Tidak jarang para elite
justru terlibat dalam upaya mempermainkan dan mencari keuntungan pribadi
dari pendidikan dan menghilangkan ketulusan untuk memajukan pendidikan
bangsa ini.
Dunia pendidikan kita
akan membuat gebrakan lagi dengan adanya rencana perubahan kurikulum. Namun
beberapa tokoh pendidikan menyoroti rencana perubahan tersebut.
Salah satunya adalah
kesesuaian dengan Standar Nasional Pendidikan, yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Muncul pertanyaan mendasar, bukankah
seharusnya perubahan kurikulum 2013 mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan? Pertanyaan ini sekaligus untuk menanggapi kesan yang ditangkap
bahwa Standar Nasional Pendidikan justru mengikuti keinginan perubahan
kurikulum 2013.
Selain itu, muncul
masukan mengenai besarnya anggaran yang digunakan. Apakah anggaran Rp 2,49
triliun yang akan dikeluarkan benar-benar mampu mengangkat derajat atau
kualitas pendidikan Indonesia? Ataukah justru akan membuatnya lebih
terpuruk? Apalagi, mengubah kurikulum di luar Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) jelas memiliki konsekuensi anggaran yang tidak
kecil.
Itu semua berangkat dari
kecemasan segolongan tokoh masyarakat yang menyarankan seharusnya perlu ada
mekanisme perubahan kurikulum yang sistematis dan jelas. Langkah tersebut
juga harus diatur dalam peraturan perundangan dengan tidak melanggar
peraturan perundangan lain yang levelnya justru lebih tinggi. Apabila
perubahan kurikulum tidak memenuhi unsur perencanaan secara matang dan
sistematis, asumsi yang berkembang sejauh ini di tengah sebagian masyarakat
bisa terbukti kebenarannya, yakni kebijakan tersebut ujung-ujungnya hanya
pada soal kenaikan anggaran.
Perubahan dalam dunia
pendidikan merupakan sesuatu yang alamiah dan wajar dilakukan demi
menyesuaikan dengan situasi sosial kemasyarakatan yang berkembang. Selain
itu, tujuan meningkatkan derajat pendidikan yang lebih baik seharusnya
menjadi prioritas utama dan dilakukan dengan cara yang sesuai dengan
kebijakan dasar pendidikan nasional.
Kisah Masa Lalu
Kisah masa lalu tentang
kebijakan pendidikan tak luput dari politisasi yang kental. Orde Baru
banyak mengajarkan cara-cara perubahan dalam dunia pendidikan yang justru
tidak mendidik. Kritik dan kecaman tidak banyak mendapat tempat, terutama
karena ada faktor kekuasaan yang turut mendorong terwujudnya niat untuk
mengambil keuntungan semata, dan menjadikan "kualitas" pendidikan
sebagai tameng belaka.
Akibatnya dapat kita
saksikan dewasa ini. Pendidikan tidak menjadi lebih baik, tapi justru
banyak dikatakan "merosot". Tiap ganti menteri, ganti pula pola
dasar pendidikan, termasuk kurikulumnya. Akibatnya, kita sesungguhnya tidak
memiliki visi mendasar tentang pengembangan pendidikan itu sendiri; sebuah
visi jangka panjang yang tertuang dalam langkah-langkah sistematis untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Dan inilah yang membedakan negeri ini
dengan negara-negara maju lainnya yang melihat pendidikan sebagai dasar
utama pembangunan bangsa.
Berbagai masalah
pendidikan pun muncul. Komersialisasi, politisasi, korupsi anggaran, sampai
soal teknis tentang buku pelajaran dan seterusnya menyebabkan visi dasar
pendidikan kita semakin kabur.
Jangka Pendek
Mencermati karut-marut
dan sisi gelap dunia pendidikan kita dari masa ke masa, seolah-olah kita
tidak menyadari arti penting pendidikan. Tidak jarang para elite justru
terlibat dalam upaya mempermainkan dan mencari keuntungan pribadi dari
pendidikan serta menghilangkan ketulusan untuk memajukan pendidikan bangsa
ini. Kebijakan pendidikan tidak tentu arahnya, tergantung ke mana angin
bertiup. Kesadaran berpendidikan dari kalangan masyarakat yang meningkat
seiring dengan waktu tidak diiringi oleh kebijakan negara yang kondusif.
Elite-elite lebih banyak
berpikir sempit dan jangka pendek. Ketulusan dan perjuangan bagaimana
pendidikan bangsa ini maju menjadi luntur karena pikiran-pikiran sempit
ini. Upaya untuk memajukan pendidikan bangsa ini adalah sebuah pekerjaan
panjang dan tidak mungkin selesai besok. Kebiasaan berpikir jangka pendek
telah membutakan mata hati kita, mau ke mana sebenarnya pendidikan kita ini?
Sebagai sebuah pekerjaan
panjang, kita memerlukan visi untuk mencapainya. Bila visi pendidikan sudah
gelap, lalu apa yang akan terjadi pada bangsa ini? Terlalu banyak teladan
dari bangsa lain dalam hal pendidikan. Mereka memiliki visi dan menyadari betul
bahwa baik-buruk nasib bangsa akan ditentukan dari sini, bukan dari mana
pun.
Pendidikan adalah roh
pembangunan bangsa. Kemajuan pendidikan adalah kemajuan peradaban
bangsanya. Begitu pula sebaliknya. Memang kita sudah sangat sering
mendengar petuah-petuah semacam ini. Para elite juga begitu. Namun godaan
untuk mempermainkan pendidikan masih saja sangat menggiurkan; menganggapnya
sebagai lahan proyek yang bisa menguntungkan.
Minus Visi
Pendidikan bangsa ini
dicerminkan dari sejauh mana kebijakan pendidikan memberi fasilitas terbaik
bagi warganya. Keberhasilan utama pemerintah dalam hal pendidikan adalah
dalam konteks mensosialisasi arti penting pendidikan bagi masyarakat.
Kini kita menyaksikan,
semiskin apa pun, setiap orang tua berjuang keras bagaimana generasinya
mengenyam pendidikan. Mereka tidak mau melihat anaknya menjadi kuli seperti
dirinya. Bahkan mereka yang ada di pedalaman pun demikian. Berkilo-kilo
jarak sekolah ditempuh setiap hari oleh anak-anak kita dengan tujuan agar
mereka bisa maju dan memiliki kehidupan lebih baik daripada orang tuanya.
Meski demikian,
keberhasilan membangkitkan motivasi pendidikan ini justru bertepuk sebelah
tangan. Pemerintah sejauh ini lebih baik dianggap gagal memberi fasilitas
dan kemudahan bagi warganya untuk menempuh pendidikan. Hiruk-pikuk yang
menyedihkan pada saat awal-awal ajaran baru sekolah dimulai merupakan bukti
bahwa negara ini kehilangan kedigdayaan untuk memberikan yang terbaik buat
warganya. Itulah yang dicerminkan dari perilaku elite yang merasa sadar
akan arti pendidikan, tapi tidak jarang yang berperilaku melemahkan arti
pendidikan.
Indonesia membutuhkan
visi kebijakan yang tidak gamang. Salah satu jalan yang bisa diharapkan
untuk merealisasi hal ini adalah political will yang tulus untuk memajukan
pendidikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar