Kembali ke Jati Diri Polri
Bambang
Usadi ; Brigjen Polisi; Analis Kebijakan Utama
Lembaga Pendidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lemdikpol)
|
KOMPAS, 01 Juli 2015
Peringatan hari ulang
tahun Polri semestinya memberikan makna mendalam sebagai momentum penting
dalam berkontemplasi dan refleksi diri. Caranya dengan melihat kesejatian
sebagai pengemban tugas dan fungsi aparatur negara dalam menjaga keamanan
dalam negeri.
Sebagaimana dinyatakan
dalam salah satu konsideran UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI,
"bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan
fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat
negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia".
Penyelenggaraan fungsi
kepolisian menuntut anggota Polri hadir di tengah-tengah masyarakat dengan
senantiasa menyelaraskan perilakunya dengan jati diri Polri yang
sesungguhnya. Yakni, memegang teguh integritas dan komitmen kebangsaan,
bekerja sesuai tugas dan wewenang profesinya, berpegang teguh terhadap
pedoman hidup Tri Brata, pedoman kerja Catur Prasetya, dan etika kepolisian
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya maupun dalam kehidupan sehari-hari
demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Peran Polri dalam
sejarah perjalanan perjuangan bangsa telah membuktikan, menyatunya Polri
dalam setiap tindakan dengan cita-cita mulia rakyat, masyarakat, bangsa, dan
negara dalam mengembalikan dan mempertahankan harga diri dan kehormatan
bangsa dan negara yang merdeka berdaulat, berkehidupan yang lebih baik dalam
suasana aman dan tenteram serta senantiasa menjaga sikap dan perilaku dari
perbuatan yang tidak terpuji. Pada detik-detik awal kemerdekaan, setelah
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, termasuk pada saat Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, polisi tetap
menjalankan tugasnya. Saat Peta dan Gyu-Gun dibubarkan pemerintah militer
Jepang dan secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Perjuangan Polri
sebagai bagian dari rakyat yang mencita-citakan kemerdekaan dan bagian dari
bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan, mendorong
Polri-di samping bertugas sebagai penegak hukum-juga ikut bertempur di
seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya "kombatan" yang tidak
tunduk pada Konvensi Geneva. Polri terus berubah dan berbenah mengikuti
dinamika perjuangan pasca kemerdekaan dan dinamika perubahan ketatanegaraan
yang terjadi di Indonesia.
Profesi mulia
Profesi polisi adalah
profesi yang mulia karena profesi ini memiliki fungsi dan tugas pokok yang
memuliakan masyarakat. Kemuliaannya tecermin dari fungsi dan tugas pokoknya
dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, yang diposisikan sebagai
pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.
Sebagai pengayom,
Polri harus mampu tampil jadi pembimbing, rujukan tempat pengaduan seputar
masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Sebagai pelindung, Polri harus mampu
menjamin keselamatan kepentingan, nyawa, harta, dan benda masyarakat. Sebagai
pelayan, Polri harus memberikan pelayanan optimal terhadap seluruh kebutuhan
layanan masyarakat yang bersangkutan dan berhubungan dengan tugas-tugas
kepolisian.
Kemuliaan fungsi dan
tugas pokok kepolisian ini terinspirasi dan tecermin dari kandungan sistem
nilai pedoman kerja Catur Praseya Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di
antaranya (1) meniadakan segala bentuk gangguan keamanan; (2) menjaga
keselamatan jiwa raga, harta benda, dan hak manusia; (3) menjamin kepastian
berdasarkan hukum; serta (4) memelihara perasaan tenteram dan damai.
Jati diri kehidupan
Polri sesungguhnya tecermin dalam prinsip-prinsip Tri Brata yang merupakan
pedoman hidup Polri dalam bersikap dan berperilaku ketika menjalankan tugas
kepolisian. Pedoman ini kemudian dijabarkan dalam kode etik profesi
kepolisian, mencakup tiga nilai: (1) berbakti kepada nusa dan bangsa dengan
penuh ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) menjunjung tinggi
kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; serta (3)
senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan keikhlasan
untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Demikian juga,
refleksi jati diri Polri menyangkut komitmen pengabdian diabadikan dalam
sebuah himne Polri, merupakan pernyataan sikap, komitmen, dan doktrin yang terus-menerus
digelorakan kepada seluruh jajaran personel Polri dalam berbagai momen dan
kesempatan. Termasuk pada saat upacara-upacara kenegaraan dan upacara-upacara
di internal Polri. Himne Polri itu berbunyi "//Padamu
Indonesia/Kuberikan pengabdianku/Menjaga seluruh rakyatmu/Setulus
hatiku/Pancasila dan Tri Brata/Amalkan pasti/Supaya aman dan
tenteram.Negeriku yang damai//".
Merupakan kehormatan
tertinggi bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
menghayati, menaati, dan mengamalkan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya ataupun dalam
kehidupan sehari-hari. Semua itu demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa,
dan negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 UU Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Secara eksplisit hal itu dimaksudkan menjaga pejabat Polri
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum serta mengindahkan norma agama,
kesopanan, kesusilaan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan
mengutamakan tindakan pencegahan.
Keluhuran jati diri
Polri terukir dalam sistem nilai etika profesi kepolisian yang merupakan
penjaga kehormatan dan keluhuran martabat Polri mencakup tiga aspek. Pertama,
etika pengabdian, yang mencerminkan sikap perilaku berbudaya dan beradab dari
anggota Polri dalam setiap interaksi, dalam setiap perilaku, dan dalam
menjalankan tugas-tugas kepolisian. Kedua, etika kelembagaan, mengatur sikap
dan perilaku setiap anggota Polri yang harus menjunjung tinggi kehormatan dan
nama baik institusi Polri serta menghormati struktur hierarki organisasi
Polri dengan semangat tetap menjunjung dan mengedepankan asas kebenaran dan
keadilan hukum serta menjaga dirinya dari sikap dan perilaku tidak terpuji.
Ketiga, etika kenegaraan, mengatur sikap dan perilaku anggota Polri dalam
memosisikan dirinya sebagai bagian dari alat dan aparat negara dalam menjaga
keutuhan NKRI, menjaga netralitas dalam kehidupan politik, menjunjung tinggi
konstitusi, serta menjaga keselamatan dan keamanan simbol-simbol negara,
termasuk presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
Polri yang paripurna
Jati diri Polri
sebagai bayangkara sejati menuju Polri yang paripurna. Dalam era modern dan
semakin global dewasa ini pun sesungguhnya terjawab dengan reaktualisasi
sistem nilai Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sejalan dengan
semangat nilai-nilai universal dengan menjunjung tinggi HAM, nilai-nilai
demokrasi, prinsip-prinsip good governance, sistem polisi masyarakat, dan
konsep polisi sipil. Hal itu sesuai dengan semangat penyusunan dan pengesahan
UU No 2/2002 tentang Polri, di mana reaktualisasi nilai-nilai Tri Brata,
Catur Prasetya, dan Kode Etik Kepolisian pun selaras dengan kemajuan zaman.
Semangat dan
manifestasi reaktualisasi sistem nilai kepolisian diharapkan mengantarkan
Polri menjadi organisasi berkelas dunia yang mampu menerapkan best practice
kepolisian global. Berbekal itu semua, jayalah Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang pada 1 Juli ini merayakan ulang tahun yang ke-69. Ke depan,
semoga Polri semakin dicintai masyarakat dan semoga semangat pengabdian tidak
pernah luntur, tetapi justru semakin merasuk di hati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar