Tol Cipali dan Pengendalian Arus Mudik
Yayat
Supriatna ; Pengamat Tata Ruang dan Transportasi
Universitas
Trisakti, Jakarta
|
KORAN SINDO, 03 Juli 2015
Sabtu, 13 Juni,
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan tol Cikopo-Palimanan (Cipali).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono
menyatakan jalan tol Cipali siap digunakan termasuk untuk sebagai jalur mudik
Lebaran 2015.
Jalan tol Cipali
adalah struktur ruang baru bagi masyarakat yang akan bermudik. Jalan tol ini
terbentang sepanjang 116.75 kilometer dan menghubungkan daerah Cikopo,
Purwakarta dengan Palimanan, Jawa Barat. Jalan tol yang merupakan bagian dari
Jalan Tol Trans Jawa yang akan menghubungkan Merak, Banten hingga Banyuwangi,
Jawa Timur.
Jalan tol ini
memperpendek jarak tempuh sejauh 40 km dan diprediksi akan memotong waktu
tempuh 1,5 sampai 2 jam dibandingkan melewati Jalur Pantura. Sebagai jalan
baru dan menjanjikan keuntungan bagi pemudik, jalan tol ini akan menjadi
pilihan favorit pemudik. Kondisi jalan yang mulus dan kelancaran yang
dijanjikan akan mengubah pilihan jalur mudik bagi siapa pun yang sudah sering
terjebak dalam neraka kemacetan. Para pemudik yang akan memanfaatkan jalan
tol Cipali diimbau tidak melakukan aksi kebut-kebutan untuk menghindari
kecelakaan.
Tiga puluh peristiwa
kecelakaan yang menewaskan tiga jiwa semasa uji coba sudah cukup menjadi
pembelajaran. Pemudik diimbau untuk melaju dengan kecepatan 60-80 kilometer
per jam guna menyiasati kemungkinan terjadi peristiwa yang sama. Pentingnya
upaya mengurangi angka kecelakaan pada ruas tol Cipali selama arus mudik,
harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan jalan tol.
Mengingat jalan baru
ini masih minim dengan sarana-sarana pendukung pelayanannya seperti
ramburambu lalu lintas, penerangan jalan dan rest area, serta pengisian bahan
bakar minyak (BBM). Pembangunan infrastruktur jalan tol merupakan alternatif
bagi prasarana transportasi darat yang dibangun untuk melengkapi sistem
jaringan jalan dan sebagai upaya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Di
kota-kota besar dan metropolitan pembangunan jalan tol dilakukan untuk
mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan daerah.
Secara fungsional
jalan tol dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan jasa
distribusi produk kegiatan ekonomi dari pusat pengolahan ke pusat pemasaran.
Terbangunnya jalan tol Cipali secara ekonomi akan sangat menguntungkan bagi
kalangan pengusaha dan masyarakat. Semakin meningkatnya pengguna jalan tol
Cipali akan mendorong semakin tumbuhnya kegiatan ekonomi baru sepanjang
koridor jalan.
Keberadaan jalan tol
ini akan berdampak terhadap perubahan pemanfaatan ruang kawasan di
sekitarnya. Peningkatan perubahan pemanfaatan ruang yang pesat dan tidak
terkendali akan berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan yang dapat
menyebabkan menurunnya fungsi dan kapasitas pelayanan jalan tol.
Pemanfaatan Ruang Jalan Tol
Untuk mengendalikan
dampak perubahan yang tidak sesuai dengan tata ruang, seperti cepatnya alih
fungsi lahan, perubahan guna lahan yang tidak sesuai peruntukannya, pengelola
jalan tol diminta untuk lebih berhati-hati untuk memberikan izin terhadap
kegiatankegiatan yang diperkirakan akan menurunkan level of service (LOS) jalan.
Mengingat ruas jalan
tol Cipali ini cukup panjang, diperkirakan selama arus mudik peningkatan
jumlah pemudik yang membutuhkan areal peristirahatan dan pengisian BBM sangat
mendesak untuk dibangun. Sepanjang 116 km jalan tol ini direncanakan akan
dibangun delapan rest area yang
terdiri atas empat tempat peristirahatan besar yang dilengkapi oleh SPBU dan
empat tempat peristirahatan yang kecil tanpa SPBU.
Peletakan
lokasi-lokasi rest area ini diharapkan dibangun sesuai ketentuan norma,
standar, pedoman, dan ketentuan (NSPK) yang mengatur tata cara pemanfaatan
ruang sepanjang jalan tol. Izin pemanfaatan ruang dalam hal ini berkaitan
dengan lokasi rest area atau
bangunan lainnya harus mengacu pada perizinan tata ruang setempat.
Selain hal tersebut,
dari sisi kualitas ruang yang dibangun juga harus memenuhi aturan tata
bangunan dan sesuai peraturan perundang-undangan. Mengingat saat ini
menjelang arus mudik, banyak pembangunan rest area yang dibangun terburu-buru
untuk menyambut arus mudik. Buruknya kualitas bangunan akan merugikan
konsumen dan berimplikasi pada kemungkinan terjadi indikasi pembangunan yang
tidak memenuhi standar.
Selain hal teknis ada
ketentuan sosial ekonomi lainnya yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana
menampung usaha kecil menengah (UKM) yang sudah berkembang di masyarakat.
Jangan sampai akibat pembangunan jalan tol ini hanya menguntungkan pelaku
ekonomi besar. Pengelola rest area
sebaiknya bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk menampung dan
membina usaha kecil yang ada.
Mengingat besarnya
jumlah arus mudik yang mencapai jutaan orang, dari perspektif tata ruang rest area yang dibangun selain
memberikan kenyamanan dan keselamatan pengguna, juga membantu pertumbuhan
ekonomi masyarakat setempat. Untuk mengatur pengendalian tata ruang sepanjang
jalan tol, aturan pemanfaatan ruang dilakukan melalui mekanisme perizinan
yang menjadi wewenang dari pemerintah kabupaten/kota setempat.
Perizinan menjadi
penting karena harus memperhatikan faktor bangkitan lalu lintas yang
ditimbulkan. Persyaratan alokasi pemanfaatan ruang dipertimbangkan dari
besaran arus lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap unit lingkungan
peruntukan yang akan membebani pemanfaatan jalan tol/jalan penghubung di
sekitar kawasan tersebut, dengan memperhatikan faktor-faktor trip rate (TR), yang diartikan sebagai
jumlah perjalanan rata-rata per hari yang dilakukan oleh perorangan yang
melakukan kegiatan pada suatu bidang lahan dengan fungsi tertentu.
Selain faktor trip rate, hal yang perlu diperhatikan
adalah trip generation (TG), yang
diartikan sebagai jumlah perjalanan yang dihasilkan oleh suatu unit
lingkungan peruntukan unit pemanfaatan ruang. Faktor lain adalah trip
distribution (TD), yang diartikan sebagai penyebaran perjalanan yang
dihasilkan oleh unit lingkungan peruntukan (unit pemanfaatan ruang) tertentu.
Tiga faktor ini perlu
diperhatikan sehingga dalam penentuan jarak pembangunan rest area atau
kegiatan lain di sepanjang jalan tol Cipali tidak akan menambah beban jalan
dan menurunkan tingkat layanan jalan tol. Diperkirakan, jika seluruh akses
jalan tol Jawa ini sudah terbangun dan terintegrasi, akan mendorong munculnya
pusat-pusat bisnis baru sepanjang jalan tol.
Jika kondisi ini
terkait dengan saatnya mudik, penataan ruang yang salah sepanjang jalan tol
akan membuat kondisi jalan tol tidak jauh berbeda dengan jalan arteri biasa
seperti apa yang kita saksikan dengan tol Cikampek hingga ke arah tol dalam
kota di Jakarta. Hampir semua dalam kondisi padat merayap.
Antisipasi
Dengan terbangunnya
jalan tol Cipali, perjalanan mudik tahun ini akan berbeda dengan situasi pada
2014. Sebagian beban kemacetan akan masuk ke wilayah Provinsi Jawa Tengah,
khususnya pada wilayah Kabupaten Brebes. Wilayah-wilayah leher botol ini
harus semakin kuat pengendalian tata ruangnya, khususnya pada masalah koridor
ruang jalan nasional.
Pasar-pasar tumpah,
pusat-pusat industri baru, dan permukiman sebaiknya ditetapkan pada zona
kawasan yang telah ditetapkan tata ruangnya. Lokasi kegiatan baru ini
sebaiknya mulai dihubungkan dengan jalan penghubung ke arteri utama sehingga
tidak mengganggu secara langsung dengan jalan utamanya.
Dengan demikian, aspek
tata ruang dan sistem transportasi yang tertata baik pada simpul-simpul
kemacetan utama sepanjang Pantura akan berdampak pada kelancaran arus mudik
dan arus balik. Penataan ruang bertujuan menciptakan ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.
Pembangunan infrastruktur
wilayah tanpa didukung dengan pengendalian tata ruang yang baik hanya akan
menambah masalah baru yang kita sendiri sudah semakin jenuh dengan
permasalahannya. Semoga keberhasilan mudik 2015 adalah keberhasilan kita
dalam sinergi tata ruang dan sistem transportasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar