Kamis, 21 November 2013

“Blusukan” Guru Besar

“Blusukan” Guru Besar
Galih Suci Pratama  ;   Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes), Pengurus harian Ikatan Mahasiswa Pendidikan Dasar Se-Indonesia
SUARA MERDEKA,  20 November 2013



Menarik ketika membaca ’’Tajuk Rencana’’ harian ini berjudul ’’Professor Unnes Goes to Schools’’ (SM, 13/11/13). Langkah itu merupakan angin segar bagi dunia pendidikan. Paradigma masyarakat, profesor atau guru besar adalah sosok elitis, kaum eksklusif, dan selalu berada di kampus/kementerian. Kali ini profesor ’’turun gunung’’, mengajar ke SD, SMP, dan SMA.

Guru besar itu tak hanya ingin memperoleh informasi secara top down namun juga bottom up. Realitasnya, kedatangan guru besar ke sekolah sangatlah jarang karenanya hampir semua guru antusias menyambut. Seperti cara Jokowi untuk mendengarkan keluhan warganya maka blusukan ala guru besar pun berusaha mendengarkan keluhan penerapan Kurikulum 2013. Bahkan, mencetuskan beberapa solusi tentang persoalan pendidikan. Di sisi lain, aksi guru besar ini menjadi penyambung lidah antara perumus dan praktisi kurikulum.

Idealnya antara Mendikbud (mewakili pemerintah), guru besar (kampus), dan guru (mewakili sekolah) bersinergi mewujudkan kurikulum terbaik untuk pendidikan. Bahkan, dibutuhkan saran membangun dari masyarakat mengenai kurikum terbaru ini. Banyak dampak positif dari kehadiran guru besar itu, baik material maupun spiritual.

Material berarti pengetahuan pembelajaran dari prapembelajaran, proses pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran. Bahkan, guru mendapatkan modal kognitif dan psikomotorik pembelajaran. Adapun spiritual menyangkut kemeningkatan kepercayaan guru terhadap penerapan Kurikulum 2013. Termasuk semangat moral untuk mendedikasikan diri.

Upaya para guru besar itu juga memberikan suntikan motivasi kepada guru. Pertama; mendapat pengetahuan dan contoh mengajar. Kedua; menjadi forum diskusi antarpraktisi pendidikan. Guru dapat berkonsultasi mengenai problematika pembelajaran dan mencari solusi. Ketiga; menambah semangat guru dalam mengajar dan mendidik.

Bagi siswa pun, kehadiran guru besar tersebut meningkatkan motivasi belajar, memberikan pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan. Pasalnya, proses pembelajaran menggunakan metode inovatif, sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa. Bahkan, menginspirasi siswa untuk mewujudkan cita-cita.

Pelopor Gerakan

Universitas Negeri Semarang (Unnes) perlu mendapat apresiasi karena memelopori program ’’Professor Unnes Goes to Schools’’, yang mengubah pandangan sebagian orang. Logis bila banyak sekolah di Jateng ingin mendapatkan program serupa. Namun, menurut Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman, keinginan itu baru bisa terealisasi tahun depan  (suaramerdeka.com, 13/11/13).

Pelayanan yang dilakukan Unnes terhadap sekolah sekitar, bisa memberikan inspirasi terhadap universitas lain, baik negeri ataupun swasta. Program serupa pun sudah selayaknya menjadi prioritas. Di samping mengawal program pemerintah perubahan kurikulum, upaya itu lebih mendekatkan perguruan tinggi dengan masyarakat.  Artinya, terjadi Interaksi yang makin harmonis antara pemerintah, praktisi pendidikan, dan masyarakat.

Di sisi lain, kegiatan itu secara eksplisit menunjukkan dukungan Unnes terhadap penerapan Kurikulum 2013. Kurikulum yang diyakini mencerdaskan kehidupan bangsa secara  holistik dan mengembangkan karakter secara optimal. 

Walaupun masih menjadi perdebatan pada sebagian kalangan, program profesor mengajar di sekolah menjadi pencerah penerapan Kurikulum 2013.
Semoga kegiatan semacam ini tak hanya sekadar menjadi peningkatan citra universitas namun menjadi sebuah agenda rutin, terprogram, dan berkala dari perguruan tinggi di Indonesia. Guru besar pun dapat memberikan sumbangsih secara nyata, terarah, dan optimal terhadap perkembangan dunia pendidikan. 

Hal itu sesuai wujud tri darma perguruan tinggi, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian, yang harus seimbang. Namun, apakah mereka siap menjalankan secara rutin?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar