat menyayangkan,
mengapa mereka yang telah memperoleh anugerah yang sedemikian mewah dengan
kekayaan dan jabatan serta keluarga tidak mampu mensyukuri hidup dan
menjaga amanat yang diemban.
Mensyukuri itu memanfaatkan anugerah Allah di jalan yang benar dan baik
sesuai sifat anugerah itu. Mensyukuri ilmu ialah mengajarkan pada orang
lain dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan hidup. Mensyukuri jabatan ialah
menolong dan menyejahterakan masyarakat dengan kewenangan yang dipegang. Betapa
lama dan berat perjuangan kita untuk menjadi seorang sarjana.
Lalu setelahnya mesti berjuang lebih keras lagi di bidang ekonomi agar
mandiri, lepas dari belas kasih orang tua. Belum lagi agenda perjuangan
hidup lain seperti membina keluarga, sosial, dan jenjang karier birokrasi.
Ketika sudah berhasil meraih strata sosial, ekonomi, dan jabatan tinggi,
yang mesti selalu diingat dan direnungkan adalah; apakah keberhasilan dan
produktivitas hidup saya itu meaningful ataukah tidak?
Apakah prestasi saya secara kualitatif dan sosial bermaknabagi dirisendiri,
keluarga, masyarakat, dan bangsa? Tentu saja masing-masing memiliki jawaban
sesuai referensi nilai-nilai hidup yang mereka pegang dan yakini. Bagi
orang beragama mestinya sangat sadar, semua ini amanah dan anugerah.
Sebagai amanah mesti dipertanggungjawabkan kepada pemberi amanah.
Sebagai anugerah mesti disyukuri dengan cara saling berbagi dan menolong.
Tak ada ruang sedikit pun untuk sombong karena tidak mungkin kita hidup
tanpa bantuan orang lain, terutama orang-orang terdekat, apa pun jenis
pekerjaannya. Banyak sekali agenda dan permasalahan hidup yang tidak
selesai hari ini, kita selalu mengharapkan masih ada esok hari, dan masih
ada orang lain bersama kita.
Begitu pun keyakinan tentang akhirat? Mengapa kita yakin dan mengharap ada
akhirat? Karena banyak persoalan hidup yang belum dan tidak terselesaikan
di dunia. Banyak orang baik dan tulus hidupnya, tetapi malah sengsara dan
terpinggirkan. Sebaliknya, banyak orang yang membuat orang lain susah, menjarah
uang rakyat dan negara, tetapi mereka merasa menang dan hebat.
Ingat, drama hidup belum berakhir di sini. Mesti ada hari esok untuk
menyelesaikan secara fair, adil. Maka itu, semua agama besar mengajarkan
dua doktrin yang sangat fundamental: ada hari perhitungan berdasarkan hukum
sebab-akibat yang berada di tangan Sang Maha Hakim yang keadilannya
absolut. Jangan lelah membuka mata, menangkap makna, agar hidup kita lebih
produktif dan bermakna.
Kita kesal dan marah pada sekelompok orang yang sibuk hanya mengejar
jabatan dan kekayaan untuk kepuasan pribadi dengan merampas hak milik orang
lain. Namun, kita juga berterima kasih pada mereka karena telah berperan
mengajarkan hidup bahwa apa yang mereka lakukan tak ubahnya anak-anak kecil
yang asyik membuat istana pasir di pantai, yang tiba-tiba buyar tanpa bekas
ketika diempas ombak.
Salah satu ombak paling dahsyat yang tak mungkin ditahan adalah ketika
kematian tiba. Lalu, apa yang tersisa? Silakan masing-masing menjawab untuk
dirinya sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar