SATU kalimat pendek yang paling tepat dialamatkan ke
pada Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu `miris dan menyedihkan'. Begitulah
gambaran kondisi MK dan hakimnya saat ini yang pernah begitu sangat
dihormati, tetapi saat ini dilecehkan, dicaci-maki, dan diamuk massa.
Pelecehan terhadap MK begitu telanjang dipertontonkan saat sidang
perselisihan hasil pemilihan umum kepada daerah (pemilu kada) Provinsi
Maluku yang dimohonkan pasangan calon Herman Adrian Koedoeboen-Daud
Sangadji (14/11).
Begitu Ketua MK Hamdan Zoelva selesai mengucapkan,
“menolak permohonan keberatan pemohon“, puluhan orang warga pendukung salah
satu pasangan calon langsung berteriak dan memprovokasi bahwa `MK maling'.
Tentu saja, hal itu diikuti rekan-rekannya dalam bertindak anarkistis di
ruang sidang (Media Indonesia, 15/11).
Insiden di ruang sidang MK sekaligus menunjukkan bahwa
kredibilitas MK masih rendah setelah kasus suap menjerat mantan Ketua MK
Akil Mochtar. Jika dulu MK dihormati karena putusannya saat menguji
undang-undang terhadap UUD 1945 begitu progresif dan memiliki nilainilai keadilan
lantaran melindungi hak konstitusional rakyat, kini hancur lebur akibat
putusan perselisihan hasil pemilu kada. Hujatan dan pelecehan wibawa MK
betul-betul sudah berada pada titik nadir.
Seharusnya ruang sidang pengadilan steril dari potensi
kerusuhan dan kekerasan, meski sidang dinyatakan terbuka untuk umum.
Tujuannya ialah agar para hakim bisa memeriksa perkara, memberikan
pertimbangan, mencerna, dan menganalisis perkara dengan hati tenang dan
pikiran jernih agar putusannya didasari hati nurani dan memenuhi rasa
keadilan masyarakat. Karena itu, para perusuh harus diproses dan dijatuhi
hukuman yang setimpal.
Jangan ada resistansi
Setidaknya ada dua aspek yang perlu dimaknai dari amuk
massa l di ruang sidang hakim konstitusi yang sedang membacakan putusan. Pertama,
bukan hanya pelecehan terhadap pengadilan (contempt of court), melainkan
juga sebagai indikasi masih belum pulihnya kepercayaan sebagian masyarakat
terhadap hakim konstitusi yang menangani perkara sengketa hasil pemilu
kada. Ulah Akil Mochtar telah menghancurkan sembilan pilar j konstitusi
yang menjadi pilar untuk menegakkan konstitusi.
Sengketa pemilu kada telah merobohkan MK yang selama ini
begitu dibanggakan lantaran putusannya mampu menepis keraguan masyarakat,
bahwa peradilan di negeri ini tidak ada yang steril dari mafia dan korupsi.
Delapan hakim konstitusi j saat ini harus membangun kembali citra yang
sudah rusak itu, terutama hakim konstitusi yang pernah satu panel dengan
Akil. Ia harus mampu membuktikan bahwa dirinya bersih dari kasus suap dan
korupsi dalam memeriksa dan memutus perkara. Sebab dari situlah awal
keruntuhan kepercayaan publik.
Hakim konstitusi juga tidak boleh `resistansi terhadap
pengawasan dari luar'. Maka itu, rencana MK untuk membentuk `Dewan Etik MK'
bisa menjadi salah satu batu sandungan untuk memulihkan kepercayaan publik.
Betapa tidak, dasar hukum pembentukan Dewan Etik sangat lemah, bahkan
berseberangan dengan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2013
yang sebentar lagi akan diuji `objektivitasnya' di DPR.
Jika DPR menerimanya menjadi undang-undang, keberadaan Dewan Etik akan
mubazir, bahkan akan berimplikasi terhadap proses penganggaran di MK untuk
membiayai operasionalnya.
Kedua, amuk massa merupakan ancaman serius terhadap
demokrasi langsung. Hampir semua elite politik di daerah tidak siap kalah
dalam pemilu kada. Mereka hanya mau menang, padahal tidak mungkin semua
pasangan menjadi kepala daerah karena hanya satu pasangan calon yang akan
terpilih. Rumor tentang adanya jual-beli putusan MK seolah masih menghantui
para perusuh saat putusan pemilu kada Provinsi Maluku dibacakan. Ini juga
bisa dijadikan alasan untuk meninjau kembali demokrasi langsung di daerah
dalam memilih kepala daerah.
Sekiranya ada yang belum percaya pada hakim konstitusi
tidak berarti disikapi dengan aksi anarkistis. Memang sejumlah fasilitas
persidangan dirusak oleh massa, tetapi kerusakan materi tidak seberapa
substansial jika dibandingkan dengan hancurnya wibawa MK. Kita wajib
menjaga MK sebagai lembaga negara yang akan menegakkan konstitusi,
menegakkan hukum, dan keadilan. Pasalnya, di tangan hakim konstitusi yang
menentukan arah demokrasi dan pemenuhan hak-hak konstitusional, warga
negara, karena putusannya, bersifat final dan mengikat. Tidak ada upaya
hukum untuk melawan putusan MK sehingga hakim perlu diberi ruang yang luas
dan steril dari ancaman untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan.
Ubah persepsi
Berperkara di MK setelah kasus Akil sepertinya serbasalah.
Mengabulkan atau menolak permohonan sengketa pemilu kada akan selalu
dicurigai. Ini disebabkan pandangan para pemohon, bahwa `biar saja kita
kalah dalam perhitungan Komisi Pemilihan Umum (PKU daerah), tetapi nanti
menang di MK'. Ini merupakan kontroversi terhebat di MK lantaran sudah
tertanam dalam persepsi publik bahwa hakim konstitusi mampu mengubah
`kebenaran demokrasi' menjadi `kebenaran hukum' dengan cara membatalkan
keputusan KPU daerah.
Ini kejadian pertama di dunia, ruang sidang hakim konstitusi
diobrakabrik oleh pihak yang berperkara akibat tidak percaya pada hakim. Mereka
tidak takut lagi menghadapi ancaman tuduhan pelecehan terhadap lembaga
peradilan. Persepsi ini harus diubah bahwa hakim konstitusi sebagai `wakil
Tuhan' di dunia dalam memutuskan perkara tidak akan dipengaruhi uang dan
berani melawan intervensi.
MK harus tetap menjadi sandaran terakhir bagi para
pencari keadilan. Itulah sebabnya, hakim konstitusi diberi level tertentu
yang `harus negarawan' karena tidak lagi memikirkan harta dan kekuasaan. Negarawan
sejati selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan memegang nilai-nilai
keadilan dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan.
Ketua baru MK mengemban tugas berat untuk
mengubah persepsi publik. MK harus dikembalikan pada posisinya seperti dulu
yang `dihormati' karena putusannya menyentuh nilai-nilai keadilan saat
memutus uji materi undang-undang. Itu yang harus disosialisasikan untuk
meyakinkan masyarakat bahwa saat memeriksa dan memutus perkara pemilu kada
akan dilakukan seperti saat memutus uji materi undang-undang. Memang ini
tidak gampang seperti membalikkan telapak tangan, sebab boleh jadi akan
membutuhkan waktu yang lama. Butuh tindakan darurat dan keseriusan untuk
meletakkan kembali kepercayaan masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar