Menarik ketika membaca
’’Tajuk Rencana’’ harian ini berjudul ’’Professor Unnes Goes to Schools’’
(SM, 13/11/13). Langkah itu merupakan angin segar bagi dunia pendidikan.
Paradigma masyarakat, profesor atau guru besar adalah sosok elitis, kaum
eksklusif, dan selalu berada di kampus/kementerian. Kali ini profesor ’’turun gunung’’, mengajar ke SD,
SMP, dan SMA.
Guru besar itu tak hanya
ingin memperoleh informasi secara top down namun juga bottom up.
Realitasnya, kedatangan guru besar ke sekolah sangatlah jarang karenanya
hampir semua guru antusias menyambut. Seperti cara Jokowi untuk
mendengarkan keluhan warganya maka blusukan ala guru besar pun berusaha
mendengarkan keluhan penerapan Kurikulum 2013. Bahkan, mencetuskan beberapa
solusi tentang persoalan pendidikan. Di sisi lain, aksi guru besar ini
menjadi penyambung lidah antara perumus dan praktisi kurikulum.
Idealnya antara Mendikbud
(mewakili pemerintah), guru besar (kampus), dan guru (mewakili sekolah)
bersinergi mewujudkan kurikulum terbaik untuk pendidikan. Bahkan,
dibutuhkan saran membangun dari masyarakat mengenai kurikum terbaru ini.
Banyak dampak positif dari kehadiran guru besar itu, baik material maupun
spiritual.
Material berarti pengetahuan
pembelajaran dari prapembelajaran, proses pelaksanaan, hingga evaluasi
pembelajaran. Bahkan, guru mendapatkan modal kognitif dan psikomotorik
pembelajaran. Adapun spiritual menyangkut kemeningkatan kepercayaan guru
terhadap penerapan Kurikulum 2013. Termasuk semangat moral untuk mendedikasikan
diri.
Upaya para guru besar itu
juga memberikan suntikan motivasi kepada guru. Pertama; mendapat
pengetahuan dan contoh mengajar. Kedua; menjadi forum diskusi antarpraktisi
pendidikan. Guru dapat berkonsultasi mengenai problematika pembelajaran dan
mencari solusi. Ketiga; menambah semangat guru dalam mengajar dan mendidik.
Bagi siswa pun, kehadiran
guru besar tersebut meningkatkan motivasi belajar, memberikan pengalaman
belajar yang menarik dan menyenangkan. Pasalnya, proses pembelajaran
menggunakan metode inovatif, sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa.
Bahkan, menginspirasi siswa untuk mewujudkan cita-cita.
Pelopor Gerakan
Universitas Negeri Semarang
(Unnes) perlu mendapat apresiasi karena memelopori program ’’Professor
Unnes Goes to Schools’’, yang mengubah pandangan sebagian orang. Logis bila
banyak sekolah di Jateng ingin mendapatkan program serupa. Namun, menurut
Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman, keinginan itu baru bisa terealisasi tahun
depan (suaramerdeka.com, 13/11/13).
Pelayanan yang dilakukan
Unnes terhadap sekolah sekitar, bisa memberikan inspirasi terhadap
universitas lain, baik negeri ataupun swasta. Program serupa pun sudah
selayaknya menjadi prioritas. Di samping mengawal program pemerintah
perubahan kurikulum, upaya itu lebih mendekatkan perguruan tinggi dengan
masyarakat. Artinya, terjadi Interaksi yang makin harmonis antara
pemerintah, praktisi pendidikan, dan masyarakat.
Di sisi lain, kegiatan itu
secara eksplisit menunjukkan dukungan Unnes terhadap penerapan Kurikulum
2013. Kurikulum yang diyakini mencerdaskan kehidupan bangsa secara
holistik dan mengembangkan karakter secara optimal.
Walaupun masih menjadi
perdebatan pada sebagian kalangan, program profesor mengajar di sekolah
menjadi pencerah penerapan Kurikulum 2013.
Semoga kegiatan semacam ini
tak hanya sekadar menjadi peningkatan citra universitas namun menjadi
sebuah agenda rutin, terprogram, dan berkala dari perguruan tinggi di
Indonesia. Guru besar pun dapat memberikan sumbangsih secara nyata,
terarah, dan optimal terhadap perkembangan dunia pendidikan.
Hal itu sesuai
wujud tri darma perguruan tinggi, yaitu pengajaran, penelitian, dan
pengabdian, yang harus seimbang. Namun, apakah mereka siap menjalankan
secara rutin? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar