Kebiasaan-Kebiasaan
Kecil Penanda Peradaban
Azrul Ananda ; Dirut Jawa Pos Koran
|
JAWA
POS, 18 Februari 2015
Pembaca mungkin pernah merasakan ini: Sebal melihat
kebiasaan-kebiasaan kecil yang terjadi di sekeliling kita, tapi bingung harus
mulai mengingatkan dari mana. Ini beberapa yang ada di daftar saya…
Ketika Anda ke toilet umum, seperti di mal, Anda tentu
tidak memperhatikan orang lain yang sedang melakukan ’’kebutuhan’’ rutinnya.
Fokus ke diri sendiri, segera selesai, cuci tangan, lalu keluar. The business is done.
Masalahnya, ketika urusan sudah beres, saya sering melihat
ada satu step (tahapan) yang terlewatkan: Cuci tangan.
Dan yang bikin saya geleng-geleng kepala, yang melewatkan
proses itu tidak sedikit orang berdandan mentereng, pakai baju mahal. Itu
jelas orang mampu.
Bukankah sejak kecil kita diajari untuk selalu mencuci
tangan? Anak-anak saya yang masih kecil saja sudah diajari begitu. Mungkin
sekolah-sekolah harus punya kurikulum baru: PCTUBI. Pendidikan Cuci Tangan
untuk Bapak-Ibu.
Kalau ada orang yang tidak cuci tangan itu keluar toilet
sebelum saya, maka saya yang jadi bingung ketika harus membuka pintu untuk
keluar dari toilet. Apalagi kalau tombol pintunya model putar atau tuasnya
harus kita tarik…
Apresiasi terbesar pun saya berikan kepada penemu tisu
basah…
Kebetulan, saya bekerja di kantor yang memakai elevator
alias lift. Atau sering meeting di tempat-tempat yang memakai lift. Dan tentu
sering jalan-jalan ke mal/pusat perbelanjaan yang pakai lift (siapa yang
tidak?).
Entah kenapa, setiap kali pintu lift terbuka, selalu orang
berebut masuk ke dalam. Tanpa melihat, bahwa DI DALAMNYA MASIH ADA BANYAK
ORANG MAU KELUAR.
Tidak peduli apakah itu di mal, atau di gedung perkantoran
yang paling eksekutif dan eksklusif, ’’problem’’ ini selalu bikin saya
geleng-geleng kepala.
Orang-orang ini mikir gak ya? Kalau dia maksa masuk, itu
sama sekali tidak logis? Kalau gelas penuh dengan air, kan tidak mungkin
diisi lebih banyak air?
Nah, untuk yang satu ini, memang tidak ada pendidikan atau
pelatihannya di sekolah.
Dan lagi-lagi, orang-orang rapi berdasi –yang saya
asumsikan berpendidikan tinggi– termasuk yang suka memaksakan diri masuk ke
lift sebelum penumpang lain keluar tersebut!
Coba deh the next time kita mau naik lift. Lihat orang-orang
lain yang mau naik lift bareng kita. Kalau pintu lift terbuka dan mereka
langsung memaksakan diri masuk, silakan geleng-geleng kepala…
Dan bagi penumpang lift yang sedang penuh dan akan keluar
bersama, ayo kompakan menggoda para calon pengguna selanjutnya. Pegang tangan
rame-rame, dan kompak mendesak keluar begitu pintu lift terbuka. Pasti lucu
sekali melihat para ’’pemaksa masuk lift’’ itu terpental…
Salut bagi pengelola MRT di Singapura, yang membantu
’’mengajarkan’’ etiket keluar masuk yang baik. Mereka yang ingin masuk MRT
diberi tempat bertanda panah di sisi kanan dan kiri pintu kereta. Sedangkan
jalur di depan pintu diperuntukkan bagi penumpang yang keluar…
Yang satu ini lebih spesifik segmennya. Yaitu, mereka yang
naik pesawat. Benar-benar mengherankan, dan saya bisa membayangkan ini
benar-benar membuat lelah para awak pesawat.
Ketika pesawat mendarat, dan baru berhenti parkir, banyak
penumpang langsung berlomba berdiri. Kadang tidak peduli mendorong penumpang
lain, tidak peduli menginjak kaki penumpang lain, tidak peduli melangkahi
penumpang lain.
Lalu, berebut membuka lemari kabin, cepat-cepat
mengeluarkan tasnya. Kadang dia menyikut penumpang lain, kadang tasnya
menghantam kepala orang lain (saya pernah jadi korban).
Terus terang, setiap kali ini terjadi, saya selalu duduk
tenang di kursi saya. Tidak ikutan lomba berdiri dan mengeluarkan tas, tidak
ikutan adu sprint keluar dari pesawat.
Kalau saya duduk di jendela, memang saya tidak bisa
bergerak lebih cepat. Dan kalau saya duduk di sisi lorong, saya biasanya
meminta yang duduk di sebelah saya untuk ikutan sabar berdiri nanti saja.
Buat saya, ini sangat mengherankan. Emang sebegitu
bencinyakah naik pesawat, sehingga ingin cepat-cepat keluar ketika sudah
sampai tujuan?
Apakah takut pesawatnya segera berjalan lagi seperti bus
di halte pemberhentian?
Apakah takut siapa pun yang menunggu di luar akan pergi
meninggalkan?
Konyolnya lagi kalau punya bagasi. Ngapain keluar
cepat-cepat kalau ternyata di bawah nanti harus bengong lama menunggu
bagasi???
Makanya, kalau naik pesawat, santai aja bro. Berdiri
keluar satu-satu, tidak ada hadiah untuk menang sprint keluar lebih dulu.
Sekali lagi, bukan hanya penumpang low cost carrier yang berperilaku seperti itu. Pesawat-pesawat full service pun, yang penumpangnya
berdandan rapi/berdasi/berbatik, juga sama saja…
Salut untuk para pramugari/awak kapal, yang setiap kali
pesawat berhenti seperti bertarung melawan puluhan/ratusan penumpang
mengingatkan mereka untuk tenang dan tetap duduk.
Salut ekstra untuk para pramugari/awak kapal penerbangan low cost carrier atau jalur-jalur
perintis (khususnya Lion Air). Kalian semua merupakan orang paling hebat,
berkutat mengajarkan ’’adat istiadat’’ dan ’’peradaban’’ penerbangan yang
baik kepada masyarakat yang belum familier dengan terbang naik pesawat.
Saya jadi semakin apresiatif terhadap perjuangan ibu saya
dulu, yang pernah menjadi guru SD di pedalaman Kalimantan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar