Hari Kemerdekaan (Terakhir Saya) di Indonesia
Joaquin
F. Monserrate ;
Konsul Jenderal AS di Surabaya
|
JAWA POS, 04 Juli 2015
KAMI sebagai orang Amerika merayakan hari kemerdekaan sama
seperti orang Indonesia. Hari kemerdekaan adalah kesempatan untuk berkumpul
dan bersenang-senang. Hari itu biasanya jatuh di tengah-tengah musim panas
ketika anak-anak libur sekolah dan keluarga bersama teman-teman bisa
menikmati kegiatan di luar (meskipun, di beberapa tempat di Amerika seperti
kampung saya, Anda bisa menikmati kegiatan di luar ruangan sepanjang tahun,
sedangkan di daerah lain menjadi terlalu dingin pada musim salju). Fourth of
July, begitu kami biasa menyebutnya, di Amerika identik dengan bendera,
dekorasi, barbeque, minuman dingin, dan ketika matahari terbenam, kembang
api.
Tidak jauh berbeda memang dengan Hari Kemerdekaan
Indonesia yang dirayakan pada musim panas dengan berbagai lomba,
bersenangsenang, parade, dan banyak makanan. Tahun lalu, kami merayakan hari
kemerdekaan dengan berkeliling Jawa Timur. Saya ingat, di salah satu
perhentian selama road show di Blitar, kami mengadakan lomba melukis.
Anak-anak menggambar perayaan hari kemerdekaan dan kami memilih pemenangnya.
Saya jadi bernostalgia melihat lukisan-lukisan mereka karena mengingatkan
pada masa kecil saya ketika hari kemerdekaan.
Hari kemerdekaan juga merupakan momen untuk melihat
kembali keadaan bangsa kita serta kesehatan institusi demokrasinya. Banyak
orang yang berpikir bahwa Amerika Serikat menciptakan demokrasi pada awal dan
setelah kami selesai, kami duduk untuk menikmatinya. Mustahil! Demokrasi
adalah perjuangan sehari-hari yang perlu diberi makan, diusahakan, dipikirkan
ulang, didukung, diperdebatkan, dikembangkan, dan diperbaiki. Agar dapat
menikmati demokrasi yang sehat, kita harus merawatnya dengan penuh perhatian.
Dalam banyak hal, demokrasi ibarat mesin. Semakin sering
perawatan kita lakukan, semakin jarang ia akan mengalami malafungsi. Namun,
biarpun itu terjadi, kita tidak meninggalkan dan membuang mesin tersebut.
Kita memperbaiki, mengganti apa yang perlu diganti, dan tetap menikmatinya.
Seperti mesin juga, demokrasi adalah alat untuk melayani
semua tanpa melihat warna, kebangsaan, bahasa, agama, atau gender. Demokrasi
bukanlah sebuah konstruksi Barat untuk dinikmati hanya oleh Barat seperti
halnya mesin yang tidak hanya bisa dinikmati orang Inggris hanya karena
mereka yang menciptakannya. Demokrasi adalah milik umat manusia, bukan milik
suatu negara atau golongan elite atau segmen tertentu.
Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar
di dunia. Presiden Jokowi terpilih pada hari pemilihan terbesar dalam sejarah
umat manusia, memecahkan rekor pemilihan 2008 yang dimenangi Presiden Obama.
Pemilihan tersebut terlaksana dengan aman, teratur, dan adil.
Dalam kunjungan saya ke 12 provinsi di bawah wilayah kerja
Konsulat di Surabaya, saya menemui pelaku demokrasi yang berkomitmen ke mana
pun saya pergi, mulai para gubernur sampai kalangan kiai, para pebisnis
sampai para petani, serta aktivis hak asasi manusia sampai polisi. Dalam
kurun waktu kurang dari 20 tahun, Indonesia telah menjadi pelaku demokrasi
yang antusias, yang akan terus mempertahankan dan merawat mesin demokrasinya.
Dalam rangka menjaga tradisi berbagi hari kemerdekaan kami
dengan 12 provinsi di bawah distrik kami, tahun ini kami merayakan hari
kemerdekaan bersama masyarakat Sulawesi Selatan. Di Makassar, kami
berpartisipasi dalam 10 acara untuk menggarisbawahi persamaan nilai-nilai
dengan masyarakat Indonesia Timur. Kami menyelenggarakan acara lingkungan
hidup untuk melindungi terumbu karang bersama bupati, kepala kepolisian,
penduduk Pulau Badi, serta perusahaan AS Mars yang telah bekerja bertahun-tahun
untuk membantu masyarakat Badi memperbarui batu karang yang hilang karena
pengeboman serta racun sianida.
Kami juga mengadakan acara untuk membantu usaha kecil dan
menengah bersama Google, membantu pelajar muslim tentang coding bersama
Microsoft, melatih reporter dari Indonesia Timur untuk meliput lingkungan
hidup, dan banyak acara lainnya. Kami juga mengadakan resepsi yang semarak di
mana tuan rumah, bupati Makassar dan gubernur Sulawesi Selatan bersama Duta
Besar Blake, memuji dan merayakan nilai-nilai bersama yang menyatukan kita
semua, komitmen kepada demokrasi, toleransi dan kepedulian kepada yang kurang
beruntung.
Tahun depan, kami kembali ke Jawa Timur untuk merayakan
hari kemerdekaan. Sayang, saya tidak berada di sini. Jadi, semua bergantung
pada penerus saya, apakah kami akan mengadakan road show, resepsi, atau cara inovatif lain untuk merayakan hari
kemerdekaan. Tiga tahun tugas saya sebagai konsul jenderal selesai akhir Juli
ini. Saya akan pergi dengan kesedihan karena meninggalkan sahabat, namun juga
dengan rasa kepuasan mendalam atas semua kesempatan yang kami miliki untuk
berinteraksi dengan begitu banyak orang Indonesia dari berbagai aspek
kehidupan dan dari semua provinsi di distrik kami.
Ke mana pun kami pergi, kami selalu diterima dengan hati
hangat dan tangan terbuka, dari rumah Bupati Makassar Danny Pomanto sampai ke
desa Ibu Aleta Baum di Bukit Molo di Nusa Tenggara Barat, dari makan malam Thanksgiving dengan 8 kalkun di
Banyuwangi bersama Bupati Abdullah Azwar Anas ke buka puasa di Pesantren Jawaahirul Hikmah bersama Kiai
Mohammad Zaki dan santrinya. Semua itu dan masih banyak kenangan indah
lainnya akan selalu menemani kami di negara-negara lain. Selalu ada bagian
Indonesia di hati kami. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar