Perkara korupsi Irjen Pol
Djoko Susilo (DS) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
dikembangkan dan bermuara pada penanganan perkara tindak pidana pencucian
uang (TPPU). KPK juga telah melakukan penyitaan berbagai aset DS yang
diduga sebagai hasil korupsi terkait pengadaan simulator SIM. Memang,
seharusnya apabila ada perkara yang ditangani KPK dan dari hasil
pengembangan ternyata hasil korupsi telah bergerak, telah mengalir dengan
cara apa pun, maka telah terjadi pencucian uang.
Yang penting, setelah
terjadinya praktik korupsi dan uang hasil korupsi itu ternyata telah
berubah menjadi barang-barang atau telah ditransfer entah ke rekening orang
lain atau rekening tersangkanya, atau telah diberikan pada orang lain atau
telah diinvestasikan ke dalam perusahaan atau perbuatan apa saja. Sepanjang
perbuatan itu terkait dengan hasil korupsi, maka berarti telah terjadi
pencucian uang. Pelakunya harus dijerat hukum dengan dua pelanggaran
kejahatan sekaligus, yakni korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Selain itu, dengan menjerat
tersangka korupsi dengan TPPU, juga harus dipandang sebagai upaya
memudahkan pengembalian aset yang telah dikorupsi, yaitu dengan diawali
penyitaan harta kekayaan tersangka yang diduga berasal dan berkaitan dengan
hasil korupsi. Di sini sangat penting ditekankan bahwa dugaan pencucian
uang adalah berkaitan dengan aliran dana hasil korupsi.
Dengan menggunakan sangkaan
TPPU yang menyertai dugaan korupsi, KPK mempunyai cara lebih mudah dalam
penyitaan dibanding apabila menyita dengan ketentuan antikorupsi, yang
sering kandas di pengadilan. Karena, kegagalan meyakinkan hakim bahwa harta
itu terkait korupsi yang biasanya dihubungkan dengan upaya perampasan
menggunakan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi.
Dengan menerapkan ketentuan UU
TPPU pada kasus DS, seharusnya KPK bisa lebih cepat mengembangkan perkara
dengan menelusuri ke mana saja hasil kejahatan korupsi itu mengalir dan
menetapkan semua pihak yang turut menikmati hasil korupsi sebagai pelaku
kejahatan pencucian uang.
Pengembangan itu sangat
penting karena pada prinsipnya undang-undang mengatur bahwa barangsiapa
mengalirkan dan juga menerima aliran dana hasil korupsi adalah suatu pelaku
kejahatan.
Dan, pada mereka yang
menguasai atau menerima hasil kejahatan akan dilakukan penyitaan, yang
nanti apabila tiba saatnya, dengan putusan hakim, semua hasil kejahatan
tersebut harus dirampas dan dikembalikan kepada yang berhak. Berkaitan
dengan para penerima hasil kejahatan yang tidak terlibat korupsinya, mereka
hanya dijerat TPPU. Hanya saja, memang para penerima atau yang menguasai
hasil kejahatan itu harus mengetahui bahwa yang diterimanya atau yang
diatasnamakan dirinya adalah dari hasil kejahatan atau paling tidak mereka
patut menduga bahwa harta itu hasil kejahatan.
Terkait dengan harta DS, tentu
harus dilihat dari jumlahnya yang tidak sesuai dengan penghasilan DS
sebagai seorang polisi. Atau, kalau memang ada penghasilan lain, harus
jelas dari kegiatan apa, dan kegiatan itu juga bukan dari hasil kejahatan.
Maka, dengan diterapkannya
TPPU pada DS, seharusnya ada tersangka lain terkait dengan pencucian uang,
yaitu orang-orang yang terkait dengan hasil korupsinya. Meski mereka tidak
tahu bahwa uang itu hasil korupsi, tetapi dengan patut menduga bahwa jumlah
yang diterima tidak sesuai dengan profil DS, sudah cukup untuk menyeret
orang-orang yang menikmati hasil korupsi tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar