Judul di atas adalah tagline dari gerakan staf Komnas HAM untuk menyelamatkan Komnas
HAM yang masih dirundung konflik sejak beberapa bulan lalu. Sebagai
supporting system, staf berupaya untuk berperan serta menengahi konflik
yang terjadi di antara tiga belas komisioner Komnas HAM. Sebagai lembaga
strategis dan milik publik, Komnas HAM harus diselamatkan dari kepentingan
pribadi dan/atau kelompok.
Konflik telah mendapatkan perhatian yang sangat luas dari publik. Jika
berkepanjangan, tugas pokok Komnas HAM di antaranya untuk menangani
pengaduan pelanggaran HAM yang dalam setahun bisa mencapai kurang lebih
5.500 kasus, tidak akan efektif. Demikian pula dengan agenda reformasi
birokrasi yang telah lama dirancang untuk memperbaiki pelayanan ke publik
akan tertunda dan dirundung ketidakpastian.
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada akhir Februari yang lalu
berinisiatif memfasilitasi pertemuan antara komisioner dengan para mantan
komisioner Komnas HAM yang menjabat sejak 1993 sampai dengan 2012.
Sementara itu, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada awal Februari
2013 mengultimatum agar konflik segera diselesaikan secara internal dalam
tempo sebulan. Jika tidak, akan dilakukan proses dan langkah politik oleh
DPR. Perhatian pada Komnas HAM yang sangat tinggi harus disyukuri sebagai
bukti bahwa publik masih peduli dan menginginkan agar Komnas HAM tetap
kredibel.
Dewan Perwakilan Rakyat, LSM, media, dan pihak lainnya adalah mitra kerja
Komnas HAM. Tanpa ada kerja sama yang sinergis dengan para mitra kerja,
Komnas HAM tidak akan mampu berbuat maksimal dalam menegakkan HAM. Hal ini
karena kewenangannya yang sangat terbatas menurut UU No 39/1999 tentang HAM
dan UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Komisi III DPR bisa saja menunda
pembahasan revisi kedua undang-undang yang memayungi Komnas HAM tersebut
jika konflik tidak terselesaikan sampai 11 Maret 2013. Ancaman untuk
menunda persetujuan atas anggaran Komnas HAM dan memotong anggaran pun
sempat mengemuka.
Untuk itu, dorongan dan peringatan dari Komisi III DPR yang meminta supaya
kemelut segera diakhiri harus diperhatikan. Kemelut telah menyebabkan
Komnas HAM ditinggalkan para mitra atau sekutunya. Komisioner harus sadar
diri dan melakukan introspeksi agar masalah tidak semakin berkembang dan
berkepanjangan, serta ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan di suasana
yang keruh.
Dibiarkan Berkembang
Pendapat saya, kemelut yang terjadi ini berkembang semakin kompleks dan
akut karena dari awal ketika benih konflik muncul, tidak ada perhatian dan
penanganan segera, secara transparan, dan partisipatif. Malahan, kemelut
dibiarkan untuk berkembang karena kurang diperhatikannya masukan dan
aspirasi dari pihak internal dan eksternal Komnas HAM yang meminta agar
keputusan untuk mempersingkat masa pimpinan dari 2,5 tahun menjadi setahun
dikaji kembali secara terbuka dan partisipatif. Keputusan tersebut
berdampak banyak pada kinerja, manajemen, tata administrasi, penanganan
kasus, dan sebagainya. Intinya, lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya. Jika yang dijadikan alasan adalah untuk membenahi sistem dan
reformasi birokrasi, bukan demikian caranya.
Kemelut ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut tanpa ada solusi. Para
mantan komisioner sudah memberikan masukan dan pertimbangan. Demikian pula
dengan koalisi LSM, staf Komnas HAM, dan pihak lainnya demi kebaikan dan
integritas Komnas HAM. Intinya, akan jauh lebih elegan dan efektif jika
konflik diselesaikan secara internal secara bersungguh-sungguh. Jika
penyelesaian konflik masuk pada ranah di DPR maka akan menjadi preseden
yang tidak baik ke depan. Konflik ini diharapkan menjadi titik balik menuju
sinergi dan perbaikan kinerja Komnas HAM.
Para pihak, khususnya komisioner yang berbeda pendapat dan pandangan, serta
jajaran sekretariat jenderal yang sangat berperan dalam mendukung dan
melaksanakan fungsi-fungsi Komnas HAM, harus berdialog dari hati ke hati
secara terbuka dan berorientasi pada kepentingan publik. Sikap kaku dan
posisi untuk tidak mau berkompromi akan menimbulkan masalah ikutan yang
semakin ruwet, di antaranya kemungkinan muncul boikot dan gerakan
delegitimasi dari berbagai lembaga negara, lembaga nonpemerintah, maupun
kelompok-kelompok masyarakat. Pada akhirnya, yang bersorak sorai adalah
para pelanggar HAM dan para korban pelanggaran HAM akan menangis karena
salah satu lembaga yang menjadi benteng keadilan berada di “ujung tanduk”.
Sesuai dengan ketentuan Paris Principles – prinsip-prinsip tentang Komisi
Nasional HAM di seluruh dunia - ketiga belas komisioner Komnas HAM yang
dipilih DPR berlatar belakang berbeda-beda (plural) untuk menjamin
keterwakilan kelompok, profesi, etnis, dan sebagainya.
Keberagaman tersebut adalah potensi yang
menyimpan kekuatan besar jika dikelola dengan baik dan didukung model
kepemimpinan yang partisipatif serta akuntabel. Prinsip kolektif kolegial
bertujuan agar ada sinergi potensi dan kekuatan antarkomisioner, dan bisa
saling mengisi kekurangan dan kelemahan satu sama lain sehingga dihasilkan
keputusan dan kebijakan yang mempunyai legitimasi kuat dan berkelanjutan.
Publik masih menaruh harapan agar terjadi rekonsiliasi antarkomisioner demi
pulihnya kepercayaan publik terhadap Komnas HAM dan memulihkan integritas
komisioner sebagai pejabat publik yang direkomendasikan dan didukung
publik. Perjalanan Komnas HAM periode 2012-2017 masih jauh dan membutuhkan
kerja sama dengan para pihak. Waktu yang diberikan oleh DPR untuk
menyelesaikan konflik secara internal dan elegan tinggal menghitung hari.
Untuk itu, para komisioner harus sesegera mungkin melakukan langkah-langkah
menengahi konflik secara arif dan bijaksana dengan mengutamakan integritas
Komnas HAM dan kepentingan publik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar