“Orang
dewasa tahu tindakan itu hanya lakon sinetron, tapi itu sangat berbahaya
jika ditiru anak-anak”
Tiga dekade lalu, pemirsa televisi di
Tanah Air akrab dengan drama seri ”Losmen”, film cerita ”Aku Cinta
Indonesia”, dan ”Keluarga Cemara”. Sajian gambarnya menarik, ceritanya
mendidik, dan akting para bintangnya pun tergolong apik. Kini, sajian film
nasional pada televisi identik dengan sinetron.
Cerita sinetron kini umumnya seputar
kehidupan remaja dengan intrik cinta segi tiga, konflik keluarga, kadang
terselip dakwah agama. Banyak sinetron lebih mirip sajian pamer kemewahan,
kisah perselingkuhan, dan aksi vulgar lain. Sejujurnya sinetron yang hadir
sejak pagi hingga larut malam teramat berisiko bagi pemirsa anak-anak,
termasuk di Jateng.
Ingat, sesuatu yang disaksikan berulang
kali dan tiap hari, bisa membuat anak berpikir apa yang tersaji itu normal
dan benar adanya. Tentu ini sangat memprihatinkan. Data berbicara, sinetron
dengan masa tayang terlama, ”Tersanjung” garapan Multivision
Plus bertahan 7 tahun (10 April 1998-25 Februari 2005) dengan 259 episode
dalam 7 musim. Adapun berepisode terbanyak adalah ”Cinta Fitri” garapan MD
Entertainment, mencapai 1.002 episode dalam 7 musim dengan masa tayang 4
tahun (2 April 2007-8 Mei 2011).
Sungguh fenomenal. Demi tujuan komersial,
cerita sinetron bisa diulur-ulur hingga lebih dari 1.000 episode dengan
mengorbankan kualitas dan mengesampingkan segi pendidikan. Semisal ”Tukang
Bubur Naik Haji” di RCTI. Dari segi pendidikan sungguh merisaukan. Dari
awal hingga memasuki episode ke-875 banyak tersaji perilaku kurang terpuji.
Simak saja tingkah H Muhidin, pemeran ketua RW yang mengaku sudah dua kali
naik haji.
Di satu sisi harus diakui akting Latief
Sitepu (pemeran H Muhidin) lumayan bagus. Pembawaannya jumawa, selalu
menyalahkan orang lain, menganggap diri paling benar dan mau menang sendiri
membuat pemirsa frustrasi. Rasanya tidak masuk akal dia yang sudah ”dua
kali” naik haji, ketua RW pula, tapi begitu arogan dan sikapnya amat
menjengkelkan.
Lakon
Sinetron
Tokoh antagonis lain adalah Mak Enok
(Lenny Charlotte). Wanita setengah baya ini suka pamer kekayaan, dan siap
mendamprat siapa pun bila beda sikap. Dengan seenaknya dia lempar-lemparkan
dagangan tukang sayur keliling yang cuma bisa melongo tanpa mampu protes.
Orang dewasa tahu tindakan itu hanya lakon sinetron, tapi lakon itu sangat
berbahaya jika ditiru anak-anak.
Anehnya, sejauh ini tak pernah terdengar
masyarakat protes menyangkut peran H Muhidin atau Mak Enok. Saya menduga
hal itu lantaran orang pada sibuk pada urusan sendiri hingga tiada waktu
mencermati masalah ini. Bisa juga mereka berpikir ah itu kan lakon
sinetron, senyatanya Latief Sitepu dan Lenny Charlotte tak sejahat yang ia
perankan.
Ya, mungkin benar. Tapi pernahkah
terbayang dampak negatif dari tayangan seperti itu? Ingat, bersama pembantu
di rumah, anak-anak bisa seharian di depan televisi, dan itu amat riskan.
Mereka yang dalam masa pertumbuhan dihadapkan pada hal-hal yang absurd dan
menjerumuskan.
Bisa saja mereka lantas berpikir berlaku
jahat pada orang lain itu wajar dan bisa dibenarkan hanya karena melihat
orang lain berbuat serupa, sebagaimana dalam sinetron.
Serial itu bukan satu-satunya yang cukup
merisaukan. Untung, masih tersedia film cerita lain yang bisa dibilang
lebih bermutu, sebut saja FTV atau TVM.
Mencermati hal itu, perlu menemukan
solusi terbaik melibatkan semua pihak, tokoh masyarakat memberi teladan
yang benar dalam ucapan dan tindakan. KPI mesti lebih ketat ”menyensor”
sinetron yang akan tayang, dan aparat memberi hukuman menjerakan bagi pelanggar.
Semua mesti dilakukan mengingat nasib anak bangsa jadi taruhannya.
Guru di Jateng sudah mengajar dan
mendidik dengan benar dan baik. Tapi bila dalam keseharian di rumah anak
disuguhi berbagai tayangan destruktif, upaya mendidik sesuai ajaran moral yang
benar akan sia-sia. Padahal, berkaca pada beberapa kasus tawur antarpelajar
di Jateng, apalagi tindak kriminal lain, yang kena getah pastilah pendidik.
Ingat, membimbing anak berbuat kebajikan itu relatif lebih sulit ketimbang
mengajak anak berbuat kemudaratan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar