“Golkar
perlu mematangkan konsolidasi pemenangan pemilu mengingat bila salah
langkah, kalah dari PDIP”
RAPIMNAS V Partai Golkar di Jakarta pada
21-23 November 2013 akan menjadi pembekalan terakhir kader untuk
menyongsong Pemilu 2014. Keberhasilan partai itu meraih suara dalam Pemilu
2014 akan dipengaruhi sukses tidaknya penyelenggaraan rapat para elite
partai tersebut. Ibarat timbangan, jika ditekan yang satu, yang lain terasa
akibatnya.
Forum itu akan diikuti sekitar 800 elite
partai, meliputi fungsionaris DPP, unsur DPD provinsi, dewan pertimbangan
DPP, anggota fraksi DPR, pimpinan ormas sayap pendukung, dan peninjau.
Materi utamanya meliputi penguatan organisasi dan kaderisasi, pemenangan
Pemilu 2014, visi Indonesia 2045, dan pernyataan politik. Kegiatan itu
dipastikan tak akan membahas pencalonan Aburizal Bakrie sebagai presiden
2014. Lantas, bagaimana posisi Golkar pada pemilu dan pencapresan Ical
tahun depan?
Dari 12 partai yang berlaga pada Pemilu
2014, Golkar partai paling tua, 49 tahun. Usia hampir setengah abad itu
tentu memberi keuntungan tersendiri dibanding partai lain yang lebih muda.
Meski terpuruk pada Pemilu a1999 dan nyaris ’’dibubarkan’’, partai itu
berhasil bangkit menjadi Golkar baru, dan dinakhodai Akbar Tandjung bisa
memenangi Pemilu 2004, .
Pada era Orde Baru, sejak di bawah
kepemimpinan Amir Murtono, Soedharmono, Wahono, hingga Harmoko, partai
berlambang pohon beringin ini menempatkan diri sebagai mayoritas tunggal.
Dari Pemilu 1971 hingga 1997, selalu menang dengan kisaran suara 62-73%.
Tapi pada Pemilu 1999, pemilu pertama era
reformasi, suara merosot hanya 22,4%, dikalahkan PDIP 33,7%.
Pendulum kekuasaan bergeser dari Golkar
partai hegemonik yang berkuasa tiga dekade ke tangan PDIP, partai
nasionalis berbasis massa marhaen. Selain Golkar dan PDIP, empat partai
berbasis massa Islam lolos ke Senayan, yaitu PKB dengan meraih 12,6%, PPP
10,7%, PAN 7,12%, dan PBB 2,5%.
Dalam Pemilu 2004, Golkar menjadi
pemenang meraih 21,6%, disusul PDIP 18,5%, PKB 10,6%, PPP 8,2%, Demokrat
7,5%, PKS 7,3%, PAN 6,4%, Partai Bintang Reformasi (PBR) 2,4%, Partai Damai
Sejahtera (PDS) 2,1%, dan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK)
1,2%. Itulah potret partai penghuni Senayan hasil pemilu kedua era
reformasi 2004.
Pemilu 2009 diikuti 38 partai nasional
dan 6 partai lokal Aceh, Partai Demokrat (PD) bikin kejutan besar meraih
20,8%, disusul Golkar 14,4%, PDIP 14%, PKS 7,8%, PAN 6%, PPP 5,3%, PKB
4,9%, Gerindra 4,5%, dan Hanura 3,8%. Ada 9 partai yang lolos ke Senayan
hasil Pemilu 2009.
Secara nominal, suara Golkar turun 7,2%
dibanding Pemilu 2004. Itu disebabkan karena banyaknya irisan Partai
Golkar, seperti Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Karya Pembangunan,
Partai Demokrat, Hanura, Gerindra, dan kini Nasdem. Bagaimana untuk Pemilu
2014, akankah Golkar keluar sebagai pemenang?
Etnis Jawa
Posisi Golkar dilihat dari hasil survei
beberapa lembaga, masih naik turun bersaing ketat dengan PDIP, sementara
Gerindra bersaing ketat dengan Demokrat. Untuk empat besar partai, hasil
survei Kompas (27/8/2013), menempatkan PDIP meraih 23,6%, Golkar 16%,
Gerindra 13,6%, dan Partai Demokrat 10,1%.
Survei LIPI (27/6/13) menempatkan PDIP
dengan 14,9%, Golkar 14,5%, Demokrat 11,1%, dan Gerindra 7,4%. Adapun
survei CSIS (26/5/13) Golkar meraih 13,2%, PDIP 12,7%, Gerindra 7,3%, dan
Demokrat 7,1%. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (3/11/13) Golkar
meraih 20,4%, PDIP 18,7%, Demokrat 9,8%, dan Gerindra 6,6%.
Hasil survei itu memperlihatkan ruang
kontestasi PDIP dengan Golkar untuk posisi pertama dan kedua. Posisi ketiga
dan keempat diperebutkan oleh Demokrat dan Gerindra.
Bila Golkar ingin mendulang banyak suara,
Ical yang sudah dicalonkan dalam Pilpres 2014 butuh sosok pendongkrak suara
yang bisa meningkatkan elektabilitasnya. Idealnya dari etnis Jawa mengingat
elektabilitas Aburizal relatif kuat di luar Jawa.
Golkar juga berpengalaman mengatur
konflik dan pengelolaan strategi pemenangan pemilu. Karena itu, tantangan
Pemilu dan Pilpres 2014 menjadi faktor pendorong elite bekerja keras meraih
kemenangan. Kader partai itu berpengalaman dalam berpolitik. Kaderisasi
pada masa lalu seperti karakterdes, membekas hingga sekarang.
Friksi dalam pada Rapimnas V bukan
sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Problemnya, skandal korupsi Akil Mochtar
yang kemungkinan menyeret Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adik
iparnya, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, bisa memelorotkan
suara Golkar di Banten. Padahal Banten lumbung suara Golkar di Jawa, dan
Ratu Atut adalah pendulang suara.
Untuk itu, Golkar perlu mematangkan
konsolidasi pemenangan Pemilu 2014 mengingat bila salah langkah bisa
kalah dari PDIP. Tak cukup hanya siap strategi, tapi butuh konsep matang,
kader yang diinginkan rakyat, siap dana, dan kader siap all out. Khusus
untuk pemenangan pemilu, Golkar harus komit memperjuangkan keadilan dan
kemakmuran rakyat supaya dipercaya mengelola negara. Syarat itu berat dan
bukan jaminan Golkar mampu meraih kemenangan Pemilu 2014 tapi itulah PR
terberat Ical untuk maju dalam Pilpres 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar