Australia dan sekutu anglo-Amerika-nya, yakni
Inggris, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat, sudah lama bekerja
sama dalam operasi intelijen di seluruh penjuru dunia. Banyak yang mengira,
mereka hanya memata-matai lawan tradisional, seperti Kuba, Korea Utara,
atau Iran. Ternyata mereka juga mengintip para pemimpin negara sahabat, termasuk
Indonesia.
Di Eropa, operasi penyadapan yang dilakukan
National Security Agency milik Amerika Serikat dan Government
Communications Headquarters menyasar beberapa kepala negara, seperti
Kanselir Jerman Angela Merkel dan politikus di Islandia. Pemerintah Jerman
sangat marah dan tersinggung.
Operasi ini dibocorkan Edward Snowden, bekas
staf NSA, dalam sedikitnya 200 ribu dokumen dengan klasifikasi secret dan
top secret, dan super top secret. Data itu--kini dikenal sebagai
"dokumen Snowden"--berbeda dengan dokumen yang dibocorkan
prajurit Bradley Manning kepada Julian Asange dari Wikileaks. Meski
jumlahnya jauh lebih banyak, yaitu 400 ribu dokumen, klasifikasi bocoran
Asange hanya confidentials, khususnya mengenai kawat-kawat komunikasi
Kedutaan Besar AS di seluruh dunia.
Di antara dokumen Asange adalah laporan
pertemuan staf politik Kedubes AS di Jakarta dengan saya pada 2008, yang
membicarakan demokratisasi di Burma alias Myanmar. Ketika itu saya aktif
dalam ASEAN Inter-Parliamentary on Myanmar Caucus. Dokumen Snowden jauh
lebih gawat dan merugikan daripada Wikileaks. Berdasarkan dokumen Snowden
ini terbukti bahwa Australia, AS, dan sekutunya melakukan tindakan
mata-mata, termasuk kepada sekutu atau negara sahabatnya.
Hampir semua negara melakukan operasi
intelijen, tapi ada aturan tidak tertulis untuk tidak memata-matai negara
sahabat. Kalaupun perwakilan organisasi intelijen suatu negara ada di
negara lain, biasanya mereka melakukan kegiatan intelijen terbuka. Artinya,
mereka mengumpulkan data dari informasi terbuka dan legal, seperti jumlah
penduduk, topografi, iklim, produksi nasional, dan data perdagangan.
Kegiatan pengumpulan data melalui kedutaan, sebagaimana diatur Konvensi
Wina, pun hanya memungkinkan pengumpulan data secara terbuka. Karena itu,
di masa perang dingin, AS dan Uni Soviet sering saling mengusir diplomat
yang terbukti melakukan kegiatan intelijen tertutup.
Dalam konteks kepentingan bangsa, para
pendiri negara ini sejak awal memandang perlunya badan intelijen. Kita
mengenal Badan Intelijen Negara--dulu Badan Koordinasi Intelijen
Negara--dan Badan Intelijen Strategis untuk kepentingan militer. Ada satu
lagi lembaga yang tidak terkenal tapi perannya sangat penting, yakni
Lembaga Sandi Negara. Saking tidak terkenalnya, pada waktu awal menjadi
anggota DPR pada 1999, saya baru tahu keberadaan lembaga yang berdiri pada
1946 ini.
Sayang, sikap para pejabat terhadap
pengamanan rahasia negara sangat rendah, khususnya di luar lingkungan
pejabat keamanan. Pengalaman saya selama 10 tahun di Komisi Pertahanan DPR
menunjukkan bahwa para pejabat umumnya enggan menggunakan sistem keamanan
komunikasi yang minimal sekalipun. Jadi, dengan kata lain, menyadap
komunikasi pejabat Indonesia, apalagi pejabat politik seperti anggota DPR,
DPD, bahkan sejumlah menteri, bisa dikatakan sangat mudah.
Ketika saya menjadi anggota Komisi I selama
sepuluh tahun sejak 1999, kami sangat memprioritaskan proteksi keamanan
komunikasi di antara para pejabat. Landasan hukum pun sudah disiapkan
dengan sejumlah peraturan pemerintah. Kendala utamanya bukan pada
teknologi, melainkan perilaku para pejabat itu sendiri.
Pada umumnya para tokoh, seperti anggota
DPR, gubernur, politikus, atau pejabat tinggi, merasa tidak perlu ada yang
disembunyikan. Dulu masyarakat sempat gempar, tapi hanya sesaat, ketika
percakapan antara Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi Ghalib terbuka
ke publik. Tapi, mungkin, karena saat itu bukan hasil sadapan intelijen
asing, masyarakat cepat melupakan dan merasa adem ayem.
Para bupati dan gubernur umumnya juga tidak
menganggap penting satuan pengaman komunikasi. Mereka tidak paham bahwa
komunikasi seperti SMS, e-mail, dan faksimile, sangat mudah dideteksi pihak
lain. Perang dagang saat ini juga sudah melibatkan perang intelijen
ekonomi. Di Swiss, masyarakat sangat sadar bahwa pengetahuan adalah
kekuatan. Karena itu, pengamanan data sangat diprioritaskan oleh pemerintah
dan perusahaan di Swiss.
Bisa dikatakan, saat ini kemampuan teknologi
persandian dan sekuriti komunikasi sudah sangat tinggi. Sayang kurang
dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para pemangku kepentingan. Cara
menjebol komunikasi bermacam-macam, ada yang dengan memasang BTS palsu,
membajak komputer atau server pemerintah, bisa juga dengan "cara
klasik", yaitu mengirim hadiah atau karangan bunga yang di dalamnya
ditanami mini transmitter. Ada lagi yang agak sederhana dengan menanam
transmitter di ruang rapat, dinding, atau pintu kamar kerja pejabat.
Sesungguhnya, dengan kecanggihan teknologi
penyadapan NSA, semua komputer yang terhubung dengan Internet bisa dibobol.
Karena itu, sekali lagi, pengamanan hanya bisa dilakukan jika alat
komunikasi para pejabat kita disandikan. Ini hanya bisa dilakukan jika para
pejabat mempunyai tingkat kesadaran keamanan yang baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar