Iklan
Provokatif Negara Serumpun
Anna Yulia Hartati ; Dosen
Hubungan Internasional,
Peneliti dari Lab Diplomasi FISIP Universitas Wahid Hasyim
(Unwahas) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 06 Februari 2015
TULISAN bernada provokatif ’’Fire Your Indonesian Maid Now’’ (’’Pecat Pembantu Indonesia Sekarang Juga’’) lewat iklan
perusahaan pembuat alat pembersih, RoboVac, menuai protes dari KBRI di Kuala
Lumpur Malaysia (liputan6.com, 3/2/15).
Indonesia menyesalkan cara beriklan perusahaan swasta itu, yang sangat tidak
sensitif sekaligus merendahkan martabat bangsa Indonesia.
Pemerintah kita mendesak otoritas Malaysia untuk melarang
iklan tersebut, termasuk di situs RobVac dengan tautan
http://neatrobotcleaner. com.my. Penegasan nota diplomatik itu disusul dengan
menugasi retainer lawyer untuk
menemui pihak perusahaan dan melakukan analisis hukum guna melakukan langkah
hukum selanjutnya. KBRI juga telah melaporkan pemasangan iklan itu kepada
Kepolisian Wilayah Selangor. Dubes RI untuk Malaysia, Herman Prayitno
menyayangkan kemunculan iklan. Terlebih hal kemunculanngah persiapan
kunjungan Presiden Jokowi ke Malaysia tanggal 5-7 Februari 2015. Kunjungan
kenegaraan itu untuk lebih memperkokoh hubungan bilateral negara srumpun yang
saling menguntungkan. Tindakan iklan provokatif tidak hanya kali ini,
mengingat tahun 2012 di negara itu ada iklan Indonesian Maids on Sale (Diskon
TKI).
Persoalan TKI memang jadi isu yang cukup sensitif terkait
hubungan kedua negara. Mengapa tindakan provokatif selalu berulang dan
mewarnai hubungan Indonesia-Malaysia? Kita tak bisa memungkiri fakta jumlah
TKI kita di Malaysia sangat banyak, yang berdasar data BN2PTKI hampir 2 juta
orang. Banyaknya jumlah TKI dengan beragam permasalahannya membuat media
Malaysia melakukan berbagai ’’kezaliman’’ dan ketidakadilan dalam
pemberitaan. Sewaktu muncul sengketa Sipadan, Ligitan, dan Ambalat; media
Indonesia melakukan serangan balasan dengan memuat berita cukup provokatif.
Hal itu menimbulkan reaksi di masyarakat, bahkan ada sweeping warga Malaysia
di Indonesia.
Propaganda Malaysia dilakukan lewat berbagai cara dari
yang positif hingga negatif. Pada dasarnya kegiatan propaganda dimaksudkan
untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku individu/kelompok lain dengan
menggunakan berbagai macam teknik, antara lain penjulukan (name calling), glittering generalities (menggunakan kata-kata bijak), transfer, testimonial, dan sebagainya.
Propaganda merupakan salah satu pendekatan komunikasi
dalam persuasi baik itu politik, retorika, maupun periklanan/pemasaran. Apa
yang dilakukan oleh Malaysia tidak hanya sekali tetapi beberapa kali melalui
beragam media. Iklan produk pembersih RobVac bisa dikatakan sebagai alat
propaganda. Banyak faktor yang menyebabkan hubungan negara serumpun itu
seakan-akan selalu sensitif. Pertama; dalam sejarah, tindakan provokatif yang
mengarah pada ketegangan hubungan, bahkan menjurus konflik mengalami puncak
diawali pada era kepemimpinan Presiden Soekarno. Waktu itu slogan ’’Ganyang Malaysia’’ terdengar di
mana-mana.
Konflik Individu Konflik itu sesungguhnya lebih banyak
diakibatkan konflik individu antara Soekarno dan Tunku Abdul Rahman (mantan
PM Malaysia). Indonesia ketika itu tidak mau bergabung dengan komunitas
regional semacam ASEAN tersebut karena pembentukan forum itu digagas
Malaysia. Politik luar negeri kedua negara pun kala itu bertentangan,
Malaysia pro-Barat yang antikomunis dan Indonesia dengan politik bebas aktif
cenderung ke blok kiri (komunis). Kedua; kurangnya pemahaman masyarakat kedua
bangsa saat ini tentang akar sejarah masing-masing. Hal itu menjadi penyebab
tak kunjung selesainya aksi provokatif kedua negara hingga saat ini.
Sesungguhnya akar kebudayaan dua negara serumpun memiliki
banyak kesamaan. Dulu, banyak negeri di Malaysia didirikan pendatang dari
Indonesia, di antaranya Negeri Sembilan, Johor, dan Selangor. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan banyak kesamaan produk budaya . Ketiga; hilangnya
ketokohan kedua negara. Sejarah hubungan kedua negara tercatat dari tanggal
11 Agustus 1966 ketika persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia
diteken di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak
(Malaysia). Kita bisa mengambil pelajaran dari manisnya hubungan semasa
kepemimpinan Soeharto dan di Malaysia semasa kepemimpinan Tun Abdul Razak dan
Mahathir Mohamad. Soeharto dan Tun Abdul Razaq banyak berdialog dan kemudian
mengedepankan konsep negara serumpun yang melandasi program bersama, salah
satunya ’’Titian Muhibah’’. Poin ketiga itu setidak-tidaknya bisa kembali
membuka cakrawala kedua negara untuk selalu menjaga hubungan harmonis,
apalagi saat ini sama-sama menapaki era MEA 2015. Perlu lebih mengedepankan
hubungan people to people supaya
perasaan saling menghormati dan menghargai tetap terjaga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar